Dua Aliens Majdzub di Kampung nDipo
Akhirnya acara pengarsipan “zaman” selama seminggu Festival Dipowinatan yang diselenggarakan oleh Indonesia Visual Art Archive (IVAA) berlangsung, antara lain dengan penampilan kembali Musik-Puisi Dinasti, di samping pameran jejak-jejak kreativitas dan para kreator Dipowinatan. Sahabat-sahabat lama yang saling hilang selama 30 sd 50 tahun berkumpul kembali di Ndalem Djoyodipuran yang kini menjadi bagian utama dari komplek Balai Pelestarian Nilai Budaya (BPNB) DIY.
Saya sendiri seperti lahir kembali melalui jagat Dipowinatan yang lahir kembali di dalam jiwa dan kesadaran saya. Sahabat lama, Fung Way Ming, yang sebagaimana saya pernah lama mengalami bebrayan dengan sahabat-sahabat nDipo, nyeteluk: “Bergaul karo cah Dipo kok bedo dibanding bergaul karo umume, mbuh opo sing garai rosone cedak walaupun suwe ora ketemu, mungkin mergo bocah-bocah sing lugu ora duwe pretensi. Kesan Musik puisi, rosone Ipung nuansa, kekuatane tetep terjaga lan ora luntur ditelan zaman”. Tri Wintolo, sahabat kental basah anak-anak nDipo, juga menghela napas bahagia: “Neng jaman koyo ngene ono karawitan Dinasti koyo nyiram roso ngelake uripku”.
Yang tidak nampak adalah tokoh budayawan Indra Tranggono, yang sejak awal saya usulkan untuk tampil dengan Pidato Kebudayaan bersaksi tentang proses komunalitas kreatif Dipowinatan. Mungkin beliau sudah terlanjur terjadwal untuk acara yang penting dan levelnya lebih tinggi. Tapi rata-rata saya ketemu sahabat-sahabat puluhan tahun yang lalu yang lainnya. Nostalgia pasti, tetapi tidak mungkin kami semua terhenti pada romantisme sebatas itu.
Saya menyaksikan kembali dan menemukan bahwa Jemek Supardi dan Nevi Budianto adalah dua makhluk Aliens yang ditugasi mengembara di bumi. Mereka adalah “tanazzulul hidayah”, bahkan mungkin setengah “karomah”. Ibarat biji tanaman, dua Aliens ini memerlukan jenis dan komposisi tanah, udara dan habitat hidup yang khusus untuk bisa tumbuh. Kalau Jemek diletakkan di lingkungan komunitas Ummat Islam yang dipimpin ustadz-ustadz millenial, Jemek akan didera banyak kutukan: kafir, bid’ah, musyrik, su`ul khuluq, dan pasti “layu sebelum berkembang”. Kalau Nevi dicampakkan ke dalam lingkungan priyayi feodal, kaum scholars terpelajar, atau Pesantren Salaf tradisional ataupun modern seperti Gontor, akan terjadi disinteraksi, interdestruksi, serta ketidakpahaman timbal balik.
Syukur alhamdulillah Tuhan mentakdirkan mereka lahir di Dipowinatan, ketemu dengan sesepuh pembimbing kesenian teater dan senirupa Mbah Tertib Suratmo, disahabati pula oleh pendekar Bangau Putih manusia arif bijaksana bernama Fajar Suharno, juga seorang “hantu dari masa silam” yang eskpressi aspirasinya sangat menyodorkan “gangguan-gangguan kreatif”, Yakni Kanjeng Bios alias Raden Mas Gadjah Abiyoso, yang tampaknya juga merupakan makhluk dari abad yang berbeda di antar kebudayaan ummat manusia.
Pak Ratmo, Mas Harno dan Den Gadjah adalah alumnus Bengkel Teater pimpinan Rendra yang kondhang sakparan-paran sampai ke belahan lain dari bumi ini. Mohon maaf saya memotret Rendra dan Bengkel Teater adalah padepokan pendadaran manusia dengan aspirasi kebesaran, kehebatan dan kegagahan. Trio-Dinasti Ratmo-Harno-Gadjah bersamaan keluar dari Bengkel Teater dan mendirikan Teater Dinasti mungkin karena karakter mereka berbeda. Bukan karena anti-Rendra atau tidak setuju pada Pendidikan komunitas Bengkel. Melainkan mereka sadar bahwa mereka berbeda. Mbah Ratmo dan Mas Harno lebih berkecenderungan ke aura kebersahajaan, kesederhanaan dan kewajaran. Dan kecenderungan kepribadian itu kemudian memancar dalam kiprah Teater Dinasti.
Trio-Dinasti ini memiliki infrastruktur budaya untuk tidak terlalu mengalami kesulitan menjadi tanah kebun di mana dua tanaman Aliens, Jemek dan Nevi itu bisa tumbuh subur. Nevi dan Jemek memang bisa dijelaskan dengan teori “jadzab dan majdzub”: ia jenis manusia yang oleh Tuhan ditarik naik ke level yang berbeda dibanding rata-rata manusia. Itu mengakibatkan hanya sangat sedikit manusia yang bisa menampungnya, mengakomodasinya, memahaminya, memakluminya, apalagi menemukan fadhilah atau keistimewaannya.
Tetapi mereka bukan makhluk aneh. Mereka manusia biasa sebagaimana manusia lain. Mereka 100% ciptaan Allah. Mereka total bikinan Tuhan. Sebab manusia tidak punya kemampuan untuk menciptakan dirinya sendiri, dengan karakter dan kepribadian tertentu, dengan mekanisme urat saraf yang menghasil jenis perilaku, wahana pertimbangan-pertimbangan, atau segala macam sebab-akibat dalam psikologi mereka. Jemek tidak menciptakan Jemek menjadi seperti itu. Nevi tidak mengkreasi Nevi menjadi seperti itu. Mereka sepenuh-penuhnya ciptaan Allah dan memang begitu itu Allah menyusun jasadnya dan mengaransir jiwanya.
يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنَّا خَلَقْنَاكُم مِّن ذَكَرٍ وَأُنثَىٰ وَجَعَلْنَاكُمْ شُعُوبًا وَقَبَائِلَ لِتَعَارَفُوا
إِنَّ أَكْرَمَكُمْ عِندَ اللَّهِ أَتْقَاكُمْ ۚ
إِنَّ اللَّهَ عَلِيمٌ خَبِيرٌ
“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari khasanah kelelakian dan keperempuanan dan menjadikan kamu bermacam-macam dan beragam-ragam supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.
Saya menemani Trio-Dinasti untuk “lita’arofu”. Untuk mengenali Jemek dan Nevi serta seluruh person-person kepribadian anak-anak nDipo. Kami tidak menghakimi mereka dalam hal “takdir”-nya, melainkan menyusun batasan-batasan disiplin di antara mereka dan pasti menghukum siapa saja yang melanggar batas-batas yang sudah disepakati. Baik dalam hal pergaulan, aturan berteater, kedisiplinan berkesenian atau termasuk bagaimana posisi dan integritas mereka di keluarga masing-masing.
Kami tidak pula sok tahu pada mereka. Kami tenang-tenang saja menemani mereka semua berproses belajar menjadi manusia. Karena Allah menjamin “Innallaha ‘Alim Khabir”. Allah mengetahui dan menginformasikan pengetahuan-Nya tentang Jemek dan Nevi kepada kami bertiga dan siapapun yang menemani prosesnya dan sungguh-sungguh mencintainya.
Siapapun jangan lupa bahwa Jemek dan Nevi itu benar-benar ciptaan Allah. Jadi pasti Allah memurahi mereka dengan Rahman Rahim-Nya. Allah bertanggung jawab atas kehidupan mereka. “Wallahu hasbuh”. Allah memperhitungkan nasib mereka. Kami bertiga, meskipun senior posisinya, tapi tidak sok tahu dan tidak merasa berhak ini itu karena merasa memiliki Jemek dan Nevi serta anak-anak nDipo lainnya.
Nevi dianugerahi Allah istri yang benar-benar kompatibel dengannya, yang kalau kita yang ditugasi menemukan pasti tidak bisa. Termasuk Nevi sendiri bukan lelaki yang pandai mencari istri. Ia “diperjalankan” (asra bi’abdihi lailan) oleh Allah dan dipertemukan dengan istri dengan jenis karakter yang berjodoh dengannya. Sebab kalau pakai ilmu apapun, tradisional atau ultra-modern, sangat sukar dan pelik untuk merumuskan harus wanita yang bagaimana yang bisa hidup bersama Nevi.
Apalagi Jemek. Tapi Allah yang Maha Bijaksana juga melimpahi Jemek seorang istri yang memang hanya dia yang mampu dan cocok menjadi istrinya. Kemudian kalau Anda dolan ke Dipowinatan, berjumpa dengan Jeng Sekar putri Jemek, pikiran Anda akan ambyar. Ilmu Geneaologi runtuh. Pengetahuan tentang nasab dan dzurriyyah luluh lantak. Bagaimana mungkin Jemek makhluk yang seperti itu bisa punya anak secantik itu, secerdas itu, secanggih itu mengurus kariernya sampai cukup populer di dunia tari Nusantara.
Aja dumeh. Allah kok dilawan.