Pedoman Hidup Saling Mengamankan Satu Sama Lain
Berangkat dari kesadaran prihatin menyangkut banjir yang menggenangi sebagian wilayah surabaya dirasakan perlunya mengoreksi kembali sikap kita kepada alam. Sebab, selama ini kita menganggap alam sebagai salah satu objek kerakusan serta keserakahan yang memuaskan nafsu kuasa kita dalam menjalani hidup. Jangan sampai terjadi lagi ketidakseimbangan hidup yang sebenarnya diakibatkan kesalahan dalam bersikap, memandang, dan mengelola alam.
Dengan tema “Jalma Mara Jalma Cidra” diharapkan kita menjadi jalma mara, tidak menjadi jalma yang mencederai. Maka, kita sebagai jamaah maiyah Bangbang Wetan berkumpul di Halaman TVRI Jawa Timur untuk sinau bersama menentukan pedoman hidup yang kesadaran utamanya menjadi jalma yang manfaati bagi orang lain.
Mbak Resty mengawali acara dan menyapa jamaah dengan membawakan nomor Sugeng Dalu. Menurut tadabbur saya muatannya bisa berisi tentang suara alam yang mengadu kepada manusia karena selama ini disakiti. Alam mengatakan kepada manusia agar menghentikan sikap semena-menanya kepada dirinya yang akibatnya manusia sendiri yang merasakannya. Bahwa sebenarnya alam tak pernah menginginkan bencana kepada manusia. Bencana lahir dari rasa cinta alam yang disakiti. Itulah sunnatullah.
Selanjutnya, Mas Yasin dan Mbak Tama untuk mengawali diskusi malam ini dengan membabar tema Jalma Mara Jalma Cidra. Mas Yasin mengutip dari surat Ar-Rum ayat 41 yang berisi tentang terjadinya kerusakan di darat dan laut yang disebabkan oleh ulah tangan manusia. Diingatkan bahwa pentingnya kepedulian kita terhadap tata kelola sampah. Kebanyakan dari kita kurang perhatian kepada sampah. Sehingga sampah yang kita anggap remeh dalam kesadaran hidup malah menjadi salah satu sebab utama terjadinya banjir, yang menggenangi di beberapa titik tempat di Surabaya.
Sedangkan Mas Imam Muttaqin, jamaah dari Madura, merespons dengan mengungkapkan rasa syukurnya karena dipertemukan dengan Mbah Nun lewat salah satu siaran Maiyahan di youtube. Malam ini dia datang untuk pertama kali dan merasakan atmosfer kegembiraan di Bangbang Wetan, karena diterima dengan baik oleh jamaah Maiyah yang hadir. Dari pertemuannya dengan maiyah, Dia menemukan tujuan serta ketenangan hidup dan tidak mudah menyalahkan orang.
Respons selanjutnya oleh Mbak Vena dari Malang yang juga datang pertama kali di Bangbang Wetan. Ia membagikan pengetahuannya tentang plastik. Menurutnya, tekonologi plastik kresek diciptakan agar kita menggunakannya justru untuk menyelamatkan bumi yaitu dengan cukup menggunakan satu plastik yang digunakan terus-menerus. Sehingga perlu lebik bijak bersikap dalam pengelolaan plastik kresek dalam kehidupan sehari-hari.
Selanjutnya Mbak Resty menyambut kerawuhan Mbah Nun, Mas Sabrang, Kiyai Muzammil, dan Pak Zainal dengan membawakan nomor Hanya Cinta, Celengan Rindu, dan dipungkasi dengan Syi’ir Abu Nawas . Mewakili suara hati jamaah yang selalu rindu kehadiran Mbah Nun, Mas Sabrang dan narasumber lain membersamai kita malam ini dalam sinau ilmu hidup dan nyicil sedikit demi sedikit menjawab komplekstitas zaman. Agar tidak menjadi jalma yang cidra.
Juga ada Mas Karim dari simpul Maiyah Mafaza yang menyampaikan salam al-Mutahabbina Fillah dari simpul Maiyah Mafaza Eropa kepada semua jamaah maiyah Bangbang Wetan.
Dalam kesempatan BBW kali ini, Mbah Nun memantik pembahasan dengan menyampaikan bahwa sebenarnya kita tidak pernah mendapatkan apa yang seharusnya kita dapatkan, disebabkan kita kuwalat kepada Kanjeng Nabi. Salah satu cara untuk mengurangi kuwalat adalah berdamai kepada Rasulullah. Maka mari kita membawa Islam kepada siapapun dengan cara yang bijaksana.
Mbah Nun menyampaikan bahwa, “apa yang kita cari selama ini adalah supaya aman. Supaya aman kita harus menjadi mukmin dan amanah.” Terjadinya bencana misalnya lahir dari kita tak bisa mengamankan satu sama lain, termasuk kepada alam. “Sebab yang dimaksud Allah dalam menciptakan manusia adalah karena fungsinya sebagai khalifah,” Mbah Nun menegaskan.
Makna Ghuraba
Berikutnya Mbah Nun mengajak merenungi fenomena apa yang sedang dialami oleh Umat Islam di Indonesia. Mbah Nun mengatakan bahwa Umat Islam sedang terasing. Begitu juga kita ini di Maiyah terasing oleh umat Islam kita sendiri.
Sementara itu, Mas Sabrang meneguhkan keyakinan kita mengenai orang ghuraba atau terasing itu sebenarnya malah menguntungkan Sebab, menurut Mas Sabrang, “Orang terasing bisa menguntungkan, karena yang minoritas punya naluri bersaudara lebih kuat.”
“Beruntunglah orang gharib, sebab lebih waspada, punya disiplin jarak dalam menilai sesuatu,” tegas Mbah Nun melengkapi apa yang disampaikan Mas Sabrang
Berdasarkan uraian Mbah Nun dan Mas Sabrang tentang ghuraba tersebut, diperoleh pesan agar kita tidak patah semangat terhadap apa yang sudah Allah berikan kepada kita berupa keterasingan hidup. Bahwa keterasingan hidup justru menjadi salah satu bukti rasa cinta Allah kepada kita jamaah Maiyah. Sebab Rasulullah dulu ketika melakukan perjuangan menyebarkan Islam juga mengalami keterasingan.
Menemukan Kualitas Terbaik
Kembali kepada pembahasan tentang pedoman hidup. Menurut Mas Sabrang, “Proses evolusi adalah mereplikasi kualitas terbaik dari proses hidup lebih lama. Kalau Anda menganggap kualitas terbaik adalah popularitas, maka kita tidak akan bisa menjawab masalah. Kalau yang direplikasi adalah manfaat, maka, orang berlomba untuk saling bermanfaat satu sama lain.”
“Kalau kita konsentrasi pada satu generasi, kita tidak akan memecahkan masalah. Karena masalah datang dari berbagai generasi. Cara menyelesaikan masalah adalah menstrukturkan regenerasi untuk menemukan cara yang terbaik dalam memecahkan masalah,” sambung Mas Sabrang
“Menemukan kualitas yang terbaik adalah untuk mereplikasi asas manfaat.” Itulah garis bawah kesimpulan Mbah Nun atas apa yang disampaikan Mas Sabrang
Salah satu cara untuk menemukan pedoman hidup dalam Islam adalah mendirikan shalat. “Mendirikan shalat adalah supaya shalat menjadi dirimu. Supaya shalat menjadi bagian dari hidupmu. Sebab shalat adalaj suatu mekanisme untuk membangun hubungan kita kepada Allah,” ungkap Mbah Nun
Pak Zainal dari PENS juga menanggapi apa yang menjadi tema tadi malam. Menurutnya, “Dalam kegiatan sekolah atau bekerja, kita usahakan menciptakan lingkungan di masyarakat agar merasa aman dan bukan sebaliknya memberikan ancaman. Dari jalma mara jalma cidra menjadi jalma mara jalma ayem tentrem.”
“Apa yang Anda lakukan dalam bermaiyah malam ini merupakan akibat masa depan. Maka jangan melakukan sesuatu yang berakibat kemudharatan masa depan. Maka lakukan segala sesuatu yang bermanfaat untuk masa depan,” Mbah Nun menegaskan pedoman hidup kita dalam bermaiyah.
Kemudian, Mbah Nun memungkasi sinau tadi malam dengan menceritakan tentang proses produksi film berjudul TETA (Terima kasih Emak Terima kasih Abah). “Salah satu pemeran sekaligus produsernya adalah Bu Novia. Film TETA akan tayang pada akhir Maret. Tugas kita adalah menonton ibumu. Sebab itu film menceritakan tentang keluarga sehari-hari, tidak ada kemewahan atau selebritis didalamnya,” pesan Mbah Nun.
Terakhir sekali, doa bersama dipimpin oleh Kiyai Muzammil dan doa ini adalah wujud ngalem kita kepada Allah agar bersedia menghidayahi kita kemantapan dalam menemukan pedoman hidup yang output-nya adalah kebermanfaatan satu sama lain.