Nabi Tidak Mengklaim Kenabian
Gagasan mukjizat sebagai cara Tuhan membenarkan klaim kenabian, sebagaimana pandangan ahli teologi, tidak ada dalam catatan sejarah autentik kenabian. Ayat-ayat pertama dari kitab suci — yang mengandung anjuran membaca dan pentingnya ilmu pengetahuan — sejatinya berorientasi pada pendekatan persuasif. Yang hendak dibangun melalui risalah itu adalah keyakinan faktual.
Orang-orang yang bergabung ke dalam agama berdasarkan keyakinan faktual–bukan hasil indoktrinasi — dengan menyaksikan sendiri sosok pembawa risalah, adalah orang yang paling jujur dan dipercaya. Pun, memiliki kepercayaan diri begitu rupa sehingga tidak memerlukan mekanisme lain untuk meyakini kebenarannya. Beliau tidak mengklaim kenabian sebagaimana anggapan para ulama tradisional, melainkan diberi wahyu untuk disampaikan kepada umat manusia.
Gagasan mukjizat muncul pada masa pasca-kenabian, ketika keyakinan malah dibangun dengan indoktrinasi, sehingga tidak faktual — seiring dengan upaya mengarahkan ajaran agama kepada keperluan kekuasaan.