Kuwalat Kanjeng Nabi
Di antara 260 juta keluarga-keluarga Indonesia, di mana pun saja berada, adakah yang mengalami sakit sebagaimana yang diumumkan tentang gejala-gejala keterjangkitan virus Corona, tetapi tidak sepengetahuan dan tidak dalam perawatan Rumah Sakit, yang kemudian meninggal? Menurut para ahli virus Corona sudah mulai menyebar sejak Desember tahun lalu, kemudian masuk Negeri kita sekitar Februari dan Maret. Berarti, dipantau atau tidak, terdeteksi atau tidak oleh verifikasi medis, tidak mustahil virus itu sudah menyebar ke mana-mana. Maka, sekali lagi, adakah keluarga Indonesia yang meninggal tanpa pernah ketahuan sebagai korban Corona? Kalau ada, berapa kira-kira jumlahnya?
Kalau masa inkubasi Corona 14 hari, misalnya awal Maret 2020 ada yang terjangkit, entah terdaftar resmi atau tidak, seharusnya hari-hari ini terdengar banyak kabar tentang orang meninggal di sana-sini. Kalau seorang Doktor dari Malaysia mengatakan bahwa Indonesia adalah bom waktu Corona, maka ratusan atau ribuan orang mati se-Indonesia itulah mungkin wujudnya atau faktanya.
Sampai hari ini hal itu terjadi atau tidak? Seorang Dokter Maiyah merespon dua hal. Pertama, bandingkan data resmi tentang jumlah yang meninggal berdasarkan laporan Pemda DKI dengan yang resmi nasional. Kedua, bom waktu itu mungkin belum terjadi, karena pusat grosir Corona di Indonesia adalah Jakarta. Butuh waktu untuk menjadi bom nasional.
Karena “bom Corona Indonesia” itu belum meledak, maka saya mencari segala cara untuk membangun kegembiraan dan optimisme. Kemarin sudah disiksa oleh tamu: “jangan bermimpi menunggu redanya Corona ini seminggu-dua minggu, sebulan-dua bulan, setahun-dua tahun, 2022 atau 2025. Semua rakyat Indonesia bahkan seluruh penduduk Bumi harus mulai belajar untuk menerima virus Corona, sebagaimana virus flu yang lebih ringan, sebagai anggota keluarganya yang permanen dan sah. Harus siap bahwa Covid-19 ini tidak akan pernah sirna sampai selamanya, terutama karena kreativitasnya sangat tinggi untuk bermutasi dan melakukan penyesuaian diri, mengubah wujud dan perannya terus-menerus sedemikian rupa.”
Kemudian ditambah lagi oleh tamu dari Solo: “Manusia di dunia sedang harus mengalami perubahan peradaban yang mendasar. Untuk itu jer basuki mawa bea-nya adalah kemusnahan separo penduduk dunia. Yang 15% dibunuh oleh wabah. Yang 10% mati karena khaos, bunuh membunuh. Yang 25% bencana alam dari gempa bumi, tanah longsor, badai es hingga super-tsunami. Kamu tahu cacing-cacing yang keluar dari tanah itu. Pusatnya bukan di Pasar Gede, melainkan di sekitar bangunan di pojoknya yang sejak sekian abad silam berfungsi Jaga Negara. Itu informasi bahwa akan terjadi bencana alam tidak kecil, dan pusatnya adalah kota tempat kelahiran Sang Penyempurna Kehancuran. Yang wajar dipilih oleh rakyatnya yang memang tidak waspada dan main-main dalam ber-Negara.”
Stres parah dan parno dong kita semua. Semalam ada tamu lain lagi yang menganjurkan kita ber-astaghfirullah sebanyak-banyaknya, dan kapan saja ingatan dan kesadaranmu “on”, maka yang pertama harus diingat adalah Allah Swt. “Negara kita ini Kaum Musliminnya terbanyak sedunia. Coba kalian hitung kembali, apakah kehidupan Islam seperti yang kita laksanakan selama inikah yang dulu diaspirasikan oleh Rasulullah Muhammad Saw? Jangan-jangan kita ini bukan Kaum Muslimin, melainkan Kaum Mu’awiyin, yang menomorsatukan kekuasaan dan kemegahan dunia. Kenapa percontohan peradaban yang dirintis oleh Kanjeng Nabi 13 tahun di Madinah tidak pernah dijadikan rujukan utama membangun Peradaban Muslim di Negeri ini, bahkan juga di seluruh dunia? Coba pelajari secara detail sosial budayanya, sistem politik kekuasaannya, perputaran perekonomiannya dll. Jangan-jangan kita ini berabad-abad, utamanya di zaman modern ini, adalah mukadzdzibuna bid-din, pendusta-pendusta Agama. Nah sekarang kita kuwalat oleh cinta suci dan kemuliaan hidup Kanjeng Nabi”.
Saya ingat di Kadipiro Teater Perdikan sedang sibuk latihan drama “Sunan Sableng dan Paduka Petruk” ketika mendadak lantas dipotong oleh Corona. Salah satu yang diungkapkan oleh Sunan Sableng, salah satu tokoh di drama itu adalah bahwa Kaum Muslimin sedunia dan ummat manusia sedang kuwalat oleh Kanjeng Nabi Muhammad Saw.
“Ummat manusia mengalami kerusakan dan kebobrokan yang tak habis-habisnya. Itu sumber nyata kenapa ummatnya Nabi Muhammad sendiri terus-menerus mengalami kekalahan dan kehinaan di muka bumi sebelah mana pun”.
“Kebanyakan manusia diam-diam berpandangan bahwa Muhammad adalah orang awam, tidak sekolah, bukan cendekiawan atau intelektual. Itu membuat mereka merasa aman ketika sangat minimal menggunakan akalnya, sangat rendah kadar berpikirnya, sangat bias pola pandangnya terhadap kehidupan, terhadap manusia, terhadap Tuhan dan Agama, termasuk terhadap diri mereka sendiri. Seluruhnya itu berlangsung karena mereka aslinya meremehkan Kanjeng Nabi Muhammad.”
“Replikasi atau pewarisan kualitas-kualitas paling rendah dari kemanusiaan. Meskipun sebagian manusia mampu menemukan dan membangun kecanggihan teknologi berkualitas tinggi, pada praktiknya hanya digunakan untuk menebarkan kerendahan dan kehinaan nilai. Bangsa yang dipimpin oleh Paduka Petruk sangat efektif dan ber-speed tinggi untuk meluncurkan keadaan mereka dari Ahsani Taqwim menuju atau menjadi Asfala Safilin. Dari setinggi-tinggi dan semutu-mutu makhluk menjadi serendah-rendah dan sekonyol-konyol makhluk”.
Menurut Sunan Sableng: Semua faktor yang menandai keharusan terjadinya Hari Kiamat sudah lengkap, dan semua itu sekarang sudah berada di sekitar kita, bahkan sudah berlangsung pada diri kita sendiri. Pada hakikatnya, peradaban yang sekarang berlangsung sudah semakin pandai mengkiamatkan dirinya sendiri. Maka kenapa Kiamat tidak segera dieksekusi. Ke mana arah dan di mana ujung perjalanan ummat manusia ini kecuali akan hancur oleh kemewahan duniawi mereka dan kemanjaan mental mereka.
Sunan Sableng menjelaskan, ada hukum alam. Sunnatullah. Kebaikan dan keburukan itu terkait erat dengan keawetan dan kemusnahan. Artinya: berkaitan dengan kehidupan dan kematian. Benih yang terbaik akan hidup lebih awet, benih terburuk akan lebih cepat musnah. Di antara jutaan sperma laki-laki, terpilih satu sel sperma yang terbaik untuk menjadi janin. Di antara jutaan jenis hewan, yang terbaik di antara mereka yang bisa melintasi waktu, lainnya musnah. Itu namanya tathowwur, hukum evolusi.
Menurut Sunan Sableng Tuhan sangat tersinggung kepada manusia karena meremehkan Baginda Muhammad. Tuhan sudah sangat murka kepada kita semua Ummat manusia dan ummat Nabi. Kalau pakai istilah Tuhan sendiri: ghoiril magdlubi ‘ alaihim waladdhollin — kita semua ini adalah Kaum Maghdlubin: makhluk-makhluk yang Tuhan marah kepada mereka atau kita semua. Dimurkai karena tidak maksimal mengeksplorasi anugerah akal dan jiwanya untuk mengenali Tuhan.
“Kita semua ini dimurkai karena terlalu banyak berbohong kepada Tuhan, kepada Nabi dan kepada diri kita sendiri. Terlalu banyak dan terlalu sering menggunakan nama Tuhan, Nabi dan Agama untuk kepentingan-kepentingan keduniaan yang rendah. Misalnya kekuasaan, harta benda, nafsu materialisme dan jenis-jenis kehinaan yang lain. Ummat dan kita semua ini adalah kaum manipulator, pembohong, penipu, pendusta. Di dalam catatan fakta sejarah, jumlah pembunuhan terbanyak, jumlah orang mati terbanyak, adalah karena alasan Agama. Itu yang membuat Tuhan seakan-akan merasa malu kepada diri-Nya sendiri, karena Tuhan memberikan tuntunan Agama justru agar manusia memiliki panduan dan cara untuk mengamankan alam dan sesama manusia.”
“Baginda Muhammad adalah manusia jenius, intelektual kelas paling puncak, dijaga dan dituntun oleh Tuhan langsung, oleh karena itu beliau justru berlaku sebagai manusia yang sangat biasa, amat sederhana. Muhammad adalah seorang ultra akademisi struktur berpikirnya, Ulul Albab, Ulun Nuha, Ulul ‘ Azmi — namun sangat rendah hati sehingga ummat manusia menyangka beliau seorang yang awam dan bukan cendekiawan.”
“Evolusi peradaban ummat manusia selama ini saya lihat mengalami tahap-tahap degradasi yang semakin parah. Yang berlangsung dalam evolusi kehidupan manusia adalah replikasi atau pewarisan kualitas-kualitas yang terendah. Di Negeri yang dipimpin oleh Paduka Petruk, yang diwariskan kepada bayi-bayi, kanak-kanak dan generasi muda kebanyakan adalah nilai-nilai yang rendah dari kemanusiaan generasi sebelumnya. Misalnya kecurangan, pengkhianatan, kemunafikan, permalingan, kesempitan pandangan, kedangkalan berpikir, dan nafsu yang berlebihan kepada segala sesuatu yang tidak awet, misalnya harta benda, kekuasaan, dan popularitas.”
“Arep Kiamat wae kok ndadak kengelan koyo ngene. Semua manusia di dunia mengeluhkan ketidakadilan, kekerasan, penindasan, kemiskinan dan kebodohan, yang ujungnya hanyalah kehancuran. Mbok sudah Kiamat saja,” kata Sunan Sableng.
“Tanpa saya mengusulkan percepatan Hari Kiamat pun, ummat manusia sudah mempercepat irama perjalannnya menuju kehancuran dan kemusnahan,” Sunan Sableng menegaskan pendapatnya.
Paduka Petruk tertawa: “Jadi hakikatnya kita sudah meluncur cepat menuju kIamat tho? Jadi untuk apa diusulkan? Toh segera akan sampai dan terjadi”.
Jauh di dalam jiwa kita, ada suara Sunan Sableng. Sementara mulut kita cenderung seperti ucapan Petruk itu.
Kita semua mulai letih Di Rumah Aja. Tetapi Allah tidak pernah capek. “Maka apakah Kami letih dengan penciptaan yang pertama? Sebenarnya mereka dalam keadaan ragu-ragu tentang penciptaan yang baru.” (Qaaf: 15).
Dan kita masih ingin menikmati semua yang pernah dilimpahkan oleh Allah untuk terus dinikmati. Maka kita cemas oleh firman-Nya: “Jika Dia menghendaki, niscaya Dia memusnahkan kamu dan mendatangkan makhluk yang baru (untuk menggantikan kamu).” (Faatir).
Ya Allah, jangan dong. Please. *****