Pesan-Pesan Mbah Nun Untuk Para Inovator Muda
Hari minggu (23/2) lalu, Mbah Nun diundang Sekolah Kharisma Bangsa yang berlokasi di Pamulang Tangerang Selatan untuk menghadiri acara Penutupan dan Pemberian Penghargaan Festival Sains dan Budaya 2020.
Festival Sains dan Budaya 2020 ini menggelar tiga kompetisi antarsiswa; Indonesian Science Project Olympiad (ISPO), Olimpiade Seni dan Bahasa Indonesia (OSEBI), dan Eduversal Mathematics Competition (EMC). Ketiganya menjadi arena persembahan kemampuan terbaik siswa-siswi SMP-SMA se-Indonesia dalam berbagai bidang.
Sebagai contoh, pada 2020 ini ISPO menjaring 132 finalis yang lolos verifikasi dari ratusan proyek terbaik yang didaftarkan. ISPO diharapkan menjadi langkah nyata bentuk kontribusi masyarakat dalam menyiapkan masa depan bangsa yang lebih cerah melalui olimpiade berbasis proyek penelitian dengan semangat generasi muda yang kreatif, inovatif, dan bertanggungjawab. Bidang sains, teknologi, lingkungan dan komputer adalah bidang-bidang yang dilombakan.
Bagaimana dengan mereka yang tidak mendalami ilmu eksak? Jawabannya adalah OSEBI. Mereka yang memiliki kemampuan bernyanyi, membaca puisi, menari, menulis puisi atau cerpen, hingga menulis esai, OSEBI memberi ruang bagi pembuktian kemampuan mereka. Sementara mereka yang gemar Matematika, EMC adalah ajang buat mereka bertarung membuktikan kemampuan berhitung, logika, dan analisis.
Berbicara tentang teknologi, Mbah Nun menyampaikan bahwa dengan kecerdasan dan kemampuan berpikirnya, manusia sesungguhnya mampu “terbang”. Terbang adalah mencapai sebuah pencapaian yang secara naluriah manusia pada generasi sebelumnya tidak bisa dicapai. Lihat saja, teknologi memanjakan manusia. Dalam hitungan detik, orang bisa berkomunikasi dengan orang yang berada jauh di belahan negara lain. Itu hanya satu contoh.
“Adanya ajang seperti ISPO ini adalah salah satu upaya kita bersama untuk mengantarkan anak-anak generasi penerus mewujudkan masa depan yang lebih baik”, Mbah Nun menyampaikan.
Di hadapan anak-anak peserta Olimpiade ini, Mbah Nun mengapresiasi bahwa mereka adalah mujtahid yang sedang mempersiapkan diri untuk menerima tongkat estafet masa depan. “Kalau Anda berusaha, kalau Anda berjuang, itu namanya Anda sedang berjihad. Sebagai subjek Anda adalah Mujahid. Dan saat ini Anda berjuang dengan pikiran, itu namanya Ijtihad maka anda adalah seorang Mujtahid.”
Kepada dan tentang anak-anak muda inovator dan generasi masa depan ini, Mbah Nun berpesan beberapa hal.
Pertama, anak-anak muda hari ini adalah anak-anak yang memiliki potensi menjadi generasi pencetus dan perombak. Oleh karena itu, sebaiknya mampu bekerjasama dengan generasi yang memiliki kecenderungan memelihara, yaitu generasi yang sedikit lebih senior dari mereka. Ini penting, karena anak-anak muda ini belum menghadapi kompleksitas permasalahan yang lebih rumit. Kelak, ketika mereka sudah saatnya terjun ke masyarakat, mereka akan berhadapan dengan lebih banyak orang dengan cakupan kompleksitas masalah yang juga lebih luas.
Kedua, pentingnya pendidikan mental dalam diri anak-anak para siswa SMP-SMA ini. Sepandai apapun anak, jika tidak didukung dengan pendidikan mental yang baik, maka akan percuma saja hasilnya. Belum lagi, anak-anak muda hari ini akan menghadapi kompleksitas zaman yang akan sangat jauh berbeda kelak jika dibandingkan dengan kompleksitas zaman hari ini. Semakin canggih dan semakin maju pencapaian manusia, maka kompleksitas yang dihadapi akan semakin rumit.
Ketiga, perlunya anak-anak ini memiliki kemampuan berpikir secara universal, bukan fakultatif. Tak boleh melihat persoalan dari satu sudut pandang belaka. Cara pandang fakultatif hanya mengakibatkan kesempitan cara pandang, sehingga tidak aneh jika kemudian ada dikotomi pelajaran agama dan non agama. Pelajaran Biologi, Kimia, Fisika dan ilmu eksak yang lain tidak disebut sebagai ilmu agama, karena cara pandang orang modern menganggap bahwa yang disebut ilmu agama adalah; fikih, tafsir, hadits dan Tarikh Islam.
Keempat, terkait poin ketiga di atas, anak-anak generasi baru ini perlu memiliki kesadaran dan perspektif agama yakni mampu menemukan keterkaitan sesuatu dengan Tuhan. Mbah Nun memberi contoh sederhana yaitu olahraga sepakbola. Seluruh unsur yang ada di dalam sepakbola ada kaitannya dengan Allah. Tubuh manusia adalah ciptaan Allah, begitu juga dengan rumput, tanah, dan unsur lain dalam sepakbola. Maka mustahil memisahkan sepakbola dari urusan agama, karena seluruh unsurnya terkait erat dengan Tuhan.
“Termasuk kalian yang menemukan inovasi-inovasi dalam teknologi, kalian harus menemukan kesadaran bahwa ada kelembutan-kelembutan yang masuk ke dalam dirimu, berupa ide dari Tuhan yang membuat akal dan pikiranmu menjadi lebih jernih dalam berpikir, sehingga kalian menemukan inovasi yang baru,” lanjut Mbah Nun.
Ditambahkan oleh Mbah Nun, dalam Islam terdapat konsep Jaa’ilun dan Khaaliqun. Konsep Jaa’ilun adalah menciptakan sesuatu yang baru dari sesuatu yang sudah ada sebelumnya. Sementara konsep Khaaliqun adalah konsep menciptakan sesuatu yang sebelumnya tidak ada. Mbah Nun mencontohkan, ketika Allah menciptakan padi yang kemudian manusia menemukan metode mengolah padi menjadi beras, pada tahap selanjutnya manusia mengolah beras menjadi nasi, bubur, tepung dan lain sebagainya. Inilah yang dinamakan Jaa’ilun.
Kelima, ilmu kesejatian. Mbah Nun mengajak anak-anak peserta lomba Olimpiade ini belajar mengenai ilmu pohon jati, yaitu ilmu kesejatian. Ilmu yang mengajarkan bahwa segala sesuatu tidak hanya dipikirkan satu langkah dari saat ini, tetapi dipikirkan dalam jangka panjang alias bervisi ke masa depan.