CakNun.com

Mafaza sebagai Perhimpunan Indonesia 3.0

Mafaza
Waktu baca ± 3 menit

Tadi malam, Sabtu 31 Oktober 2020, pukul 19.30 WIB atau pukul 14.30 waktu Eropa, berlangsung silaturahmi teman-teman Mafaza Eropa dengan Marja Maiyah (Mbah Nun, Yai Tohar, dan Mas Sabrang), tim koordinator Simpul Maiyah dan beberapa teman penggiat Kenduri Cinta Jakarta. Silaturahmi daring ini dilaksanakan melalui aplikasi zoom.

Sebenarnya, jika tidak ada wabah Covid-19, simposium internasional yang telah direncanakan tahun lalu oleh teman-teman Mafaza akan dilaksanakan di Amsterdam tepat pada hari kemarin.

Silaturahmi via online semalam itu sendiri akhirnya menjadi tombo kangen para penggiat simpul Mafaza kepada Mbah Nun, Yai Tohar, dan Mas Sabrang.

Selain menyampaikan paparan kegiatan dan rencana agenda simpul Mafaza ke depan, teman-teman Mafaza secara khusus mengulas topik Revolusi Hulu Hilir yang disarikan dari tajuk dengan judul yang sama yang ditulis Mbah Nun. Tajuk tersebut diitulis Mbah Nun dalam rangka satu tahun Mafaza.

Sebagai titik tolak ilmu pada silaturahmi tadi malam, Mbah Nun berpesan kepada penggiat Mafaza, agar Simpul Maiyah ini bisa bertransformasi menjadi seperti organisasi Perhimpunan Indonesia dengan versi terbaru, versi 0.3, yang bisa menimbang masalah dengan lebih komprehensif dan tidak hanya berorientasi kepada aspek materialisme semata.

Merespons keadaan dunia yang semakin kacau balau, Mbah Nun memberikan pesan dengan mengutip Surah Al-Anfal ayat ke-65 yang berisi seruan kepada Nabi untuk mengobarkan kepada mukminin semangat perang dan kewajiban untuk bersabar. Mbah Nun memantik sebuah pertanyaan kenapa dalam ayat tersebut digunakan kata mukminin dan bukan muslimin atau yang lainnya. Mbah Nun juga menyinggung tentang kewajiban sabar bagi mukminin yang bisa berimplikasi pada naiknya kekuatan mukmin dalam perbandingan 1 : 10 seperti tertera pada ayat tersebut.

Lebih jauh lagi Mbah Nun berpesan untuk terus-menerus sungguh-sungguh kepada Indonesia. Bersikap tafaqquh , serius, dan sabar bahkan untuk tidak mendapat hasil apapun. Sebab khidmat kita sebagai penggiat di masing-masing simpul adalah hanya Allah sebagai tuan rumah kehidupan kita.

Dalam sesi pertama, Mbah Nun mengingatkan kembali untuk setia pada jawaban kita sebelum dilahirkan ke dunia. Alastu birobbikum? Qolu bala syahidna. Seberapapun jangkauan ide dan laku kita, dasar kesadaran gerak dan tujuan langkah kita tetap Allah.

Mas Sabrang merespons diskusi dengan mengelaborasi delapan jenis memori yang tersimpan dalam diri manusia. Mas Sabrang juga menyinggung tentang scientific perspective dan religion perspective . Bahwa ketegasan ruang hitam dan putih seringkali justru ditemui dalam perkara sains. Ruang abu-abu dalam sains diperkenalkan belum terlalu lama dengan istilah fuzzy logic. Keluwesan perspektif justru mudah sekali ditemukan dalam agama. Bagaimana misal dalam Islam ada terminologi gradasi wajib, sunnah, mubah, makruh, dan haram. Maka dari pemahaman tersebut, Mas Sabrang mempertanyakan kepada khalayak yang sering bertanya apa peran maiyah langsung dan riil alam peradaban manusia? Mas Sabrang berpendapat bahwa apa yang dilakukan Maiyah justru rigid dengan menyediakan tanah yang diperlukan bagi setiap ide dan gagasan untuk tumbuh.

Pak Toto Raharjo juga membenarkan apa yang telah disampaikan Mas Sabrang. Dalam sebuah gerakan sosial, Maiyah tidak membatasi bahkan memberikan penyeragaman kepada setiap simpul untuk melakukan gerakan sosial di masyarakat. Setiap simpul dapat secara egaliter menentukan apa yang perlu dan dapat dilakukan dalam melakukan gerakan sosial bersama masyarakat, sebab haruslah ada keluwesan yang mengakomodasi kelokalan masing-masing simpul.

Mafaza menjawab tajuk Revolusi Hulu Hilir dengan menerbitkan buku yang direncanakan terbit tahun depan. Buku tersebut berisi perspektif dari penggiat Mafaza tentang tema-tema yang menjadi bidang masing-masing penggiat. Buku tersebut diharapkan mampu mengupas setiap permasalahan secara lebih komprehensif dengan dilengkapi ilmu-ilmu yang didapat selama ber-maiyah. Diskusi berlanjut dengan sesi tanya jawab hingga tengah malam dan ditutup dengan doa dari Mas Afif, penggiat Kenduri Cinta.

Lainnya

Perhimpunan Indonesia Mafaza

Perhimpunan Indonesia Mafaza

Kebetulan (=Kebenaran) Mafaza

Sinau Bareng edisi khusus Mafaza berlangsung secara daring pada 31 Oktober 2020, dan untuk itu kami berterima kasih kepada Cak Nun, Pak Toto, Mas Sabrang, teman-teman Progress, serta koordinator Simpul Maiyah yang telah berkenan meluangkan waktu membersamai kami.

Ahmad Karim
Ahmad Karim
“Silat Lidah” Cendol versus Boba

“Silat Lidah” Cendol versus Boba

“Hidangan lokal akan tetap bisa mempertahankan eksistensinya di tengah derasnya arus budaya asing yang masuk ke Indonesia jika generasi muda mampu menyajikannya secara tepat tanpa menghilangkan personalitas dari hidangan Nusantara”.

Andhika Yopi Setyawan Putera
Andhika Yopi SP