Menyongsong Revolusi Satu Indonesia
Emha Ainun Nadjib
Waktu baca ± 3 menit
Dengan nama Tuhan Yang Maha Esa
- Bangsa dan Negara Indonesia sedang ditindih dan ditimbun oleh wabah Corona dengan infrastruktur sistem yang tidak benar-benar siap meladeninya, seperti juga kebanyakan Negara-negara di dunia yang dalam “critical situation” oleh multiefek pandemi. Tetapi saya mendapat informasi dan optimisme bahwa kelompok kepemimpinan bangsa besar ini sedang mempersiapkan diri untuk menggebrak sejarah dengan langkah Revolusi Satu Indonesia. Indonesia tidak mau rugi dua kali: sudah jatuh, tertimpa tangga pula. Indonesia tidak sedang menunggu bencana yang lebih besar lagi dibanding wabah Corona. Indonesia bukan Rahwana yang beku menantikan maut dihimpit oleh dua gunung: pandemi itu sendiri dan kehancuran sosial ekonomi.
- Corona tidak dibiarkan menjadi satu-satunya konsentrasi, apalagi yang diderita secara traumatik. Justru sekarang ini adalah momentum emas bagi bangsa Indonesia, untuk berpikir ulang secara mendasar atas seluruh kondisi dan situasi bangsanya. Revolusi Satu Indonesia, atau apapun namanya, adalah kesadaran untuk bukan hanya “restart”, tapi menemukan “hard reset”nya sendiri dengan Operating System yang baru, yang tidak menjadi ekor dan pelengkap penderita dari “global hard reset” dunia. Indonesia berpeluang mengambil laba sejarah. Bukan laba dalam arti memanfaatkan kapitalisasi dan kekaburan fakta kompleks Corona untuk kepentingan pribadi atau kelompok. Melainkan untuk “membalap dunia di tikungan”, membangun kembali keIndonesiaan politiknya, perekonomian dan kebudayaannya, dilandasi oleh perenungan baru karakternya, mental dan moralnya, di dalam suatu keseluruhan dan komprehensi sistem yang baru – dengan kesadaran terhadap kekayaan sejarah sejauh-jauhnya ke belakang maupun futurologi cerdas ke depan.
- Pengalaman Corona sudah sangat cukup bagi bangsa Indonesia untuk hari ini juga memulai kecerahan suasana hati nasionalnya, mengakhiri “pertengkaran rumahtangga” yang seolah tak habis-habisnya, ikhlas mengubur permusuhan, kebencian, penghardikan dan penghinaan sesama bangsanya sendiri. Corona memaksa kita “stay at home dan merenung”. Tak hanya di rumah masing-masing keluarga, tapi juga bangsa Indonesia merenung kembali di rumah besar Indonesia Raya. Semua pihak, golongan dan kelompok dalam satuan apapun sudah saatnya memulai mengIndonesia kembali. Tak masalah ada Islam ada non-Islam, silahkan Cebong, Kampret atau Kadrun, bagus ada latar belakang dan identitas bermacam-macam: semua itu kekayaan, kecuali kalau pijakan dan golnya bukan Satu Indonesia. Bangsa Indonesia menggeliat dan bangkit untuk menemukan kesadaran barunya, mengakhiri kesalahan dan menemukan update kebenaran keIndonesiaannya. Wabah Corona merupakan petunjuk dan pertolongan dari Tuhan Yang Maha Esa, yang bangsa Indonesia memaknainya sebagai kelahiran dan kebangkitan baru, mencerdasi kembali kesadaran sejarahnya, menegakkan kembali kedaulatannya, kemandirian dan harga dirinya.
- Kepemimpinan Indonesia sedang menggodog semacam prinsip dan operating system yang baru, dari yang kultural filosofis hingga yang teknis strategis. Dunia akan menyaksikan Satu Indonesia, Negara yang menemukan kedewasaan dan kematangannya – karena belajar kepada kekayaan sejarahnya. Indonesia tidak bisa lagi dikerdilkan oleh pertengkaran dan permusuhan emosional dan rasis, egosentris dan primordial. Dengan tokoh-tokoh nasionalnya yang unik, tentaranya yang sakti dan mumpuni, polisinya yang sangat berpengalaman, rakyatnya yang sangat tangguh – Indonesia bukanlah boneka atau follower model kekuasaan Dunia, karena punya karakter dan tujuan hidupnya sendiri. Indonesia bukan salah satu gerbong Globalisasi. Karena globalisasi sudah secara substansial mengaburkan eksistensi Negara. Apalagi kereta api sejarah bangsa Indonesia memiliki terminal awal dan terakhirnya sendiri. Sekaranglah momentumnya bagi Indonesia untuk menentukan sendiri ukuran-ukurannya tentang Negara, pembangunan, kemajuan dan masa depan kehidupannya secara mendasar dan menyeluruh. Indonesia tegak dadanya dan tidak menundukkan muka di hadapan dunia.
- Pemimpin Indonesia segera memilih secara tepat inti potensi masa depannya, para Sesepuh, Tetua, Cendekiawan dan Punakawan bangsa Indonesia dan mengajak mereka segera berkumpul untuk bersama menemukan landasan-landasan sejarah yang mendasar dan urgen, kemudian mempertimbangkan hal-hal di atas, serta merumuskan masa depan yang menyelamatkan dan menyejahterakan anak cucu bangsa besar kesayangan Allah ini di masa depan. Termasuk menimbang peluang Indonesia menjadi Negara Desa, sebagai aplikasi keIndonesiaan dari Negara Bangsa, bukan Negara Metropolitan, Kapitalisme, Sosialisme dll.
- Presiden dan Pemerintah Satu Indonesia sadar bahwa “momentum ini adalah extra-ordinary”. Bahwa mereka bukanlah kumpulan orang-orang kerdil yang mengandalkan jabatan dan berlaku menguasai. Melainkan wong-wong agung, manusia-manusia dengan kebesaran jiwa dan kebijaksanaan hidup, yang membersamai seluruh rakyatnya memfokuskan kesungguhan hati, kecerdasan pikiran dan ketangguhan kerja kerasnya untuk merintis kembali Negara yang dewasa, Pemerintah yang jujur dan patuh, rakyat pekerja keras yang kreatif dan mampu menakar kesejahteraan lahir batin masa kini hingga masa depannya. Bangsa Indonesia tidak akan memilih yang kedua, ketika sejarah mengganjalnya untuk memilih: “Berubah atau punah”.
- Kita berdoa dan mendorong agar yang kita songsong itu akan sungguh-sungguh hadir.
Jombang – Yogya
3 Juli 2020
Emha Ainun Nadjib