Berkosentrasi Produktif pada Masa Bonus Demografi Bangsa Indonesia
“Hitung Cepat Keterlibatan” Allah di setiap niat dan langkah kita dalam mengambil keputusan, merupakan tema Bangbang Wetan yang take pada 15 Desember 2020. Bertempat di Gedung Serbaguna, Pandegiling 338, Surabaya. Tema tersebut bermaksud mengantarkan kita pada kesadaran bahwa apapun ikhtiar dan prosedur badaniah yang kita jalani wajib kita serahkan urusan keberhasilannya kepada Allah. Hanya izin dan perkenan Allah yang menuntaskan segala perkara.
Mari jujur kepada hitungan cepat: sejauh manakah sudah kita libatkan Allah dalam segala perkara? Sudah begitu tinggikah daya digdaya kita bagi keperluan hidup yang kian kompleks, berlapis-lapis dan tak jelas ujung pangkalnya. Dari pemahaman itu, maka pada Desember ini merupakan momen muhasabah diri atas segala yang telah kita lakukan salama ini, supaya ke depan menjadi lebih baik dan tepat dalam mengambil keputusan.
Perkenalan dan Sejarah Grup Keroncong Jamaah
Nomor Caping Gunung dan Panggung Sandiwara mengawali Sinau Bareng malam itu. Kedua nomor itu dibawakan dengan alunan musik keroncong yang enak didengarkan. Grup musik keroncong itu bernama Mitra Surabaya. Grup musik keroncong yang sebagian besar personelnya pemuda itu berasal dari Kampung Malang, Surabaya. Terbentuknya grup ini berawal dari masing-masing personel yang memiliki kecenderungan yang sama terhadap seni musik, sehingga memutuskan berkumpul membentuk grup musik keroncong, meneruskan perjuangan grup keroncong pendahulu di kampungnya.
Dulu, pada generasi sang kakek, yang dipimpin oleh Pak Dul Salam, grup keroncong Kampung Malang sudah eksis mewarnai jagat musik keroncong Surabaya. Nah, pada era sekarang, karena Pak Dul Salam sudah meninggal, salah satu personel yang merupakan cucu Pak Dul punya semangat meneruskan perjuangan sang kakek. Maka keinginan meneruskan perjuangan musik sang kakek itu, oleh Allah dimudahkan bertemu dengan personel lain yang sekampung, saling njangkepi, sehingga terbentuklah grup keroncong Mitra Surabaya. Nama grup ini adalah warisan nama dari grup keroncong Kampung Malang generasi sang kakek.
Mitra Surabaya era sekarang mengawali perjuangan dengan ngamen di jalan, warkop, dan kafe. Mitra Surabaya lebih memilih pendekatan silaturahmi; datang bergiliran perform di warkop dan kafe, daripada berkonsentrasi promo perform melalui siaran Youtube. Sebab menurut salah satu personelnya, ada hal lain yang tidak ditemukan pada konsep online. Salah satunya adalah tersambung dan meluasnya ikatan paseduluran antara Mitra Surabaya dengan penikmat musiknya.
Pada waktu sound check, salah satu personel yang mewakili grupnya menyampaikan rasa terima kasih karena sudah disediakan tempat dan waktu untuk perform, memperkenalkan grup keroncongnya ke jamaah. Jamaah menikmati nomor-nomor yang dibawakan oleh Mitra Surabaya. Para personil Mitra Surabaya ini juga merupakan jamaah Bangbang Wetan, yang selalu hadir di Majelis Bangbang Wetan sebelum pandemi.
Respons Jamaah Terhadap Tema
Pada posisi jamaah sudah tune in sinau, Mas Yasin dan Lik Ahid membuka sesi awal diskusi dengan mempersilakan masing-masing personel Mitra Surabaya untuk memperkenalkan diri. Ibarat tak kenal maka tak sayang, maka pada sesi perkenalan, masing-masing personel dan jamaah saling berinteraksi supaya lebih dekat. Selain itu, Mas Yasin juga meminta perwakilan jamaah untuk merespons tema yang menjadi bahasan sinau bareng malam itu.
Mengawali respons tema, Cak Ariawan menyampaikan bahwa ia tak pernah memusingkan apa yang telah disampaikan media sosial. Sebab orang sekarang percaya kepada omongan orang bukan berdasar fakta melainkan keberpihakan kepada yang dipercaya.
Dari sudut pandang sikap lain, Cak Irul sebagai seniman lukis dan gambar ilustrasi diminta menyampaikan gagasannya. Beliau menyampaikan bahwa saat ini sedang garap komik yang menceritakan aktivitas Bangbang Wetan. Pada masa pandemi, Cak Irul lebih memilih berkarya dengan menyediakan jasa pembuatan komik yang menceritakan suatu hal, sketsa wajah, atau lukisan yang bisa dijadikan pilihan souvenir pernikahan.
“Kreatif menyikapi boleh, tapi tetap ada rasa prihatin untuk benar-benar peduli atas segala yang sedang terjadi misalnya: banjir, gunung meletus, dll–itu bukan masalah sepele. Artinya butuh kepedulian atas dasar rasa prihatin dengan sikap memecahkan masalah yang kreatif,” tambah Cak Irul.
Di penghujung 2020 ini, kegembiraan kita semakin jangkep karena dibersamai langsung oleh Mas Sabrang, yang bulan-bulan sebelumnya menemani kita melalui Sinau Barent daring.
“Ojo gumun! Keadaan seperti ini biasa. Biasa dalam arti bukan hanya terjadi sekarang ini.” Tanpa basa-basi Mas Sabrang langsung nyemplung merespons tema. Mas Sabrang meneruskan bahasan, jika parameter umur maka umur hidup kita mengalaminya sekarang ini, tapi kalau bicara umur peradaban perputaran ini terjadi terus-terusan. Remuk-apik-kaku-remuk maneh. Tumbuh yang baru kemudian remuk lagi. Menurut Mas Sabrang, yang namanya siklus peradaban memang seperti itu.
Bonus Demografi Bangsa Indonesia
“Ada di antara kita yang pernah tahu tentang Bonus Demografi?”, tanya Mas Sabrang. Setelah itu beliau menjelaskan bahwa Bonus Demografi adalah jumlah penduduk di rentang usia 15-65 tahun, jumlahnya lebih banyak daripada yang di luar rentang usia itu. Dalam sejarah negara, Bonus Demografi hanya terjadi sekali, dan itu menentukan masa depan bangsanya. Siapa yang bisa bangkit pada zaman Bonus Demografi, dia akan meroket. Misalnya negara Jepang, Korea, China, mereka mengalami masa yang tepat pada Bonus Demografi mereka. Karena mereka bisa memanfaatkan work force-nya, tenaga kerjanya secara efektif. Ada yang gagal memanfaatkan, kemudian Gross Domestic Product-nya rata, mau naik susah apalagi mau meroket. Karena Bonus Demografinya tidak dipakai secara efektif.
Indonesia pada situasi kritis itu sekarang. Kita hanya punya waktu sekitar 10-15 tahun, kalau kita pemudanya umur 15-65 tahun tidak produktif, bisa dijamin berdasarkan pengalaman sejarah bahwa masa depan Indonesia akan mudah dikontrol oleh pihak luar. Akan miskin terus, tidak bisa meroket. Jadi titik kritisnya 15 tahun ke depan.
Menurut Mas Sabrang, wajar kalau Indonesia dibikin ribut terus. Pemudanya yang paling banyak tenaganya untuk ribut. Karena banyak tenaganya, bisa dibuat untuk produktif, bisa untuk ribut. Maka dari itu kita diberi pertunjukan ribut terus supaya kita terdorong untuk ribut terus, dengan tujuan agar kita tidak produktif. Sederhana, misalnya kita ditahan 15 tahun, masa depan Indonesia kepegang pihak penguasa dunia. Sebab kalau Indonesia sampai meroket, akan membahayakan penguasa dunia. Indonesia punya sumber daya alam yang luar biasa, masalahnya sumber daya manusianya yang belum capable. Masalahnya jika sumber daya manusianya dipertahankan dalam posisi belum capable, maka sumber daya alamnya akan gampang dikuasai oleh pihak luar.
Langkah yang bisa kita lakukan sekarang ini: misal ketika kita melihat yang busuk sekarang ini, lebih baik kita diamkan terlebih dahulu. Ketika kita sudah tahu sebab akibat, tahu titiknya, kita berteman dengan waktu untuk bersabar menunggu kepunahan dari kebusukan yang dilakukan generasi tua kita. Setelah itu kita yang pegang, tapi kalau hanya meneruskan yang kemarin ya sama saja. Tak membuahkan perubahan yang berarti bagi Indonesia.