Membangun Imun Lewat Jalan Iman
Epilog
Kapankah Pandemi ini berakhir? Jawabannya wallahu’alam. Tentu semua kita berharap agar kita dapat segera kembali menjalani kehidupan seperti sediakala, normal yang memang normal. Bila berkaca pada rekam jejak kerabat Corona, sesama keluarga virus-virus Influenza yang pernah hadir sebagai pandemik di dunia ini, maka masa kehadiran mereka adalah sbb:
- Flu Spanyol H1N1: 1918- 1919 (durasi 1,5 tahun)
- Flu Asia H2N2: 1957-1958 (1 tahun)
- Flu Hongkong H3N2: 1968-1969 (1 tahun)
- Flu Burung H5N1 1997-2019: (22 tahun)
- Flu Babi, mutasi Influenza A subtipe H1N1: 2009-sekarang
- SARS: 2002-2004 (2 tahun)
- MERS: 2012-2015 (3 tahun)
Bercermin pada sejarah tersebut, belum ada pandemi yang berlangsung di bawah durasi satu tahun, maka terbayangkah di hadapan kita dan sudah siapkah kita bila memang perjuangan “melawan” pandemi Corona ini akan berlangsung lama?
Ketika seruan untuk “social distancing” mulai dikendorkan, ketika dengan “terus terang” pemerintah mengatakan “berdamai” (baca: menyerah) pada pandemi, maka bagaimana bila saatnya kita lebih mengkampanyekan seruan untuk memperkokoh “spiritual connecting”? Dalam buku Lockdown 309 tahun, Mbah Nun mengatakan, “Kalian tidak punya pertahanan badan, tidak punya vaksin jasad, tetapi tidak pula berikhtiar untuk membangun pertahanan qudrah, pertahanan ruhaniyah, memohon kasih sayang Allah. Apakah kalian memang diam-diam punya mindset bahwa Allah itu tidak berkuasa? Sehingga dalam keadaan darurat pun tidak ada upaya vertikal untuk memohon perlindungan Tuhan?
Malah seharusnya, sebagaimana atmosfer yang ada di Maiyah, kerinduan untuk gondhelan ning klambine Kanjeng Nabi” memperkokoh pertalian “segitiga cinta dan dialektika syafaat” sejak dari awal kita gaungkan sebagai pilar-pilar utama dalam menghadapi wabah ini.
Tapi…, adakah “orang modern” yang mau percaya ?
Sangatta, 7 Juni 2020