CakNun.com

Belajar Berkebun Kehidupan dari Pengalaman

Liputan Ultah ke-14 Bangbang Wetan, Rumah Maiyah Yogyakarta, Jumat 11 September 2020
Amin Ungsaka
Waktu baca ± 6 menit

Alhamdulillah rencana teman-teman penggiat BBW untuk mensyukuri 14 tahun Bangbang Wetan dijawab oleh Allah. Sekretariat Progress memfasilitasi teman-teman untuk mengadakan acara puncak rasa syukur kelahiran Bangbang Wetan di Rumah Maiyah Kadipiro Yogyakarta pada Jumat 11 September lalu.

Kami berangkat dari Surabaya pagi hari dengan menggunakan bis mini. Kami berangkat dengan jumlah rombongan sekitar 30 orang — dengan senantiasa sadar mematuhi protokol Kesehatan.

Sebelum berangkat, kami membagi-bagikan masker edisi khusus ulang tahun, hand sanitizer, dan menyemprotkan desinfektan kepada masing-masing rombongan sebelum masuk bis. Kita juga sangu semprotan disinfektan sendiri untuk kita semprotkan kepada masing-masing rombongan ketika akan memasuki Rumah Maiyah Kadipiro Yogyakarta.

Rombongan terdiri atas berbagai entitas yang lahir dan berperan dalam berlangsungnya Bangbang Wetan sampai sekarang. Adapun perwakilan entitas itu diantaranya: Bonek Maiyah, SWS (Shalawat Wirid Surabaya), generasi muda Bangbang Wetan dan para sesepuh generasi awal yang turut memperjuangkan lahirnya dan menjaga keistiqamahan Bangbang Wetan sampai saat ini.

Acara syukuran malam itu selain sebagai bentuk rasa syukur kita kepada Allah, juga sebagai acara nglumpukne balung pisah generasi muda dengan para sesepuh yang telah berpisah dan bertugas di wilayah perannya masing-masing.

“Transformasi Hutan ke Kebun Persemaian” merupakan tema yang tepat untuk dibahas bersama pada Bangbang Wetan September ini.

Kami tiba di Yogyakarta sore hari. Rombongan ada yang beristirahat di salah satu tempat penginapan, ada sebagian yang langsung menuju Rumah Maiyah Kadipiro Yogyakarta untuk ikut membantu mempersiapkan segala keperluan acara.

Bakda maghrib, rombongan yang beristirahat segera merapat ke Rumah Maiyah dan masing-masing mengambil posisi duduk yang sudah disediakan berjarak.

Acara dimulai dengan nderes Al-Qur’an juz 14 dan bersholawat bersama yang dipimpin oleh Cak Lutfi. Acara selanjutnya dipandu oleh Cak Amin dan Mas Yasin, mempersilakan kepada Pak Dudung dan Cak Rudd untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada jamaah dan berbagai pihak yang telah bersedia menyongsong keberlangungan Bangbang Wetan selama ini.

KiaiKanjeng secara spesial mempersembahkan nomor Bangbang Wetan — mengantarkan kita semakin khusyuk dan bersemangat menyambut insight (wawasan) dan wisdom dari Mbah Nun, Mas Sabrang, Kyai Muzzammil, Wak Mad, dan Pak Darmadji.

Mbah Nun membuka sesi inti diskusi dengan memberikan kuda-kuda dasar untuk menjaga keistiqamahan kita di Bangbang Wetan “sujude seng luweh jeru, cek’e khammasah e luweh ombo lan duwur. Khammasah daya juang, dan khallaq itu kreativitas. Sebab manusia harus punya daya cipta atau kreativitas.”

Karena, menurut Mbah Nun, semua makhluk berposisinya adalah doa. Tidak ada makhluk yang tidak berposisi doa. Karena hidup ini bergerak ke depan. Kita tidak tahu satu menit ke depan akan terjadi apa. Maka posisi kita adalah berdoa terus kepada Allah dan berharap terus kepada masa depan.

Membimbing jalannya acara inti tersebut, Mbah Nun mengajak kepada jamaah untuk menggali insight dari Mas Sabrang, Kyai Muzzammil, Pak Darmadji, dan Wak Mad, supaya sanad atau sandaran kita jelas.

Mengeksplorasi Insight, Menemukan Wisdom

Mengacu pada tema, Mbah Nun mengeksplorasi insight mengenai alam semesta ibarat hutan rimba dan ilmu pengetahuan ibarat rimba yang luar biasa kemudian kita harus punya manajemen sehingga punya kebun-kebun atau taman-taman. Ada dua pilihan, kalau konsentrasinya adalah produktivitas maka disebut kebun, kalau konsentrasinya kenyamanan hidup kita sebut taman. Kalau konsentrasinya kepandaian, kita sebut kebun Kalau konsentrasinya keindahan, kita sebut taman.

Jadi, jannah itu adalah suatu perkebunan besar yang disediakan oleh Allah, yang manusianya sudah berlatih selama di dunia ini untuk berkebun. Jadi menata tanaman, memahami tanaman, tanah, pupuk, udara, iklimnya dan seterusnya. Dan Bangbang Wetan merupakan suatu kebun yang harus kita pahami bersama dan belajar terus-menerus, agar supaya kelak di surga kita berkebun dengan sebaik-baiknya. Karena surga adalah kebun besar (kebun agung).

Mas Sabrang merespons tema dengan mengawali pemahaman bahwa jika ada dua kata yang berbeda, harus dimengerti dulu apa bedanya sehingga kita dapat melangkah selanjutnya.

Mbah Nun menambahkan pointer mengenai beda antara hutan dan kebun. Kalau menggunakan cara budaya, hutan itu alam, sedangkan kebun itu budaya atau kebudayaan. Itu berarti tidak mungkin orang berkebun tanpa mengacu dan memahami alam.

Diteruskan Mas Sabrang tentang perbedaan konsep antara kebun dan hutan. Menurut Mas Sabrang kalau melihat tanaman paling gampang kalau kebun itu tanamannya seragam, sedangkan hutan tanamannya beragam. Mas Sabrang mendefinisikan bedanya, keduanya sama-sama merupakan sebuah tempat penuh tanaman yang dapat kita gunakan sebagai sumber daya. Bedanya adalah kalau kebun ada faktor intensi dari manusia untuk membuatnya. Jadi tidak jadi dengan sendirinya. Kalau dibiarkan terjadi dengan sendirinya jadinya hutan.

Mas Sabrang mengingatkan kembali pengertian tentang pengetahuan. Pengetahuan itu informasi yang bersambungan satu sama lain. Kalau insight adalah kita tahu titik terpenting dari titik-titik pengetahuan yang bersambung satu sama lain itu. Dan kalau wisdom bukan pada bisa atau tidaknya kita melakukan sesuatu, tetapi pada manfaat atau mudharat dari apa yang kita lakukan.

Insight kalau menurut Mbah Nun adalah pemahaman yang lebih detail mengenai sebab akibat yang diinformasikan melalui data-data. Dengan insight kita dapat menemukan dan menggali wisdom

Faktor Kesengajaan Untuk Mengolah Kebun

Jadi kalau kebun ada faktor kesengajaan manusia membuat tempat itu. Faktor kesengajaan itu merupakan faktor paling penting di antara mana yang hutan, mana yang kebun. Tidak mungkin kita membuat kebun hanya menunggu kebunnya tumbuh sendiri. Karena faktor pembeda utamanya adalah kesengajaan manusia untuk membentuk sebuah kebun.

Jadi kalau mau mentransformasi dari hutan menjadi kebun yang kita butuhkan nomor satu adalah faktor kesengajaan. Setelah kesengajaan kita butuh pengetahuan, karena kita tidak mungkin sengaja membentuk sesuatu tanpa kita tahu bentuknya dari apa, yang sudah terjadi seperti apa, yang gagal seperti apa, yang berhasil seperti apa. Dan menurut Mas Sabrang, tidak ada tempat belajar paling ampuh selain alam. Karena alam sudah enam juta tahun pengalaman macam-macam, gagal dan berhasil berjuta kali untuk menyesuaikan diri dan bekerja sama satu sama lain.

Jadi pengetahuan tentang alam ini menjadi fundamental untuk berkebun, karena unsur kesengajaan harus dibarengi dengan pengetahuan.

Prinsip Dasar Bangbang Wetan dan Maiyah

Menurut Mas Sabrang, untuk membangun kebun, kita bisa berangkat dari level mana pun sebenarnya. Yang membedakan adalah waktunya, secepat apa dia membangun. Semakin kita punya pengetahuan, semakin kita punya insight dan semakin kita punya wisdom, makan membangun itu semakin cepat, daripada yang random.

Semakin paham situasi, semakin paham sistemnya, maka akan semakin efektif melakukannya.

Berpijak di tanah Bangbang Wetan, menurut Mas Sabrang arek etan faktor kesengajaannya yang kuat dalam berkebun di Bangbang Wetan. Energinya sangat tinggi untuk melakukan sesuatu. Dan Mas Sabrang mewanti-wanti kita bahwa yang paling susah dalam usaha kita untuk berkebun di Bangbang Wetan adalah konsistensi dan energi. Tapi pada ulang tahun ke-14 ini, merupakan bukti konsistensi dan energi sehingga mau datang mengadakan acara ulang tahun di Kadipiro.

Kalau ingin Bangbang Wetan berkebun di tengah kondisi seperti sekarang ini adalah menyatukan berbagai sudut pandang yang dimiliki masing-masing anggota internal. Mengambil jalan tengah dari berbagai sudut pandang, yang semua konsiderannya dihitung, kemudian pengambilan suatu jalan yang tidak mungkin memuaskan semua pihak. Sebab semua harus sadar bahwa yang dia inginkan itu pasti tidak terpenuhi seratus persen. Itu yang namanya musyawarah untuk mufakat. Baiknya bareng-bareng, bil hikmah. Dan pemimpin seharusnya punya wisdom. Pegangannya adalah nilai dan mengambil keputusan yang paling penting sisi kemanusiaanya.

Mbah Nun melengkapi prinsip dasar kita untuk berkebun di Bangbang Wetan. Bahwa datanya Bangbang Wetan, tapi informasinya adalah ada BBW sebagai komunitas, ada sebagai individu-individu dan keluarga yang berkumpul. Jadi kita harus punya pembagian skala yang jelas. Dan insight-nya harus kita temukan. Kita harus menemukan hutan kita apa sehingga kita jadikan kebun seperti apa. Tapi ketika manusia punya kesengajaan berarti punya konsep, punya ilmu, dari data, informasi sampai wisdom. Jadi wisdom ini harus tetap menjadi acuan kita untuk bergerak dan melakukan sesuatu. Maka dari itu kita tidak menjadi parpol karena acuan gerak kita di Maiyah adalah wisdom.

Makna Alam dan Pengalaman

Kembali lagi pada hutan dan kebun. Menurut Mbah Nun, hutan adalah alam, kebun adalah kebudayaan. Sehingga kita tak bisa mengerti kebun tanpa mengerti hutan. Kita bisa mengerti masa depan tanpa mengetahui masa silam. Kebun itu kebudayaan, hutan itu alam. Alam subjeknya adalah Allah. Kemudian kita belajar kepada Maha Pencipta hutan agar supaya dapat membangun kebun.

Kata Kyai Muzammil, alam itu ada tiga: alam mulki, alam malakut, dan alam jabarut. Dan yang kita pijaki sekarang ini adalah alam mulki.

Sanad utama kehidupan adalah alam. Manusia kan kalau ingin mempelajari dirinya, ingin membangun dirinya harus tanya pabriknya. Nah pabriknya ini kan Allah. Kita adalah anak dari peradaban yang kurang rajin bertanya kepada Allah.

Hikmah yang tertinggi adalah jadilah manusia yang berkembang sesuai yang Allah ciptakan seperti itu seratus persen. Jangan menjadi manusia yang beerkembang sesuai keinginan manusia.

Mengalami adalah kita sedang berada di dalam penghayatan atau di dalam getaran kehidupan yang sifatnya alamiah tetapi di dalam kebudayaan. Jadi tidak ada tanaman di kebudayaan yang tumbuh tidak mengacu pada tumbuhnya tanaman di hutan. Jadi pengalaman menurut Mbah Nun merupakan kosakata yang sudah wisdom. Kita rahmatan lil’alam saja tidak bisa. Terbukti sampai sekarang bahwa kita sekarang ini pintar jika mencuri, tapi bodoh soal akhlakul karimah, bebrayan dan rahmatan lil’alamin. Kita canggihnya hanya untuk hedonisme, gila politik dan gila harta.

Kita sangat bersyukur kepada Allah, karena dipertemukan dengan Mbah Nun sehingga dapat belajar insight dan wisdom dari alam dan dilengkapi oleh Mas Sabrang untuk mengeksplorasi ilmu dan mengembangkan khallaq (kreativitas) — berusaha menjadi kebun rahmatan lil alamin semampu kita.

Sebagai sesepuh yang mewakili Bangbang Wetan, Wak Mad menyampaikan rasa syukur kita yang sangat tepat belajar di Maiyah. Sebab di Maiyah yang kita dapatkan adalah sanad pengalaman. Dan Mbah Nun sendiri sangat kaya pengalaman.

Sebagai puncak rasa syukur malam itu prosesi pemotongan pucuk tumpeng untuk diserahkan kepada Mas Sabrang sebagai Rektor Bangbang Wetan dan kemudian berdoa bersama yang dipimpin oleh Kyai Muzammil.

Di puncak rasa syukur itu, Mbah Nun nyangoni kita dengan kalimat, “Untuk anak-anak Bangbang Wetan teruslah beristiqamah, brasak masa ke depan dengan optimisme dan khusnudldlon kepada Allah. Tinggal satu langkah lagi Anda mendapat berkah dari Allah. Tinggal satu langkah lagi dengan seluruh elaborasi ilmu, dan wisdom yang didapatkan di Bangbang Wetan. Karena, kelak kita akan mendapat satu langkah kecil, yang bermakna besar bagi hidup Anda.”

Yogyakarta-Surabaya, 12 September 2020

Lainnya

Sunda Mengasuh___

Sudah sejak pukul 18.00 penggiat Jamparing Asih berkumpul di gedung RRI.

Jamparing Asih
Jamparing Asih

Topik