Komunitas Rantai Nilai
Lorong panjang pandemi sudah kita jalani hampir setengah tahun. Dari awal lorong yang begitu gelap sebab sangat minim sekali pengetahuan yang dipunya, perlahan informasi demi informasi dapat dimengerti. Sehingga hari ini kalau suasana keseharian relatif lebih terasa longgar hal itu bukan sebab krisis kesehatan telah mereda ditandai kurva telah melandai, melainkan karena masyarakat mengerti lebih banyak informasi ketimbang gelap dan gagapnya masa-masa awal pandemi di bulan Maret 2020 lalu.
Meneruskan Rutinan, Mengasah Skill Baru
Putaran ketiga rutinan Juguran Syafaat di tahun 2020 digelar 14 Maret. Ini adalah public gathering terakhir di kota ini. Keesokan harinya bersamaan dengan dimulainya awal masa social restriction berentet-rentet kabar acara di masyarakat terdengar dibatalkan.
Dengan saksama kawan-kawan penggiat menyimak panduan dari Mbah Nun melalui bagian-bagian awal seri Corona, mengendapkannya dan kemudian memilih bersungguh-sungguh di dalam membaca keadaan, tidak nggampangaken.
Lalu Pak Ian L. Bets dalam tulisannya yang terbit di caknun.com pada 23 Maret memantik membuat wahana alternatif dalam menggelar Maiyahan: Many of the platforms that exist on the internet are more accessible than ever before and cost little or nothing other than data costs. Why not expand our virtual space on those platforms and fill them with live streamed events, discourse and performances? Instead of gathering, we could log on to a virtual meeting, watch, chat, and take part. We don’t know how long this emergency will last, and it’s good to have a contingency in the event that it is long-lasting or happens again soon. Building an alternative platform will make us more resilient and adaptable, and need not take anything vital away from the essence of Maiyah.
Lalu keesokan harinya pada Esai Corona seri ke-15, Mbah Nun mengajak untuk, “Jamaah Maiyah sebaiknya beramai-ramai mengusulkan cara Sinau Bareng untuk tantangan sangat mendesak ini, tapi tidak di lapangan seperti biasanya.”
Maka kemudian mulai bulan April, Simpul-simpul Maiyah mulai mencoba formula rutinan bulanan secara virtual. Pada sebuah diskusi dengan Mas Penyo yakni admin di caknun.com, ia menyebutnya simpul-simpul sedang mengerjakan kegiatan pilot-project. Membuat forum virtual yang awalnya kadarnya adalah mencoba, tetapi dikerjakan seserius mungkin. “Sakjane apik, opo meneh nek mengko iso melatih streaming skill”, lanjut Mas Penyo.
Di era di mana video call sudah membudaya ini, membuat broadcasting forum sebetulnya tidaklah susah-susah amat. Terlebih segala jenis panduan tutorial berlimpah di Google. Namun demikian, sebagai sebuah experimental learning, saya bersama kawan-kawan Penggiat mendapati gagap dan berbagai persiapan yang mised di sana-sini yang itu disempurnakan dari edisi ke edisi. Mengolah bandwith internet yang ada, menyiapkan performa hardware yang mencukupi, olah grafis dan tata suara menjadi kompleksitas tersendiri ketika tidak ada vendor profesional streaming tersendiri.
Hingga memasuki masa transisi, pada Juni 2020 tercatat 18 Simpul Maiyah menggelar rutinan dalam formula virtual forum. Kemudian pada Juli 2020 tercatat 21 Simpul Maiyah dan pada Agustus ini tercatat 25 Simpul Maiyah yang menggelar rutinan. Mulai bulan ini bahkan beberapa Simpul sudah menggelar secara reguler, meskipun tetap dengan protokol pembatasan yang mesti diberlakukan.
Di Juguran Syafaat juga berlangsung demikian, forum dapur dilangsungkan secara temu-wajah reguler, sedangkan rutinan bulanan masih tetap berlangsung secara virtual forum. Kebiasaan forum virtual menjadi berkah tersendiri terutama bagi Fikry, pemilik studio fotografi yang dijadikan stasiun siaran selama ini. Sebab kini, layanan yang ia bisa berikan kepada pelanggan sudah bertambah dengan adanya layanan jasa profesional streaming. Hingga kini jasa layanan tersebut sudah dimanfaatkan oleh klien untuk berbagai kegiatan wisuda virtual dan live streaming wedding.
Tak hanya menjadi komoditas yang layak jual, skill streaming yang dipelajari dengan tekun dan sungguh-sungguh ternyata dapat menjadi bahan kolaborasi terutama bagi komunitas pelaku usaha foto dan video di mana Fikry terlibat di dalamnya. Saling bertukar tutorial, mempelajari praktik pengaplikasian di lapangan hingga saling bertukar dan melengkapi tools produksi yang dibutuhkan.
Persambungan Pelaku Usaha Sebidang
Betapa kolaborasi menjadi sebuah terobosan, sehingga untuk menyelenggarakan forum secara bagus di mana dibutuhkan tools yang berkualitas juga, di masa pandemi ini setidaknya mereka tidak dituntut untuk terburu-buru membelii. Sudah tercukupi dengan mengkolaborasikannya, saling bertukar melengkapi satu sama lain.
Oleh karena itu apabila hari-hari ini kata “kolaborasi” makin moncer di mesin pencari amatlah wajar. Karena kolaborasi adalah kunci. Bentuk-bentuk kolaborasi serupa juga dialami oleh kawan-kawan di banyak bidang usaha yang berbeda. Termasuk juga kolaborasi dialami oleh saya sendiri. Keterbatasan cashflow usaha mendesak sesama pelaku usaha food ingredients supplier satu sama lain saling membuka diri mengerjakan pemenuhan permintaan secara bersama-sama.
Istilahnya meng-gebuk PO bareng-bareng. Mengakumulasi kemampuan supply sesuai dengan kapasitas masing-masing. Sebab di kala pandemi seperti saat ini, meningkatkan kapasitas supply tidak mudah dikerjakan. Selain pengetatatan di berbagai lembaga pembiayaan, ini diakibatkan juga oleh karena masih amat minim stimulus dan bantuan pemerintah kepada sektor produksi terlebih bagi usaha kecil-menengah.
Maka kolaborasilah yang kemudian menjadi ujung tombak yang dapat diandalkan. Model kolaborasi pada usaha profesional streaming dan usaha food ingredient supplier di atas adalah contoh dari kolaborasi di tingkat rantai nilai. Rantai nilai (value chain) adalah rangkaian kegiatan yang dilakukan di suatu usaha di dalam menghasilkan produk atau jasa. Konsep ini dipopulerkan oleh Michael Porter pada buku Competitive Advantage: Creating and Sustaining Superior Performace (1985).
Pada bidang usaha yang saya geluti sejak sembilan tahun ini, ada pelaku usaha yang saling bertetangga di dalam sebuah rantai pertambahan nilai, yakni produsen bahan baku, unit processor, pedagang perantara, reseller dan repacker yang kesemuanya berurut-urutan mengestafetkan nilai tambah dari barang yang akan disuguhkan kepada konsumen. Termasuk juga di dalamnya ada penyedia jasa transportasi, vendor packaging, jasa pelatihan, marcomm, dll. Ketika di sana semakin banyak komponen yang bersedia bersikap altruis, maka kolaborasi akan semakin terbangun.
Di dunia foto dan video juga tak berbeda. Ada persambungan sesama pelaku usaha antara persewaan tools foto dan video, pemilik studio, fotografer, videografer, brand maker, talent hingga influencer. Melalui pandemi kental terasa bahwa berkolaborasi di antara mereka menjadi lebih memberdayakan.
Hal serupa terjadi juga di komunitas lebah madu. Salah seorang penggiat yang sejak pandemi ini memulai beternak madu, di suatu kesempatan saya tanyai ia apakah nanti hasil panennya pasti laku? Bagaimana kalau tidak laku? Lalu kawan itu menjawab “Tenang saja, kalau saya jual tidak laku semua, komunitas pasti mau membeli.”
Maka, seseorang dapat fokus mengembangkan skill produksinya dahulu tidak harus terpecah perhatiannya kepada penerimaan pasar. Syaratnya, selain berjiwa altruis yakni bersedia ajur-ajer bersama-sama di dalam komunitas lebah madu, berikutnya adalah seseorang harus memiliki komitmen atas usahanya. Kalau tidak dapat memberikan komitmen kualitas, misalnya hasil panen dicampur dengan air supaya volume meningkat, maka bersiap saja didepak dari ekosistem kolaborasi di dalam komunitas. Maka pada akhirnya akan rugi sendiri.
Lalu bagaimana dengan kawan-kawan di bidang usaha yang lainnya lagi? Kisah yang saya dapati dari dunia book advisory, furniture dan interior serta bidang konstuksi kurang lebih sama. Masing-masing bergiat dengan proses kolaborasi pada komunitas rantai nilainya masing-masing.