CakNun.com

Jalan Baru Ekonomi Kerakyatan

Restart Muamalah versi Majelis Ilmu Nahdlatul Muhammadiyyin: Refleksi Milad Majelis Ilmu Nahdlatul Muhammadiyyin ke-9
Nahdlatul Muhammadiyyin
Waktu baca ± 32 menit

Kauman yang Homogen

Lorong kampung Kauman Yogyakarta yang menjadi pasar pada waktu tertentu. Foto: Mustofa W. Hasyim.

Kalau Kotagede inklusif dan heterogen masyarakatnya, Kauman dalam pengamatan selama 20 tahun menunjukkan gejala menjadi kampung eksklusif dan homogen. Bahkan ada satu dua sinyal yang menunjukkan warga kampung ini agak anti pendatang dan agak mendiskriminasi pendatang. Mungkin sekali ini gejala salah tangkap dan diperlukan waktu puluhan tahun lagi untuk membuktikan hal yang sebaliknya, yaitu Kauman ternyata inklusif, toleran, heterogen. Mengapa? Karena ada faktor, warga Kauman sangat mahir dalam melakukan negosiasi ruang. Negosiasi ruang untuk usaha dan kegiatan sosial, pendidikan dan agama.

Ketika ada rombongan peneliti atau rombongan wisatawan mengelilingi kampung Kauman, yang muncul kesan paling menonjol adalah pola negosiasi ruang. Maksudnya, warga Kauman menjadikan ruang sebagai ruang negosiasi, dengan demikian fungsi ruang menjadi luwes. Gang di kampung boleh difungsikan sebagai pasar mini. Kalau pagi, sekarang ada orang memasang meja dan menata masakan untuk lauk makan pagi. Meja yang ditata sangat luas, menjadi ruang penitipan aneka makanan, aneka minuman, dan lauk goreng. Ada yang tiap pagi menitipkan ayam goreng tepung di tempat berjualan Mbak Surat ini. Kadang membeli resoles mayones untuk cucu, gembus bacem, sayur lodeh, telur dadar potong, tongkol pedas, nagasari, pukis, apem, susu kedelai hangat, atau tahu cabe yang pedes dan perkedel. Makanan lain memenuhi meja sejak sebelum jam 7 pagi. Pada jam sebelas pemilik makanan dan minuman mengambil barang dan uang.

Di dekat Mbak Surat berjualan, dia warga desa dekat jembatan layang di atas rel kereta api di dekat Demak Ijo sana, ada orang berjualan daging ayam potong. Dulu ada simbah berjualan pisang, dan simbah berjualan jenang gempol. Menjelang jam sepuluh, datang mbak Nurani, menjual sayur, bumbu, buah, kerupuk, dan lainnya. Dia menggelar dagangannya di sebelah tempat Mbak Surat berjualan. Sebenarnya, dulu di dekat Balai RK ada orang yang juga berjualan sayur, tetap sekarang tutup. Di depannya juga pernah ada yang berjualan sayur matang. Di lokasi ini ada dua penjual Es jus buah.

Tempat Mbak Surat dan Mbak Nurani menata dagangan ini berada di depan toko kelontong besar serba ada milik Bu Jam yang almarhum suaminya asli orang Kotagede. Kalau bergerak ke Utara ada warung kelontong kecil milik Bude Fadhil yang almarhum suaminya orang dari Kauman Pakualaman. Diantara dua warung kelontong ini pernah ada penjual masakan Padang dan warung nasi rames. Inilah isi gang kampung yang ujung Utara berada di dekat gerbang kampung dekat traffic light depan Kauman.

Gerbang sebelah baratnya lagi, ada jalan menurun yang hanya kalau Ramadhan untuk pasar sore atau bazar makanan Ramadhan ada lokasi kebun sayur dan pernah ada penjual makanan matang, penjual gudeg basah yang pindah di pinggir jalan besar, ada warung ramesan legendaris Mbah Wono, lalu ada teras tempat menjual ayam dan lele tepung, serta usus atau kulit ayam kriuk goreng. Teras ini juga berfungsi sebagai warung sembako, lengkap dengan kopi sachet. Di selatannya ada penjual mie ayam, sayur, penjual buah, selatan lagi depan Langgar Adz Dzakirin ada penjual nasi gudangan, lengkap dengan bakmi, capjay, tempe pedes, bombrong dan singkong rebus. Di depan Mbah gudangan ini pernah ada penjual makanan matang kulakan dilengkapi setup jambu yang panas, bisa untuk sarapan pagi. Di sebelahnya ada warung kelontong kecil.

Ke selatan lagi, di depan Mushola Aisyiyah pertama di Indonesia, ada penjual nasi gudeg kering yang enak dan agak mahal sampai dijuluki gudeg emas. Selain menjual gudeg lengkap dengan ayam, telur dan sambal krecek dia juga dititipi kue pukis, martabak, susu kedelai. Selatan lagi di simpang empat pos ronda, dulu juga ada sepasang suami istri sepuh berjualan masakan matang yang rasanya Jawa banget klasik banget. Lalu ada warung kelontong mini. Sebelum sampai ujung gang sebelah selatan pernah ada penjual gorengan ada warung kelontong mini.

Di titik utara timur, dekat Langgar Makmur, ada warung penjual sayur warung kelontong dan snack kecil, orang jualan makanan matang seperti mbak surat. Di sebelah baratnya ada warung masakan Padang. Di titik selatan ada penjual jamu peresan. Di lokasi pating slempit kampung ini ada beberapa warung kelontong mini campur menjual pulsa. Pernah ada warung bakmi Jakarta dan bakmi Jawa dalam kampung kalau malam, tapi sekarang tutup. Penjual bakmi Jawa pulang ke tanah air dia di Gunungkidul, jadi juru masak warung bakmi dekat Wonosari. Juga ada warung lotek gado-gado terselip di gang sempit. Itulah peta perwarungan hasil negosiasi ruang antara sesama orang asli, antara pendatang dengan warga asli.

Adapun di pinggir luar, di pinggir jalan raya, selain ada toko, bank, hotel, guest house, jasa ekspedisi, apotik, BMT, jasa pengisian air galon, optik, juga banyak warung atau penjual makanan dan minuman legendaris. Di jalan Gerjen tercatat ada warung bakmi, kedai kopi, mie ayam, pizza, tembakau, bensin campur kelontong dan pulsa, serta fotocopy. Juga ada warung sembako dan agen gas, kaos sablon, kue, roti bakar, warung penjual koran campur bensin, lalu tukang cukur di dekat penjual sandal. Sehabis subuh ada penjual sayur keliling tetapi menetap di dekat warung pizza campur bakso. Jalur jalan yang lain hampir serupa profilnya.

Hasil negosiasi ruang adalah adanya TK ABA dan SD Muhammadiyah yang didirikan paling awal di Indonesia, juga ada tempat penitipan anak, percetakan, Langgar klasik dan tempat usaha ngobras dan jual beli benda antik, ditambah penjahit, penjual gas dan air dalam galon. Ruang-ruang dalam rumah juga dikontrakkan dan untuk kamar-kamar kost yang penghuninya umum, bukan hanya mahasiswa atau pegawai Rumah Sakit PKU, dilengkapi jasa laundry.

Dengan profil usaha ekonomi produktif dan jasa seperti ini Kauman menjadi berwajah inklusif, ramah dan toleran. Di masa silam ini pernah menjadi kampung batik dan tenun, tempat para petani di Godean melakukan kegiatan off farm mereka. Warga Kauman kabarnya menginspirasi warga Pekajangan Pekalongan dalam usaha batik. Warga Kauman juga mendapat inspirasi mengembangkan teknik sulam kerudung dari Bukittinggi atau Padangpanjang. Warga Kauman juga menginspirasi warga kampung lain untuk pembuatan makanan khas seperti carang gesing, pastel sayur, dan jadah manten.

Berikutnya adalah profil Kampung Karangkajen yang karakternya jelas berbeda dengan Kotagede dan Kauman.

Karangkajen Simbol Keteguhan Usaha dan Amal

Nahdlatul Muhammadiyyin termasuk pihak yang sering ke kampung Karangkajen. Ketika ada layatan warga Kuman atau tokoh Muhammadiyah yang dimakamkan di belakang masjid Jami Karangkajen. Letaknya persis di tengah kampung. Biasanya sebelum atau setelah layar ada menyempatkan diri menemui saudara, Lik Hajiri. Dia putera dari Mbah Mah. Mbah Mah ini adik Mbah Hasyim putri. Jadi dari jalur ibu dari ayah, Ketua Nahdlatul Muhammadiyyin masuk keluarga besar Karangkajen. Dari Lik Hajiri ini mendapat banyak sekali informasi mengenai leluhur dan kisah kampung Karangkajen lama atau baru.

Nahdlatul Muhammadiyyin sempat menemani rombongan peneliti yang ingin meneliti Karangkajen dari jejak wacana bermuhammadiyah. Sungguh terkejut dengan penjelasan Lik Hajiri. Sebab masyarakat Karangkajen yang notabene masyarakat Muhamadiyah tidak hanya mengurusi produksi barang-barang, produksi kata-kata dan produksi jasa perantara seperti Kotagede atau berproduksi negosiasi ruang seperti warga Kauman, warga Karangkajen sudah sampai ke level memproduksi amal kebaikan, kebajikan dan amal saleh. Tanpa negosiasi, warga ikhlas mewakafkan ruang atau bangunan bagus untuk tempat anak-anak belajar bersama, tanpa negosiasi yang bertele-tele warga Karangkajen merelakan makam kampung dipergunakan untuk memakamkan tokoh Muhammadiyah dari manapun datangnya atau asalnya. Dan sudah lama terdengar kabar kalau orang kaya Karangkajen itu nyah-nyoh. Misalnya ada orang kesulitan untuk membiayai pendidikan anaknya dan dia meminjam uang hampir pasti dipinjami. Kadang malah dibantu kalau melihat yang meminjam uang itu kurang mampu mengembalikan uang pinjaman itu. Ini sungguh tidak pernah terbayangkan terjadi di Kotagede dan Kauman.

Ketika peneliti itu bertanya kepada Lik Hajiri tentang apa yang terekam dan tersimpan dalam ingatan masyarakat tentang Muhamadiyah? Jawabannya, masyarakat sangat menerima Muhamadiyah karena Muhamadiyah menjadi sumber kebaikan dan punya tradisi menolong tetangga atau warga Kampung. Pengurus Muhammadiyah punya tradisi berlomba dalam kebaikan. Sebelum Muhamadiyah berdiri, di Karangkajen sudah lahir dan berdiri organisasi Wal Fajri yang bergerak di amal sosial, pendidikan dan dakwah. Mereka teguh dalam beramal shaleh. Mengapa, karena secara ekonomi memang mampu melakukan itu. Para juragan batik yang kaya mendirikan infrastruktur industri batik berupa pabrik tekstil, gedung pertemuan, pemasaran bersama (mudah dilakukan karena mereka bersaudara) dalam klan usaha batik.

Selain itu waktu dilacak mengapa wong Karangkajen cenderung teguh dan militan dalam berusaha, berdagang dan berdakwah, ternyata jawabannya juga unik. Wong Karangkajen dulu waktu mengaji di pesantren, mereka juga belajar pencak silat. Ini yang membuat mereka percaya diri sebagai pengusaha dan pedagang. Mereka terlatih bersilat lidah dan berpencak silat tubuh juga punya pengalaman keras ketika berdakwah. Ada muballigh kalau bertabligh sudah siap berkelahi kalau diganggu. Mubaligh itu, ketika pas memberi pengajian di kampung selatan Karangkajen tiba-tiba dilempar kepala anjing oleh orang Komunis yang merasa tidak suka dengan pengajian itu. Bukan ketakutan atau gemetar, mubaligh itu malahan mengeluarkan pisau sangkur lalu menancapkan pisau di meja. Jadi terjadi pemandangan dramatis, mirip film surrealis, pengajian yang mubalighnya menghias meja pengajian dengan pisau sangkur dan kepala anjing. “Kalau ingin merasakan sangkur, silakan masuk!” Tantangnya. Orang Komunis itu terbirit-birit ketakutan.

Setelah industri batik mundur, orang kaya Karangkajen berbuat baik dengan memanfaatkan rumah besar mereka untuk kost mahasiswa Islam. Pernah ada mahasiswa asal Kudus yang indekos di rumah seorang haji yang baik hati. Dan setelah industri batik mundur banyak orang Karangkajen melakukan transformasi usaha dengan berimprovisasi menjadi pengusaha makanan, dan ini mirip dengan yang terjadi di Kauman dan Kotagede. Apalagi Karangkajen dekat dengan Pasar Telo dan pasar sayur Prawirotaman (dulu).

Ketika Nahdlatul Muhammadiyyin mengamati kehidupan masyarakat Kauman Pakualaman, profil usaha di kampung ini mirip dengan Kauman, Kotagede, dan Karangkajen. Apalagi jaringan keluarga di Kauman Pakualaman terhubung dengan keluarga Kotagede, Kauman, Karangkajen. Ini juga merupakan faktor yang memperkuat daya tahan ekonomi masyarakat setempat.

Kesimpulan sementara, parameter usaha yang bergerak bersama benda-benda, bersama kata-kata, bersama jasa dan kebaikan model tiga lokasi ini bisa diadopsi ketika kita menganalisis lokasi ekonomi kerakyatan di berbagai kota dan desa. Mungkin diperlukan model lain yang dipraktikkan di masyarakat nelayan pantai atau desa pertanian yang bisa kita akses.

Sesungguhnya apapun modelnya, yang penting masyarakat punya kemampuan dan keterampilan untuk beradaptasi dan punya kelenturan berimprovisasi usaha. Mumpung teman-teman usaha ini dikategorikan dalam kelompok UMKM, Usaha Mikro Kecil Menengah. Kategori yang membatasi sekaligus membuka peluang seluas-luasnya untuk melakukan transformasi usaha.

Khatimah

Jalan produksi total adalah jalan baru atau jalan yang terbarukan dari ekonomi kerakyatan. Ini perlu dipilih dan dilewati kalau rakyat ingin mengukir nasibnya sendiri dalam berekonomi, usaha ekonomi yang bukan saja berkualitas sebagai best practices tetapi mampu menjangkau kualitas best future dengan jurus alternative future. Salah satu kunci utama adalah jujur dalam melakukan kolaborasi antara kaum produsen benda-benda dengan kaum produsen kata-kata bersama kaum mediator dan kaum produsen kebaikan bersama, hadirnya empat kaum potensial sebagai penggerak dan pengungkit nasib ekonomi kerakyatan dapat dibaca dari profil kampong Kotagede, Kauman, dan Karangkajen di atas yang modelnya dapat ditemukan di banyak kota-kota lain di Jawa dan Indonesia.

Pengalaman berekonomi produksi tiga kampung itu, jika diramu dengan teori pendekatan ekonomi kerakyatan berbasis produksi kemudian dipraktikkan dengan jujur, penuh semangat inovasi dan dilaksanakan secara kolaboratif akan menghasilkan kualitas kegiaan ekonomi produktif yang best future penuh dengan jurus alternative future itu. Dalam Bahasa agama disebut muamalah menuju hayah thoyyibah sebagai ujung dari proses penggalian makna kaliikmah thayyibah, dan penyegaran ikhtiar rizqon thayyobah, dalam ekosistem qoryah thayybah dan berpijak di bumi baldah thayyibah. Baldah thoyyibah, dalam Bahasa ekonomi sosial dapat disebut sebagai kawasan Perdikan ekonomi rakyat mandiri.

Semoga kita semua dapat memahami dan melaksanakan ikhtiar restart muamalah dengan semangat mengukir nasib sendiri, dengan berjalan di bawah bimbingan Allah Swt sehingga setiap pikiran, ucapan, dan tindakan kita berada di koridor rilda Ilahi, ini tentu sebuah ikhtiar yang tidak mudah tetapi dengan husnudzon pada kehendak dan kekuasaan Allah Swt, insyaAllah, kita semua dapat menjalankan dan mencapai kualitas masyarakat muamalah yang kita cita-citakan ini.

Hasbunallaha wa ni’mal wakil, ni’mal maula wa ni’man nashir
Nashrun minallah wa fathun qoriib
Inna fatahnaa fathan mubinna
Wabasyiril mu’minin
Wa amma bini’mati robbika fahaddits
.

Aamin,

Yogyakarta, 9 Agustus 2020
Majelis Ilmu Nahdlatul Muhammadiyin

Kiai Marzuki Kurdi – Mustofa W Hasyim
Bersama Tim Muamalah (Pengageng Perdikan Ekonomi Masyarakat Mandiri)

Lainnya

Antara Agama dan Budaya Dalam Perspektif Islam

Antara Agama dan Budaya Dalam Perspektif Islam

Harus diakui bahwa memang ada permasalahan yang dihadapi oleh umat Islam dalam membedakan antara agama dan budaya, antara ibadah dan muamalah, antara urusan agama dan urusan dunia, antara sunnah dan bid’ah.

Drs. Ahmad Fuad Effendy, MA
A. Fuad Effendy
Exit mobile version