Pawiwahan Ageng
Pawiwahan berasal dari kata wiwaha, kata dari bahasa jawa kuno yang artinya pesta bertemunya pengantin setelah pernikahan. Ageng biasa diartikan besar. Pawiwahan Ageng secara harfiah bisa diartikan pesta besar untuk mensyukuri sebuah pernikahan, karena sejatinya pernikahan adalah sesuatu yang agung dan sakral dalam perjalanan hidup manusia yang sangat perlu disyukuri.
Pernikahan adalah penyatuan dua mahluk untuk selaras secara lahir batin melaksanakan amanah luhur dari Allah serta menjalankan sunnah Rasul yang ditandai dengan sebuah perjanjian kokoh yang di dalam Al-Qur’an disebut dengan istilah mitsaqon gholidzo.
“Maha Suci Tuhan yang telah menciptakan pasangan-pasangan semuanya, baik dari apa yang ditumbuhkan oleh Bumi dan dari diri mereka maupun dari apa yang tidak mereka ketahui,” bunyi Surah Ya Sin Ayat 36.
Apabila kita tadaburi ayat tersebut, semua diciptakan berpasangan baik yang ada di bumi atau dalam diri kita sekalipun. Seperti siang dan malam, panas dan dingin, akal dan nurani, yang sejatinya semuanya berbagi atau bergantian tanpa saling mengalahkan.
Di sebuah acara tasyakuran pernikahan Mbah Nun pernah mengemukakan, bahwa di dalam skala makro kehidupan ada beberapa perjodohan, antara lain: Tuhan dengan semua ciptaan-Nya; manusia dengan alam; pemerintah dengan rakyat; laki-laki dengan perempuan. Tentunya semua itu bisa kita gali lebih jauh untuk mendapatkan mutiara kehidupan.
Kesempatan rutinan Pasebanan kali ini bertepatan dengan peringatan hari lahirnya Sang Manusia Agung, yakni Nabi Muhammad SAW yang menjadi suri tauladan kita semua. Dengan landasan mengikuti tuntunan beliau, ada beberapa warga dan pamong Paseban yang pada bulan Maulud kali ini telah melaksanakan aqdun nikah. Sudah sepatutnya seluruh keluarga besar Paseban juga ikut mangayubagya kegembiraan ini. Semoga, para “Pengantin Paseban” dapat membentuk sebuah keluarga sakinah, dengan bekal mawaddah serta rahmah dari-Nya.