CakNun.com

Membangun Imun Lewat Jalan Iman

dr. Ade Hashman, Sp. An.
Waktu baca ± 11 menit

Lima jalan Iman memperkuat Imun

1. Kebersihan diri & memutus rantai infeksi

Bila di dunia kesehatan ada semboyan “kebersihan adalah pangkal kesehatan”, maka dalam term agama ada pesan yang nilai dan maknanya lebih tinggi lagi bahwa “kebersihan adalah bagian dari keimanan”. Dalam semboyan itu, seolah-olah dikatakan orang yang hidupnya tidak bersih lahir dan batin, maka imannya tidak sempurna. Iman mempersyaratkan bagi pelakunya untuk hidup bersih lahir dan batin.

Kebersihan yang komprehensif mencakup seluruh spektrum dimensi kehidupan. Jauh sebelum WHO menjadikan cuci tangan 6 langkah sebagai protokol kesehatan yang penting, Rasulullah Saw, misalnya, menganjurkan umatnya untuk mencuci kedua telapak tangannya saat pertama kali bangun dari tidur (HR. Bukhari).

Aktivitas rutin harian lainnya menjaga kebersihan lahir dan batin ini juga lewat berwudhu. Wudhu selain mensucikan hadats juga membersihkan 7 anggota tubuh yang terpapar dunia luar dan membasuh 5 panca indera (penglihatan, pendengaran, penghidu, lidah perasa dan kulit sentuhan). Pada kulit manusia, ada sekitar 180 miliar mikrobioma. Di karang gigi kita ada sekitar 1 trilyun mikrobioma dan sekitar 100 milyar hidup di air liur kita.

Wudhu dalam konteks ini merupakan tindakan “pengenceran populasi mikroorganisme” tersebut, sehinga menurunkan risiko penyimpangan oportunistik bagi diri kita. Dalam tata laksana wudhu ada aktivitas yang cukup langka dijalani orang yakni istinsyaq, membasuh hidung dengan cara menghisap air bersih dari lubang hidung lalu mengeluarkannya kembali. Aktivitas demikian di luar wudhu, hanya dilakukan oleh dokter THT ketika mereka tengah melakukan irigasi nasal untuk membersihkan area lubang hidung hingga wilayah nasopharyng yang tersembunyi. Mbah Nun dalam suatu kesempatan acara Maiyah juga pernah mengatakan, perbanyak berwudhu untuk menghadapi pandemi Corona ini.

Segala aktivitas thaharah (bersuci) memiliki kontribusi dalam memutus mata rantai penularan penyakit infeksi, dus mengurangi beban berat bagi sistem imunitas kita.

2. Makan yang halal dan thoyib & Imunitas

Di antara teori asal-usul keberadaan virus Novel Corona adalah kebiasaan masyarakat di pasar Wuhan, yang memperdagangkan hewan-hewan liar eksotik untuk dikonsumsi. Presiden ahli penyakit infeksi Dr. Asok Kurup mengatakan “manusia dan satwa-satwa liar tidak ditakdirkan hidup berdampingan”, jika dipersatukan dalam rentang waktu yang lama seperti di pasar Wuhan maka akan terjadi wabah seperti ini!”.

Di antara hewan yang sempat menjadi sorotan adalah Kelelawar. Kelelawar menjadi menarik dibahas karena, ia merupakan hewan yang “unik”; ia satu-satunya mamalia yang dapat terbang, hidup secara nokturnal (daur hidup malam hari) dan sekujur tubuhnya menjadi inang komensal bagi Corona virus.

Dr Leong Hoe Nam, ahli infeksi dari Mount Elizabet Centre Singapore setelah mengetahui apa yang berlangsung di pasar Wuhan, dalam sebuah film dokumenter berjudul “Corona Virus The Silent Killer” mengatakan: “Kita harus mempertimbangkan kembali, apa-apa yang layak kita konsumsi”. Bila dikaitkan dengan sebuah hadits (riwayat Al-Baihaqi), kelelawar adalah di antara hewan yang jangankan diperkenankan untuk dikonsumsi, untuk dibunuh pun dilarang.

Tuhan secara tersurat memerintahkan manusia untuk memperhatikan makanannya (QS 80:24). Bahan-bahan untuk mengganti struktur bagian tubuh yang aus dan rusak tentu diambil dari makro dan mikronutrient dari zat-zat yang terkandung dalam makanan. Bila dianalogikan produk furniture, maka suatu produk akan lebih bermutu jika dirakit dari bahan mentah yang kualitasnya tinggi pula, begitu pula tubuh kita. Rumus mendasar Al-Qur’an, manusia diperintahkan untuk mengkonsumsi makanan yang halal dan thoyib. Halal berarti sah secara hukum Fiqh, sementara thoyib adalah makanan yang kondisinya baik secara kualitas, proporsional sesuai kondisi, dan memenuhi kaidah higienis dan standar gizi. Kualitas dan kelengkapan makanan penting untuk membangun sistem imunitas.

Dalam buku “Lockdown 309 tahun”, mbah Nun sekilas menyinggung bahan bumbu dapur dari rempah-rempah sbb: ada semacam “atmosfer atau tradisi rempah-rempah” yang sudah melingkupi keseharian badan rakyat dan udara Indonesia sejak dahulu kala, sehingga ada semacam imunitas khas Indonesia yang dunia ilmu pengetahuan belum memahaminya. Secara logis, apa yang dimakan oleh seseorang tentu akan mempengaruhi konstitusi tubuhnya. “You are what you eat”, begitu kata kalangan Nutrisionist.

Di antara bahan rempah-rempah yang tersaji di bumi Nusantara, telah dikenal dan diteliti dapat menjadi bahan imunomodulator (penguat sistem imunitas) seperti: kunyit, jahe, kunir, kayu manis, cengkeh, bawang putih, bawang merah dll. Dengan mengkonsumsi bahan-bahan alami, segar, asli dari sumber sendiri di bumi khatulistiwa yang kaya kandungan mineral dan disirami matahari tropis, Insya Allah status imunitas kita akan lebih terjaga dengan baik.

3. Puasa dan Imunitas

Penelitian di University of Southern California menginformasikan bahwa puasa memicu “saklar regenerasi”, yang mendorong meregenerasi seluruh sistem kekebalan tubuh. Selama rentang panjang kita mengkonsumsi sesuatu, selain menghasilkan kalori, makanan yang dikonsumsi itu juga menyisakan “sampah-sampah” metabolik berupa protein yang rusak. Periode lapar selama berpuasa membuat tubuh akan membersihkan “sel-sel zombie”, menyapu bersih elemen-elemen dalam diri yang menua, yang tidak efisien dan yang rusak.

Ada mekanisme yang diistilahkan sebagai proses AUTOFAGI selama berpuasa. Adalah Prof. Dr Yoshinori Ohsumi, pada tahun 2016, mendapat hadiah Nobel Fisiologi setelah meneliti dengan baik peristiwa Autofagi tersebut. Autofagi merupakan suatu proses yang membantu menjaga keseimbangan antara pembentukan, pemecahan, dan daur ulang produk-produk sel. Proses autofagi ini adalah mekanisme utama yang digunakan sel, untuk mengalokasikan ulang nutrien dari proses yang tidak perlu kepada proses yang lebih penting. Ketika seseorang mengalami sensasi “lapar”, maka sistem dalam tubuhnya akan mencoba menghemat energi dan salah satu hal yang dilakukannya adalah mendaur ulang banyak sel kekebalan yang tidak diperlukan, terutama yang mungkin rusak” untuk diresintesis kembali.

Para ilmuwan di University of Southern California juga menyebut puasa selama 3 hari dapat meregenerasi seluruh sistem kekebalan tubuh; termasuk memperbaiki kualitas imunitas pada kelompok yang rentan seperti orangtua dan mereka yang menjalani kemoterapi.

Puasa ibarat menjalani “tune up” rutin mesin metabolisme. Ada berbagai puasa yang ritmenya dapat dilakukan yang terkategori dalam ritme tahunan, bulanan, mingguan, atau harian.

  • Tune up tahunan: puasa Ramadhan & puasa Syawal
  • Tune up bulanan: puasa ayyamul bidh pada 13-14-15 H
  • Tune up mingguan: puasa Senin-Kamis
  • Tune up harian: puasa Daud

“Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui” (QS 2:184). Berpuasa memperbaiki kualitas imunitas kita.

4. Sholat Tahajjud dan Imunitas

Shalat merupakan simbol totalitas ketundukan seorang hamba kepada Khalik-Nya yang diekspresikan dengan ketundukan seluruh dimensi diri (hati, akal dan raga).

Dengan bahasa populer, mungkin dapat dikatakan bahwa dalam ibadah shalat terkandung aspek Olah Rasa, Olah Rasio sekaligus Olah Raga. Orang yang dengan disiplin, tertib dan teratur beraudiensi dengan Allah Tuhan pemilik semesta jagad ini, hatinya akan tenteram karena tidak ada yang lebih tenteram di dalam hidup ini kecuali hati yang selalu tersambung kepada-Nya, hati yang sadar bahwa Dia Maha Memelihara dan Melindungi hamba-hamba-Nya, hati yang mengerti bahwa Allah tidak pernah bosan untuk senantiasa membuka Rahmat dan Kasih Sayang-Nya setiap waktu. Hati yang paham bahwa Dia melarang rasa putus asa hinggap dihati para hambaNya dan hati yang mengerti pada-Nyalah tergenggam segala perbendaharaan yang ghaib.

Orang-orang yang senantiasa mentadabburi semua fenomena sunatullah (segala penciptaan-Nya di langit dan di bumi) dalam rangkaian bacaan shalat, akalnya akan terasah cerdas. Dan orang yang selalu bergerak menyesuaikan dengan gerakan-gerakan fitrah dalam ibadah shalat dengan kaifiyat yang benar penuh thuma’ninah fisiknya akan sehat. Orang yang melakukan shalat, hatinya tenang, pikirannya cerdas dan fisiknya sehat.

Adalah Prof Moh. Sholeh yang membuat disertasi penelitian berjudul “Pengaruh Shalat Tahajjud Terhadap Peningkatan Perubahan Respon Ketahanan Tubuh Imunologik: Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi”. Ringkasnya, hasil penelitian yang kabarnya mendapat sertifikasi WHO ini, memberi kesimpulan bahwa orang yang melakukan sholat Tahajjud secara kontinu, tepat gerakannya (kaifiyat-nya), maka secara medis aktivitas itu dapat menumbuhkan respons ketahanan tubuh, khususnya peningkatan imonoglobin M, G, A dan limfosit.

5. Jalan-jalan Spiritual (Do’a, Sholawat & Istighfar)

Izinkan saya mengutip do’a dan dzikir yang mudah dan sederhana untuk di amalkan “Ucapkan: Qul huwallahu ahad (Surat Al Ikhlash) dan dua surat pelindung (Al-Falaq dan An-Naas) ketika sore dan pagi hari sebanyak tiga kali, maka surat tersebut akan melindungimu dari segala mara bahaya”. (H.R Tirmidzi).

Rasulullah Saw bersabda, “Seorang hamba yang berkata (berdoa) pada pagi setiap hari, dan pada sore setiap malam, sebanyak tiga kali: bismillahilladzi laa yadhurru ma’as-mihi syai-un fil ardhi wa laa fissamaa-i, wa huwas samii’ul ‘aliim. (Dengan nama Allah yang bila disebut, segala sesuatu di bumi dan langit tidak akan berbahaya, Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui), maka tidaklah berbahaya baginya apapun juga” (Akan terhindarlah dia dari bahaya apa saja). (HR Bukhari, Muslim, Abu Dawud, Tirmizi, Nasa’i dan Ibnu Majah).

Di dalam Qur’an ada ayat yang menyatakan “Dan Allah sekali-sekali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidak pula Allah mengadzabmu, sedang engkau minta ampun kepada-Nya” (QS 8:33). Mentadabburi kutipan ayat tersebut, maka ada dua perkara yang dapat menyelamatkan kita dari azab yakni “Ber-sholawat dan ber istighfar”.

Bagi orang beriman, Corona virus bukanlah urusan medis murni semata yang terlepas dari kekuasaan Ilahi. Orang beriman tidak memutus segala peristiwa teresterial di bumi ini dengan tautan transendental di langit. Doa-doa dapat menjadi senjata untuk menghadapi ancaman dan marabahaya bagi kehidupan kita. Rasulullah bersabda, “Doa adalah senjata seorang Mukmin dan tiang (pilar) agama serta cahaya langit dan bumi.” (HR Abu Ya’la). Pada-Nya sepenuhnya kita sandarkan keselamatan hidup kita dan kita bermohon untuk ketepatan memahami dan memaknai peristiwa yang ada.

Lainnya

Topik