CakNun.com
Majelis Ilmu Bangbang Wetan Surabaya, 25 Oktober 2020

Menemukan Kata Kunci Sabar dan Meningkatkan Kapasitas Komprehensi Manusia di Maiyah

Amin Ungsaka
Waktu baca ± 8 menit

Bangbang Wetan 25 Oktober 2020 mengambil tema Hayya Alal Amal untuk merespon piweling Mbah Nun pada ultah Bangbang Wetan bulan lalu. Pada ultah bulan lalu Mbah Nun menyampaikan bahwa kita harus berani mbrasak masa depan dengan optimisme dan kreativitas, serta memperbanyak intensitas sujud kita.

Bertempat di gedung kosong samping Cahaya Grafika, Pandegiling, Surabaya, kami mengadakan Sinau Bareng dengan mengundang jamaah terbatas dan livestreaming akun Youtube Bangbang Wetan.

Bangbang Wetan kali ini dibersamai oleh komunitas banjari dari Bonek Maiyah Kandangan — dengan nomor-nomor shalawat yang dipersembahkan. Dan pembacaan puisi “Muhammadkan Hamba Ya Rabbi” karya Mbah Nun oleh Mbak Ajeng. Kedua persembahan itu mengantarkan kita pada nuansa yang kompatibel dengan rasa syukur kita pada bulan ini, sebagai bulan kelahiran Kanjeng Nabi Muhammad.

Pada pukul 20.00 WIB, acara diawali dengan nderes Al-Qur’an surat At-Thur oleh Ajib dan Yasin. Dan dilanjutkan wirid dan shalawat yang dipandu oleh Cak Lutfi.

Selanjutnya sesi mbabar tema, Pak Mataki, jamaah Bangbang Wetan yang aktif sejak 2012 dan Pak Kanif jamaah awal Padhang mBulan, diminta untuk maju ke depan — merespons dan menceritakan pengalaman selama bermaiyah.

Pak Kanif bercerita bahwa Padhangmbulan dulu bagi jamaah merupakan ruang untuk update informasi terkini seputar politik dan isu-isu nasional — yang tak ditemukan dari media lain waktu itu. Beliau menambahkan bahwa Padhangmbulan sering dihadiri oleh artis ibukota yang ingin sinau di Padhang mBulan. Nah, Pak Kanif salah satu jamaah yang menurutnya merasa bersyukur bisa bertemu langsung dengan artis ibukota yang hadir.

Berbeda dari Pak Kanif yang bercerita kisah Padhangmbulan dulu, Pak Mataki bercerita kisah awal pertemuannya dengan Bangbang Wetan. Beliau datang ke Bangbang Wetan karena sering didatangi Mbah Nun lewat mimpi. Sebab kala itu Pak Mataki sedang mencari tombo dan dianjurkan ngaji Mbah Nun oleh anaknya. Pak Mataki mengungkapkan bahwa di Bangbang Wetanlah beliau menemukan tombo yang dicari waktu itu.

Bahkan ketika Cak Amin menanyakan kenapa kok Pak Mataki setiap Maiyahan selalu memancarkan wajah bahagia? Beliau menjawab, “halah urip ning dunyo iku seng digoleki opo maneh mas. Seneng yo wes ngunu iku. Susah yo wes ngunu iku. Seng penting diwehi dowo umure, iso ketemu dulur-dulur Maiyah”. Mungkin kalimat itulah menjadi tombo dari yang selama ini Pak Mataki cari. Bagi Pak Mataki, tak ada alasan lain dalam hidup ini selain berbahagia.

Piweling dari Pak Mataki itulah yang membuat kita malam itu semakin bersemangat untuk Sinau Bareng menuju kapasitas kolektif. Cak Amin dan Mas Acang memoderatori sesi Sinau Bareng Mas Sabrang yang tersambung melalui Zoom malam itu. Cak Amin mempersilakan Mas Sabrang untuk menyapa jamaah.

Mas Sabrang menyapa kita dengan ungkapan syukur karena kita bisa bertemu melalui livestreaming. Sebab menurut Mas Sabrang bertemu jarak jauh tak apa daripada tidak sama sekali. Kita yang datang di lokasi dapat menyimak pemaparan Mas Sabrang dari layar proyektor yang kami sediakan. Dan yang mengikuti lewat livestreaming juga dapat menyimak dengan menghadap layar gadget masing-masing.

Kata Kunci Sabar dan Kesadaran Terhadap Waktu

Mas Sabrang mengawali diskusi untuk merespons tema itu dengan berpijak pada surat Al-Anfal ayat 65 — yang ternyata justru disuruh sabar. Dalam keadaan seperti ini justru jalan terbaiknya adalah sabar. Dengan analogi cuma butuh orang sepuluh lawan seratus, dan orang seratus lawan seribu bisa menang, dengan kata kunci asal sabar.

Mas Sabrang melanjutkan bahwa definisi sabar tidak sederhana, karena itu tipis dengan menyerah. Sabar itu bukan menyerah. Sabar itu kesadaran bahwa strategi terbaik adalah mengamati, bekerja dengan silent, mengukur energi untuk apa yang bisa kita kerjakan dengan efektif. Dan satu properti penting dari sabar adalah kesadaran bahwa teman dekatnya adalah waktu. Orang sabar itu harus paham bahwa temannya adalah waktu. Jadi tidak kesusu soal waktu. Dan kalau kita mau menganalisis bahwa teman terkuat dan terhebat kita, ya waktu. Kita punya musuh siapapun, dengan sabar kita bisa membunuhnya. Ditunggu saja kematiannya, sebab semua orang akan mati.

Nah menurut Mas Sabrang bersabar adalah yang paling primer saat ini menghadapi ketidakpastian keadaan misalnya ribut soal Omnibus Law, pandemi, dan masalah ekonomi.

Definisi Sikap Sabar dan Level Merespon Keadaan

Mas Sabrang meneruskan tentang definisi sabar walaupun berposisi baik tapi berposisi paling rendah dalam merespons keadaan. Bukan tidak baik sabar itu. Tapi sabar itu koordinatnya adalah kita mendapat sesuatu dari luar terus coba tidak kita pahami tapi menahan respons kita. Jadi penampungannya misalnya seember, dikasih air bertahan terus dengan bersabar, maka itu akan ada limitnya. Maka di atas sabar ada level berikutnya yang bisa diraih yaitu husnudhon. Terhadap sesuatu yang datang, tidak hanya ditahan responsnya, tapi kita percaya bahwa kita akan menuju sesuatu yang baik. Kapasitasnya akan jauh lebih tinggi daripada kita hanya sabar.

Kalau husnudhon sudah kesulitan untuk ber-husnudhon, ada level berikutnya yang bernama syukur. Syukur itu dalam keadaan buruk sekalipun, kita nilai sebagai bentuk cinta Allah kepada kita. Kita diberi kesempatan hidup dan mengalami keadaan itu, berarti ada kesempatan untuk tumbuh daripada kita berhenti sekarang. Jadi tak harus menunggu besok, dalam keadaan sekarang pun sudah bisa bersyukur. Kalau sudah kesulitan bersyukur, ada level berikutnya yang namanya ikhlas. Ikhlas itu sudah tidak ngomong keadaan ini mau kemana dan bagaimana, tapi kesadaran bahwa semua yang terjadi adalah atas izin Allah. Sebab tidak mungkin sesuatu itu terjadi kalau tidak atas izin Allah. Kita ikhlas, karena kita memahami kejadian terjadi karena memang seharusnya terjadi.

Konsep Mewariskan Etos Perjuangan ke Generasi Berikutnya

Selanjutnya ada pertanyaan dari Mas Acang tentang bagaimana cara mewariskan etos perjuangan ke generasi berikutnya. Atas pertanyaan itu Mas Sabrang menawarkan konsep bahwa keberhasilan berbuat baik, bukanlah pada hasil apa yang kita lakukan dalam berbuat baik. Tapi pada kemauan kita mengambil keputusan berbuat baik daripada berbuat yang tidak baik. Jadi tidak menunggu besok terhadap hasil usahanya. Kita bertahan pada berbuat baik, kita bertahan pada suatu prinsip yang kita ketahui saat itu. Bukan bermaksud keras kepala, melainkan itu merupakan suatu hal yang patut diikuti.

Mas Sabrang mengambil contoh misalnya kalau di Jawa ada tokoh Rama, Pandawa, atau Para Nabi. Lantas Mas Sabrang bertanya apakah tokoh-tokoh tersebut mengalami keberhasilan dan kebahagiaan? Kalau kita menelusuri cerita Rama, kita akan menemukan pemahaman bahwa Rama adalah seorang raja yang sengsara hidupnya. Misalnya istrinya diculik, untuk menghindari fitnah dia harus mengungsikan anak dan istrinya. Pokoknya hidup Rama sebagai raja gak enak. Begitu juga dengan kisah Nabi Ayyub, Nabi Yusuf, dan Nabi yang lain. Tapi yang membuat kita terus mengenang beliau adalah dalam keadaan gak enak sekalipun, beliau tetap bertahan pada apa yang dia percayai sebagai kebenaran. Dan itu menurut Mas Sabrang merupakan bukti keberhasilan berbuat baik — tidak menunggu hasilnya seperti apa. Sehingga kalau ngomong soal perang panjang, tes utamanya adalah bagaimana kita konsisten terhadap apa yang kita percayai sebagai kebaikan.

Menemukan Cara yang Efektif dalam Membentuk Atmosfer Belajar Anak

Melanjutkan respons dari pertanyaan Mas Acang di atas, Mas Sabrang mengajak kita supaya ingat pengalaman. Misalnya kalau kita punya masalah di dalam pekerjaan, membuat kondisi hati kita gak enak, dan ekpresi wajah apa yang kita tunjukkan ketika pulang ke rumah? Apakah ekspresi frustrasinya? Yang kita tunjukkan mestinya adalah senyum dan tetap semangat — meski kondisi hati sedang nggrantes, supaya anak tak tahu kondisi sebenarnya yang kita rasakan itu, sehingga tidak membentuk atmosfer buruk bagi proses belajar anak. Itu sebenarnya naluri untuk menurunkan naluri semangat tadi ke anak. Sebab yang membuat atmosfer anak adalah orangtua.

Kalau orangtua adalah implementasi dari apa yang dipercayai di filsafat itu tadi, anaknya otomatis akan menyerap itu. Karena cara belajar anak tidak instan. Tidak harus sekarang dan secara verbal. Anak bukan kita kasih tahu lantas langsung memahami, sebab anak berada pada atmosfernya sendiri untuk mengumpulkan data dan tidak tahu di-load kapan untuk menjadi perilaku.

Maka untuk mengamankan itu, buatlah atmosfer seperti yang ingin diturunkan. Kalau atmosfernya adalah berbuat baik tanpa henti, karena kita adalah ejawantah dari konsep itu, maka anak akan menangkap itu.

Symbolic, Memecahkan Wicked Problem

Pertanyaan berikutnya dari Mas Acang tentang wicked problem. Menurut Mas Sabrang wicked problem itulah yang akan dipecahkan oleh Symbolic. Jadi kita tidak bisa melihat Symbolic dengan paradigma seperti yang sebelumnya.

Contoh sederhananya adalah misal kita punya motor, kalau kita ingin motor terbaik di dunia, apa yang kita lakukan secara logika sederhana? Logika sederhananya kita mengumpulkan semua motor yang ada di dunia. Kita cari busi paling bagus punya siapa, sasis, ban, dan kelengkapan motor lain yang terbaik punya siapa. Kita preteli semua yang merupakan kelengkapan terbaik dari masing-masing motor dan kita kumpulkan jadi satu motor. Apakah yang terjadi? apakah akan menjawab kita mendapatkan motor terbaik? Bisa kabelnya tidak nyambung, katupnya besar sebelah yang mengakibatkan bocor, bisa juga businya kebesaran, dan segala macam.

Nah itu cara berpikir kita sekarang. Misalnya kita mau memperbaiki Indonesia, kita mengumpulkan konsep pendidikan, ekonomi, kesehatan dan yang lain — yang menurut kita terbaik untuk diambil. Jadi seperti membuat motor terbaik dengan cara me-mreteli komponen-komponen yang menurut kita terbaik. Jadinya bukan motor, karena membuat motor itu ada faktor lain yang penting, yang bukan komponennya. Yaitu relasi antar komponen, hubungan antar komponennya. Nah wicked problem adalah masalah yang sangat kompleks, yang tidak ada buku manualnya. Wicked problem ini adalah masalah yang kita hadapi bersama di dunia, yang semua berhubungan satu sama lain.

Misal masalah kemiskinan, bagaimana cara menyelesaikan permasalahannya? Ngasih uang? Wong masalahnya mereka bukan masalah cari uangnya, masalah mereka adalah ketidakmampuan me-manage uang. Mau dikasih uang berapapun pasti akan habis. Misalnya cara kita supaya dia bisa me-manage uang adalah dengan pendidikan. Kita masuk pendidikan untuk menemukan efektifitasnya. Untuk menguatkan pendidikan kita masuk ekonomi. Untuk mengetahui kepentingan politik dan undang-undangnya kita masuk dunia politik. Hanya masalah satu tentang kemiskinan, kompleks hubungannya luar biasa dengan yang lain. Jadi untuk memecahkan masalah itu tidak simpel, apalagi kalau masalahnya tentang society.

Tarik-ulur Motif Mapping dan Kapasitas Komprehensi Manusia

Nah di dunia yang kita alami semua itu tarik-ulur, yakni tarik-ulur motif mapping. Motif mapping itu yang namanya kepentingan. Semua titik mempunyai kepentingan, menyeimbangkannya bagaimana? Gak gampang nih. Karena semua yang berlaku sekarang adalah implementasi mereka yang mencoba memecahkan masalah. Mereka adalah gagasan solusi terhadap sebuah masalah. Cuma kadang-kadang solusi itu tidak nyambung satu sama lain. Jadi malah bertabrakan antar solusi tersebut. Terus bagaimana masalah kompleks seperti ini untuk memecahkannya? Yang utama adalah meningkatkan kapasitas kolektif.

Mas Sabrang menambahkan pemahamannya tentang kapasitas dan tumbuh manusia. Semua manusia terlahir berawal dari bayi dan tidak tahu apa-apa, semua sama. Yang membedakan adalah kecepatan pertumbuhan dan lamanya mau tumbuh.

Misal jika ada orang yang uangnya sudah seratus triliun dan punya perusahaan banyak, maka targetnya tiap tahun adalah meningkatkan profit. Karena memang naluri tumbuh pada manusia seperti itu, selalu terus berusaha menjadi lebih baik.

Nah lebih baiknya ini ada banyak hal. Ada yang baiknya dalam hal ilmu, ada dalam hal harta, dan yang lain. Kenapa Symbolic pertama masuknya adalah pada posisi ilmu, karena ilmu yang mempengaruhi semua. Kemampuan untuk berkembang dalam urusan harta, berhubungan dengan ilmu. Dan yang ingin meningkatkan pengaruhnya berhubungan dengan ilmu. Dan itulah yang paling murah.

Dan ilmu itu urusannya hanya dengan waktu. Seberapa banyak waktu yang akan kita investasikan untuk bisa mengembangkan ilmu. Sebagaimana pesan yang disampaikan Mbah Nun kepada Mas Sabrang ketika kecil, “kumpulkan kuncinya, jangan berpikir kapan ketemu lemarinya. Tapi kalau kamu sudah punya kunci, kamu ketemu lemari kapan saja, kamu siap kuncinya.”

Mas Sabrang punya metodologi untuk meningkatkan kapasitas komprehensi. Menurut beliau untuk bisa mengkomprehensi, dalam satu waktu berapa informasi yang mampu kita tahan dalam sadar ini. Semakin kita bisa menahan banyak, maka komprehensi kita akan semakin lebar. Nah tapi itu juga ada faktor alam. Ada yang dilahirkan kapasitasnya banyak, ada yang dilahirkan kapasitasnya sedikit. Dan Symbolic ke depan akan menyediakan metodologi untuk men-upgrade komprehensi kapasitas itu supaya lebih luas. Yang penting sekarang Symbolic bisa bertahan hidup terlebih dahulu: bergantung pada kepedulian user untuk menghidupi dan kemauan untuk saling berbagi di Symbolic.

Symbolic Membangun Atmosfer Berbuat Baik dan Proses Peer Review

Aplikasi Symbolic merupakan salah satu ejawantah dari atmosfer berbuat baik yang dibangun Mas Sabrang. Dalam aplikasi tersebut, Mas Sabrang membangun atmosfer perilaku berbuat baik manusia yang disebut dengan konsep digital ethnology. Aplikasi yang membangun kebiasaan manusia dalam berbuat baik dan berbagi kebermanfaatan bagi sekitarnya.

Perlu diketahui bahwa Symbolic juga membangun proses peer review. Proses peer review adalah bahwa tidak ada kebenaran satu orang atau satu kelompok. Semua ide ditabrakkan, tinggal menunggu waktu, ide siapa yang bertahan. Semakin dia efektif, semakin dia baik, sepanjang waktu dia akan terus bertahan. Itu merupakan penemuan terbesar dari sains. Sebab kita tidak bisa memungkiri bahwa modern ini terbentuk dari kemajuan pada penemuan sains. Patut disayangkan bahwa peer review itu belum diimplementasikan pada keputusan sosial. Maka Symbolic berusaha mengimplementasikan peer review itu untuk menjadi keputusan sosial.

Salah satu orang yang merasakan manfaat dari Symbolic adalah Cak Amin. Berangkat dari kecenderungan masyarakat yang hanya berkumpul pada satu bidang kecenderungan masing-masing — tak mau bergabung atau berkomunal gagasan dengan kecenderungan lain, maka menurut Cak Amin Symbolic-lah merupakan gagasan solusi dari permasalahan yang salah satunya dialami Cak Amin. Sebab beliau bisa belajar apa saja. Bisa berkumpul dari berbagai gagasan dan kecenderungan solusi untuk meningkatkan kapasitas kolektif atau kapasitas komprehensi.

Di puncak kegayengan sinau malam itu, yang paling bisa dilakukan dalam sudut pandang Maiyah adalah saling menguatkan satu sama lain. Karena semakin susah kita mendapatkan ilmu, maka semakin mudah ilmu itu masuk. Dari kesadaran saling menguatkan tersebut, Mas Sabrang menutup pertemuan dengan metodologi belajar, “dalam keadaan sabar, tingkatkan kapasitas komprehensimu”.

Surabaya, 26 Oktober 2020

Lainnya

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Setelah Wirid Wabal yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat “Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit” kemudian dimulai dengan sesi prolog.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta

Topik