CakNun.com

Pak Soegiono yang Saya Kenal

Fahmi Agustian
Waktu baca ± 2 menit

Saya tidak ingat kapan pastinya pertama kali berkenalan dengan Pak Soegiono. Yang saya ingat adalah kesan pertama Pak Soegiono yang sangat akrab, meskipun dengan orang yang baru pertama kali ditemui.

Tentu saja, kabar meninggalnya Pak Soegiono sangat mengagetkan. Kematian memang selalu datang tiba-tiba. Tanggal 24 Juli 2020 lalu adalah momen terakhir kali bertemu Pak Soegiono di Jakarta. Saat itu, Mbah Nun bertemu dengan Pak Franky Welirang. Pak Franky adalah sahabat Mbah Nun. Sementara Pak Soegiono adalah salah satu orang kepercayaan Pak Franky, praktis setiap kali Mbah Nun bertemu Pak Franky, ada Pak Soegiono di situ.

Sebagai seorang profesional, Pak Soegiono memiliki kapabilitas mumpuni dalam bidang bisnis. Akhir 2017 silam, dalam momen Rembug Maiyah, Pak Soegiono diminta panitia Rembug Maiyah untuk mengisi materi dalam satu sesi diskusi. Kedekatan Pak Franky dengan Mbah Nun tampaknya membuat Pak Soegiono tertarik mendalami pergerakan Maiyah. Maka ketika Pak Soegiono diminta menyampaikan materi pada Rembug Maiyah 2017, beliau sangat antusias.

Pada momen Menyorong Rembulan di Menturo, Jombang 2018, Pak Soegiono turut hadir. Secara mandiri, beliau datang ke Menturo dari Jakarta PP, tanpa merepotkan siapa-siapa. Dan ketika sampai di Menturo, Pak Soegiono pun menyapa setiap orang yang ia temui, tanpa beban apapun, rileks saja meskipun bertemu dengan orang yang baru ditemui. Sikap santun Pak Soegiono ini yang bagi saya pribadi sangat berkesan dan selalu terngiang.

Setiap kali bertemu, salah satu yang ditanyakan adalah Kenduri Cinta, juga Simpul Maiyah lainnya. Pak Soegiono sangat senang jika mendengarkan perkembangan terkini dari setiap Simpul Maiyah. Beberapa kali beliau hadir di Kenduri Cinta, tidak sebagai narasumber, tetapi ikut menikmati kegembiraan yang berlangsung dalam forum itu.

Salah satu hal yang sangat khas dari Pak Soegiono adalah pulpen dan kertas yang selalu beliau bawa. Beliau bukan anti teknologi, tetapi sepertinya sangat menikmati budaya menulis secara langsung. Sebagai seorang profesional yang bergelut dalam perusahaan atau bisnis, beliau tentu sangat teliti dan detail terhadap hal-hal kecil. Mungkin, dengan menulis secara langsung lebih mudah bagi beliau untuk mengingat sesuatu hal yang dianggap penting.

Setiap bertemu dengan orang baru, cara Pak Soegiono berkenalan unik. Beliau memanfaatkan pulpen dan kertas yang dibawa, kemudian meminta orang yang ada di dekatnya untuk menuliskan nama dan nomor kontak handphone-nya. Kelak, di kemudian hari tiba-tiba Pak Soegiono menghubungi nomor tersebut. Mungkin sekadar bertanya kabar, atau berkirim foto melalui Whatsapp. Sepele mungkin bagi sebagian orang, tetapi sangat berkesan.

Kepergian Pak Soegiono adalah duka mendalam kita di tahun ini, setelah sebelumnya kita kehilangan Syeikh Nursamad Kamba dan Bunda Cammana beberapa waktu yang lalu. Mereka adalah orang-orang baik, orang-orang yang setia, orang-orang yang tidak hanya dituakan tetapi juga patut diteladani.

Secara personal, Pak Soegiono adalah orang yang sangat baik, teliti, telaten, detail dalam menjelaskan sesuatu, dan ketika berdiskusi pun menyimak dengan penuh perhatian kepada orang lain yang berbicara. Kabar meninggalnya Pak Soegiono tentu kembali memunculkan memori pertemuan demi pertemuan dengan Pak Soegiono secara sangat jelas.

Selamat jalan Pak Soegiono.

Lainnya

Topik