Mukjizat
Bentuk mukjizat masa kini tidak lagi berkutat pada keajaiban yang menyalahi keteraturan, tapi justru pada keteraturan itu sendiri. Terbitnya matahari dari timur sejak berjuta-juta tahun dalam satu orbit dari timur ke barat adalah keteraturan yang benar-benar mukjizat. Spons atau bunga karang yang sudah terpotong-potong, dan setiap potongannya membentuk dirinya kembali menjadi spons yang sempurna, pun mukjizat.
Tumbuh-tumbuhan yang ditanam dari tangkainya, atau dari bijinya, masing-masing tumbuh dan menciptakan struktur baru serta mengembalikan bagian-bagian yang hilang: cabang, ranting, dan daun, juga mukjizat. Persis seperti juga gen manusia yang memuat seluruh organ-organnya, yang termuat dalam sel-selnya. Semua itu mukjizat.
Fakta-fakta ilmiah sungguh menakjubkan, tapi narasi keagamaan masih melanjutkan kepercayaan klasik bahwa mukjizat adalah keajaiban yang meyalahi keteraturan dan konsistensi hukum alam. Fakta bahwa setiap bagian kehidupan sampai yang sekecil-kecilnya mampu merekonstruksi diri, sesungguhnya jauh lebih menakjubkan daripada kemampuan akrobatik tukang sulap memotong-motong sapu tangan sampai beratus-ratus potongan dan mengembalikan seperti semula. Anehnya, narasi keagamaan — yang dibangun berdasarkan kepercayaan di luar fakta ilmiah — hanya terkesan menekankan pada keyakinan. Padahal, keyakinan tidak mungkin dicapai tanpa fakta.