CakNun.com

Maiyah, Ilmu Navigasi Hidup Plus

Muhamad Reiza Whisnu Adji
Waktu baca ± 3 menit
Foto: Adin (Dok. Progress)

Jika kita akan mudik nyetir mobil sendiri, sebelum hari-H kita sudah sibuk dengan berbagai persiapan. Cek mesin dan ban, isi bahan bakar ‘fulteng’, cek klakson juga penting, termasuk persiapan uang recehan untuk pak ogah, kenclengan masjid atau untuk uang perdamaian dengan aparat. Pemilihan rute juga menentukan kelancaran dan kenyamanan perjalanan nanti.

Dulu rute favorit saya mudik dari Jakarta ke Jogja adalah jalur utara, Brebes lalu potong ke selatan sebelum masuk kota Tegal, melewati Bumiayu – Ajibarang – Kroya, selanjutnya ikut jalur selatan memasuki kota kelahiran menjelang Maghrib. Jalan alternatif ini tidak begitu lebar namun jarang ada kemacetan. Dari sekitaran Tegal hingga Kroya selalunya saya mengubah frekuensi radio ke AM untuk mendengarkan siaran radio lokal yang penyiarnya sering membacakan pantun jenaka dengan logat yang khas yang membuat seiisi mobil tertawa terpingkal.

Pernah suatu ketika saya tersesat karena coba-coba potong kompas. Setelah tanya sana-sini akhirnya saya memutuskan untuk berputar kembali ke jalan utama.

Proses atau akitivitas dalam mengarahkan kendaraan dalam perjalanannya dari Jakarta ke Jogja itu dalam dunia penerbangan lazim disebut navigation. Dengan mengerti ilmu navigasi sebuah perjalanan akan nyaman, aman, selamat sampai tujuan. Bonus: menyenangkan.

Hanya saja navigasi penerbangan agak lebih kompleks dan detail.

Penentuan titik koordinat keberangkatan dan tujuan harus benar-benar akurat. Arah dan kekuatan angin juga harus dikalkulasi betul, karena akan berpengaruh kepada konsumsi bahan bakar dan jika ada cross wind kuat akan mampu membuat pesawat drifted dan deviated dari track yang direncanakan. Berapa berat pesawat ketika take off dan landing harus sudah dihitung sebelum pesawat berangkat, supaya tidak melebihi limitasi maksimumnya.

Teknologi gelombang radio seperti stasiun radio AM/FM juga digunakan pada alat bantu navigasi udara. Pilot harus menyetel frekuensi receiver di pesawat sesuai dengan frekuensi transmiter darat agar bisa menangkap sinyal dengan baik sehingga pesawat tetap berada di track yang benar dan terbang mengarah ke pemancar yang dimaksud (homing). Alat pemancar ini dipasang di bandara atau di satu titik yang dilalui oleh jalur penerbangan. Baik buruknya sinyal radio tergantung dari cuaca, lokasi pemancar, dan juga jarak atara receiver dan transmiter. Kepekaan receiver juga berpengaruh.

Kalau dalam penerbangan yang cuma berberapa jam itu terlihat betapa pentingnya pengetahuan bernavigasi agar tidak disorientasi dan selamat sampai tujuan, bagaimana dengan perjalanan yang jauh lebih panjang, misalkan sebuah perjalanan hidup seseorang? Tingkat keruwetan permasalahannya pastilah lebih tinggi. Ancaman disorientasi adalah laten yang siap muncul kapan saja. Tidak perlukah ilmu navigasi dalam hidup ini? Sedangkan seekor burung merpati adalah ahlinya navigasi. Lebah adalah pilot handal yang tidak mungkin tidak tahu mana titik berangkat mana titik tujuan dan kemana bakal kembali.

Alhamdulillah dalam hidup ini saya diperkenalkan dengan Maiyah. Maiyah membantu dalam berproses menemukan diri yang sejati, sebagai titik berangkat. Namanya juga proses, selalu berjalan. Usaha yang terus-menerus dilakukan karena titik kesejatian tidak akan pernah dicapai. Dia bukan satu tempat, atau tingkatan, atau garis finish. Ianya dinamis. Banyak tantangan juga sehingga mengasikkan.

Maiyah mengabarkan dengan gamblang tentang apa tujuan hidup, bagaimana harus menjalaninya, serta rute mana yang ditempuh, apa yang seharusnya melandasinya. Maiyah menginformasikan mana gelombang yang dipancarkan dari Transmiter yang sejati, bahkan selalu memandu untuk terus-menerus tuned-in dengannya. Maiyah mewaspadakan akan adanya gelombang-gelombang palsu dari pemancar-pemancar semu, spleteran yang akan mengganggu proses menuju final destination itu. Maiyah mengajarkan cara-cara pembersihan receiver masing-masing kita agar dapat senantiasa peka terhadap sinyal.

Bersamaan dengan proses itu, Maiyah selalu setia menemani ketika di tengah jalan ada kesulitan. Maiyah menyemangati saat dilanda kelesuan. Maiyah membukakan jalan pikiran manakala ada kebuntuan. Melonggarkan ketika berkesempitan. Menghibur yang berkesedihan. Maiyah memandirikan di tengah-tengah ketergantungan. Maiyah meng-orangtua-kan di kondisi ke-yatimpiatu-an. Maiyah mengkayakan di tengah kepapaan.

Maiyah adalah ilmu navigasi yang komprehensif yang dibutuhkan dalam menjalani hidup sehingga seseorang selalu berkesadaran bahwa dia berangkat dari, berjalan di dan homing ke Yang Satu.

Maka, sebagai rasa syukur atas karunia ini, kuhaturkan Alfatihah khususku untuk manusia yang senantiasa mengajariku ber-Maiyah.

Yaa Rabbi, jagalah Ia.
Yaa Hayyu, panjangkan umurnya.

Putrajaya, 27 Mei 2020

Lainnya