Hayya ‘Alal Qital
Semakin banyak Jamaah yang melantunkan adzan dan iqamah yang ditambahi “Hayya ‘alal Jihad” mengganti “Hayya ‘alas-Shalah”.
Kita bisa melihatnya dari (1) Perspektif syariat dan fiqih. (2) Dari perspektif sosial politik. Dan (3) Perspektif (katakanlah) Langit.
Secara fiqih, hayya ‘alal jihad tidak lazim karena bukan demikian ajaran dan tradisi baku sejak Rasulullah Saw. Maka lazim juga andaikan ada Ulama yang menyebutnya melanggar syariat, bid’ah atau bahkan sesat. Memang “shalat” bisa dikontekstualisasikan menjadi jihad, bahkan menjadi qital atau harb. Jadi bunyinya bisa “Hayya ‘alal qital”. Mari berperang.
Secara sosial politik, Kaum Muslimin dan nilai-nilai Islam memang sudah sangat lama, tidak hanya berdekade-dekade tapi mungkin berabad-abad: merasa ditindas, dianiaya, disakiti, diinjak-injak. Sebagian dari antara mereka ada yang tidak tahan, sehingga berteriak, meledak, mengamuk, ada yang dengan pedang atau senjata rakitan, ada yang dengan kalam atau lidah seperti perubahan adzan itu.
Kalau perspektif pandangnya kita perluas, kita temukan spektrum di mana subjek-subjeknya sangat banyak: globalisasi, penjajahan Dajjal dan Ya’juj Ma’juj, imperialisme, kapitalisme global, amr dan iradah Allah Swt sendiri dst.
Sampai-sampai seorang teman kirim WA ke saya: “2 tahun lalu petunjuk langit sudah tak sampaikan. Peradaban baru mempersyaratkan kematian separuh penduduk dunia karena wabah penyakit, paten pinaten (bunuh-bunuhan dan perang), bencana alam (gempa, tsunami, gunung meletus, longsor, banjir, tanah ambles dlsb)”.
Tidak ada yang mengherankan dari perilaku manusia, peristiwa alam maupun kemauan Tuhan. Kita semua hanya bisa terus bernapas, berjalan, bekerja, dengan bismillahirRahmanirRahim.