Mengidentifikasi Diri Dengan Islam
Perbedaan itu berubah menjadi malapetaka ketika hati sudah dirasuki oleh ambisi pribadi dan hasrat-hasrat duniawi; ketika ada yang merasa benar sendiri lantas ingin menguasai; ketika perbedaan itu dilembagakan dalam wujud madzhab, aliran, atau organisasi, lalu setiap orang mengidentifikasikan dirinya dengan lembaga-lembaga tersebut atau kepada para pemimpinnya; dan lebih parah lagi ketika perbedaan tersebut bercampur aduk dengan kepentingan politik.
Sebenarnya perseteruan sebagai akibat dari pelembagaan dan kepentingan politik ini bisa dieliminir setidaknya ditekan ke titik yang rendah, jika lembaga-lembaga tersebut sekadar dijadikan baju bukan identitas dan sebagai sarana (washilah) bukan tujuan (ghayah), sehingga terhindar dari ashabiyah.
Jika setiap muslim konsisten (istiqamah) mengidentifikasi diri dengan Islam (bukan madzhab, aliran, organisasi, atau partai), dan menjadi pengikut Muhammad Saw (bukan pengikut syaikh, kyai, ustadz), serta berjuang dan berdakwah mengajak manusia kepada Islam, bukan kepada paham atau ideologinya, maka perbedaan tidak akan menjadi masalah besar.