Legislasi s-U-ka s-U-ka
Sungguh beruntung rakyat Indonesia memiliki wakil-wakil yang mempunyai akhlak tinggi setingkat wali. Sedemikian tulus ikhlas niatnya, beritikad baik membangun negara, dan berprasangka baik secara total sehingga bersedia untuk mengesahkan Undang-undang yang bahkan belum selesai draft-nya. Wakil rakyat yang mulia itu rela bekerja keras sidang hingga larut malam — bahkan di musim pandemi — semata-mata demi kepentingan rakyat Indonesia. Bagaimana caranya supaya rakyat bisa gampang mendapatkan roti walaupun hanya sebagai kuli di negeri sendiri.
Hanya kemanfaatan dan kebaikan yang ada di benak mereka sehingga mereka tidak mementingkan detail aturannya. Mereka mengutamakan isi bukan kulit. Mereka pastilah orang-orang yang telah mencapai makrifat sehingga lebih mementingkan hakikat dibandingkan syari’at. Mereka mempercayai supremasi keadilan, bukan supremasi hukum, sehingga lebih mengutamakan esensi dari peraturan tanpa perlu mempedulikan detail peraturan yang menjadi acuannya.
Motto mereka bekerja adalah “kalau bisa dipermudah kenapa harus dipersulit” . Sehingga semangat mereka adalah memudahkan urusan asalkan untuk kepentingan rakyat. Mereka tidak akan merasa perlu repot-repot untuk mendengarkan masukan dan mendiskusikannya. Apalagi men-challenge draft UU yang disodorkan kepada mereka. Cukup dengan teriakan setuju, semua urusan beres. Sangat mempermudah. Sehingga produktivitas legislasi wakil rakyat ini akan meningkat sesuai dengan amanah dan bayarannya. Ini adalah terobosan luar biasa dalam kinerja parlemen dan patut dicontoh oleh negara demokratis manapun di dunia. Draft UU cukup berupa judul, outline, dan ringkasan atau esensi dari isinya. Detail pasal dan ayatnya diserahkan kepada yang berkepentingan untuk mengisi sesuka hatinya, toh semua orang akan mengedepankan kepentingan orang banyak di atas kepentingannya sendiri.
Dalam kehidupan sehari-hari tentu mereka adalah figur teladan dan contoh sempurna kedermawanan bagi lingkungannya. Mereka makhluk ruhani yang hanya mengerti kebaikan dan tidak lagi memikirkan dunia.
Sehingga saya membayangkan ketika mereka melakukan pembayaran, mereka akan mengeluarkan cek kosong dan membiarkan orang yang dibayar mengisi sendiri jumlah uangnya. Ketika bertransaksi jual beli, mereka akan menyerahkan kepada partner transaksinya untuk menentukan harga. Mereka percaya dan total berprasangka baik pada semua orang. Tidak ada satu pun titik noda kedengkian di hati mereka.
Oleh karenanya siapapun saja yang berdemonstrasi menyatakan pendapatnya menolak kebaikan ini adalah penjahat dan sampah masyarakat, sehingga anak-anak muda demonstran itu diancam akan dicatat partisipasi kejahatannya dan akan menempel selamanya di CV mereka. Layaknya tahanan politik yang telah melakukan kudeta.
Dan kelihatannya banyak orang setuju dengan ini semua. Bahkan juga pakar-pakarnya. Terbukti jarang yang bersuara berbeda. Mereka bahkan berkomentar bahwa UU yang baru disahkan ini adalah bayi yang lahir caesar, keluar sebelum waktunya. Anak lahir dari caesar sama sekali bukan masalah, apalagi kalau caesar itu dilakukan sebagai tindakan darurat untuk menyelamatkan nyawa ibu dan anaknya. Jadi sebenarnya ok-ok saja.
Jarang ada yang berpikir bahwa ini adalah anak haram yang lahir dari akad yang tidak jelas dari orang tuanya.
Tidak perlu belajar hukum tata negara untuk mengetahui keanehan ini. Tetapi bahkan tidak banyak ahli hukum tata negara yang bisa melihatnya, atau paling tidak berani bersuara untuk mempersoalkan kejanggalannya. Kelihatannya setan memang telah tuntas mengerjakan tugasnya di negeri ini, membuat orang-orang memandang baik perbuatan jahatnya. Yang pelan-pelan merusak dan menyeret Indonesia ke jurang kebinasaan. Memang sungguh mulia para wali wakil rakyat ini yang kelihatannya percaya bahwa puncak pencapaian spiritual adalah fana. Sehingga puncak eksistensi adalah justru ketika kita berhasil meniadakan eksistensi kita sendiri. Punah dari percaturan dunia.