Gus Sholah Seorang Mujtahid
Minggu (2/2) malam, setelah mendengar informasi wafatnya Gus Sholah di Jakarta, Mbah Nun segera menuju rumah duka di bilangan Mampang, Jakarta Selatan. Saat tiba di rumah duka, jenazah Gus Sholah masih dalam perjalanan dari RS Harapan Kita menuju ke rumah.
Ketika sampai di rumah duka Mbah Nun bertemu dengan beberapa kerabat. Ibu Shinta Nuriyah Wahid, Istri alm Gus Dur tampak sudah berada di rumah duka. Mbah Nun pun menyalaminya. Ada juga Pak Nasihin Hasan yang dulu aktif di LP3ES. Pak Nasihin duduk bersandingan dengan Mbah Nun.
Sembari menunggu kedatangan jenazah Gus Sholah, Mbah Nun dan Pak Nasihin berbincang-bincang akrab. Beberapa tokoh nasional yang menyadari kehadiran Mbah Nun pun mendekat, sekadar cium tangan atau juga ngobrol sebentar, seperti Pak Lukman Hakim Saefuddin, dan Helmi Faisal Sekjen PBNU. Demikian pula dengan Mas Ipang Wahid pun langung bersegera menyapa Mbah Nun. Tampak Mbah Nun membesarkan hati putra tertua Gus Sholah ini.
Lewat tengah malam, jenazah Gus Sholah tiba di kediaman. Lantunan tahlil menyambut kedatangan rombongan yang membawa jenazah Gus Sholah. Setelah disemayamkan, jenazah pun disholatkan. Mas Ipang Wahid memimpin sholat jenazah, Mbah Nun juga turut serta.
Bagi Mbah Nun, Gus Sholah bukanlah sosok yang asing. Pada beberapa kesempatan, Gus Sholah hadir di Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Pada awal November 2019 lalu, ketika Mbah Nun bersama KiaiKanjeng Maiyahan di Pondok Pesantren Tebuireng Jombang, Gus Sholah hanya sempat bersilaturahmi di kediaman beliau di dalam Pondok. Kondisi kesehatan Gus Sholah saat itu tidak memungkinkan untuk ikut dalam Maiyahan.
Di luar itu, Mbah Nun beberapa kali bertemu dengan Gus Sholah, di antaranya di Jakarta beberapa bulan lalu. Bagi Mbah Nun, Gus Sholah adalah seorang Mujtahid. Gus Sholah bukan sekadar ulama seperti kebanyakan ulam lainnya. Bagi Mbah Nun, Gus Dur adalah orang besar dan Gus Sholah juga orang besar, tetapi tidak bisa disamakan, karena masing-masing memiliki perannya.
“Gus Sholah itu sebagaimana padi yang tidak bisa digantikan oleh jagung, dan sebaliknya jagung juga tidak bisa digantikan oleh padi. Gus Dur orang besar, Gus Sholah juga orang besar. Cuman, Gus Dur bukan Gus Sholah dan Gus Sholah juga bukan Gus Dur, fungsi dan perannya berbeda,” kata Mbah Nun semalam.
Gus Sholah, dengan latar belakang pendidikan seorang insinyur lulusan ITB merupakan salah satu bukti bahwa ulama-ulama itu bukan sekadar mereka yang menguasai ilmu tafsir, ilmu fikih, atau ilmu hadits saja. Gus Sholah adalah bukti seorang Mujtahid sejati yang dimiliki oleh Indonesia dan NU sendiri tentunya.
“Gus Sholah seorang insinyur, doktor, sehingga beliau belajarnya modern, pikirannya modern sehingga beliau berusaha selalu merasionalkan semuanya. Gus Sholah lebih rasional dan lebih punya pilihan yang jernih,”, ungkap Mbah Nun semalam ketika doorstop interview saat takziyah.
Tidak mengherankan, semasa hidup Gus Sholah juga menjadi salah satu tokoh di Indonesia yang kerap dimintai pendapatnya. Terlepas bahwa Gus Sholah adalah cucu dari ulama besar di Indonesia, tetapi sumbangsih Gus Sholah terhadap bangsa Indonesia sangatlah nyata. Pondok Pesantren Tebuireng yang diasuh Gus Sholah adalah salah satu bukti nyata sumbangsih Gus Sholah untuk bangsa ini.
“Gus Sholah melakukan banyak sekali pembaharuan di Pesantren Tebuireng. Alhamdulillah, Gus Sholah sudah mempersiapkan regenerasi di Tebuireng”, pungkas Mbah Nun. (fa)