Memanjat Pohon Paternalisme
Kalau seorang Kiai memanjat pohon kelapa, setiap anggota jamaahnya juga akan memanjat pohon kelapa. Di satu pihak pola demikian bisa dipakai untuk mobilisasi pembangunan atau menjangkaukan kekuasaan. Tapi di lain pihak kecenderungan ini terbukti banyak menghambat kreativitas dan dinamika membangun.
Seorang Ustad muda coba masuk ke dalam atmosfer budaya paternalistik demikian di suatu daerah. Dengan berbagai cara ia mencoba mengurai situasi, membebaskan komunitas dari pertalian vertikal yang membabi buta. Sedemikian menariknya yang ia lakukan sehingga akhirnya ia memperoleh banyak pengikut, dan semakin hari semakin membengkak saja. Sampai suatu hari mendadak ia menjumpai dirinya sebagai patron baru, yang tak kalah angkernya dibanding patron-patron tradisional yang ditumbangkannya. Dengan pilu ia menyaksikan siapa dirinya: pemimpin baru, panutan baru, idola baru, ‘mesiah’ baru, juragan baru, yang duduk angker di tengah kisaran mekanisme sektarianisme yang baru.