CakNun.com

Al-Qur’an dan Bermacam Keperluan Hidup Manusia

Muhammadona Setiawan
Waktu baca ± 3 menit
Foto oleh Abdullah Ghatasheh dari Pexels

Malam Jumat lalu, saya mengaji surat Al-Waqiah (Hari Kiamat). Surat ke-56 ini memiliki 96 ayat. Seperti biasa, usai mendaras saya baca terjemahan artinya. Urut dan runut. Sampai pada arti ayat 77-81, saya merenung.

Sesungguhnya Al-Qur’an ini sangat mulia. Dalam kitab yang terpelihara (Lauh Mahfuz). Tidak ada yang menyentuhnya selain hamba-hamba yang disucikan. Diturunkan dari Tuhan seluruh alam. Apakah kamu menganggap remeh saja Al-Qur’an ini?” (Al-Waqiah 77-81).

Terbersit dalam benak saya, apa yang membuat Al-Qur’an ini sangat mulia? Bagi saya yang awam ini, kerapkali Al-Qur’an hanya terjamah lewat membacanya sekali dalam sehari usai salat Maghrib. Itu pun sekedar mbaca, tanpa ada kemauan atau ghirrah untuk memahami makna di dalamnya.

Jawaban atas pertanyaan saya itu, perlahan-lahan, hari demi hari, sadar tidak sadar mulai ada titik terang. Jawaban itu satu persatu muncul lewat rutinitas sehari-hari yang sejatinya saban hari saya alami.

Kenapa Al-Qur’an itu mulia? Satu di antaranya karena teks (bacaan) Al-Qur’an itu pas dan cocok digunakan dalam segala konteks dan keperluan hidup manusia. Apa saja? Banyak. Momen atau peristiwa apapun baik untuk dibacakan ayat-ayat suci Al-Qu’ran. Seperti, anak mau tidur, antara adzan dan iqomah, orang mantu atau hajatan, kesripahan, tahlilan, yasinan, ziarah kubur, pengajian, Maiyahan, acara peresmian gedung, doa kesembuhan orang sakit, doa untuk tes masuk kerja, doa maju lomba, acara pamitan haji, slup-slupan rumah, sebagai mahar nikah (mempelai pria hapal salah satu surat misalnya), dan masih banyak lagi.

Pada semua kegiatan di atas pantas untuk dilantunkan ayat dan surat-surat Al-Qur’an sesuai dengan konteks acaranya. Dan saya yakin kita semua pernah mengalami, sekaligus nyekseni peristiwa-peristiwa itu. Apakah hal tersebut tidak cukup menjadi bukti bahwa Al-Qur’an itu sangat mulia?

***

Baru berupa teks/bacaan, Al-Qur’an telah menunjukkan kemuliaannya. Belum lagi kalau kita mau mencoba memasuki, menyelami, dan mendalami makna dari setiap huruf, ayat, kalimat, yang termaktub didalamnya.

Untunglah, di tengah keterbatasan saya, di lingkaran keluarga besar JM kita memiliki Marja’ yang setia ngemong, memandu, serta mendampingi kita untuk menjadi tertarik kepada Al-Qur’an.

Melalui proses panjang Iqra’, sinau bareng, mlaku, dan lelaku yang ditempuh Mbah Nun, beliau menawarkan satu kunci kepada kita untuk memulai belajar timik-timik mendekat, memahami, dan syukur-syukur menghayati setiap makna ayat, kalimat, surat dalam Al-Qur’an. Seperti yang telah disampaikan beliau pada tulisan Khasanah, Plonga-plongo Alif Lam Mim.

“Tadabbur adalah kemerdekaan membaca, merespons, menghayati, mencintai, atau apapun yang dilakukan oleh manusia terhadap firman Allah, asalkan output-nya adalah ia menjadi lebih mendekat kepada Allah dan berbuat lebih baik dan lebih bermanfaat bagi sesama manusia dan makhluk-makhluk lainnya ciptaan Allah. Prinsip tadabbur tidak terikat oleh kebenaran ilmiah tafsir, melainkan syarat peningkatan akhlaqul karimah para pelaku tadabbur.” (Khasanah, Plonga Plongo Alif Lam Mim)

Dengan berpijak pada prinsip Tadabbur, kita tidak merasa canggung apalagi takut untuk bersentuhan dan dekat-dekat dengan Al-Qur’an. Kita merdeka untuk mengaji — membaca — menelaah arti maksud kalam Tuhan (Al-Qur’an) sesuai kadar spiritualitas dan logika kita.

Dalam Tetes Samudera Al-Qur’an, Cak Fuad menyampaikan bahwa setiap orang yang berkemauan, seawam apapun dia atas izin Allah Swt, dapat mengambil hikmah dan merengkuh manfaat dari Al-Qur’an.

Al-Qur’an adalah sumber ilmu dan hikmah yang tak pernah habis digali. Begitu banyak tafsir ditulis, begitu kajian digiatkan, begitu banyak seminar digelar; namun beribu misteri masih tetap tersembunyi. Al-Qur’an adalah samudera yang menyimpan berjuta mutiara. Semakin dalam diselami, semakin indah dan beragam mutiara yang ditemukan.

Satu huruf atau ayat Al-Qur’an dapat memiliki multi arti dan pemaknaan. Pemaknaan hari kemarin dengan hari ini bisa saja berbeda, dan pemaknaan esok hari mungkin beda lagi. Hal tersebut tidak salah, justru itu menjadi satu bukti keluasan Al-Quran yang kaya makna.

Bahkan pada Tetes Buah Mencintai Surat Tertentu dalam Al-Qur’an, Cak Fuad menegaskan bahwa kecintaan kita pada surat atau ayat tertentu dan membacanya dalam setiap shalat, ternyata memiliki keutamaan tersendiri, dan kata Rasulullah Saw dapat membawa kita masuk surga. Alangkah tinggi nilai sebuah cinta yang tulus, meskipun hanya kepada satu surat pendek, apalagi cinta dengan segenap jiwa kepada Al-Qur’an.

Tetes ilmu dari Cak Fuad bersanding dengan Revolusi Tadabbur yang dipaparkan Mbah Nun, seyogianya mampu merangsang dan menyuntik spirit kita (para pelaku Maiyah) untuk lebih mencintai seraya memesrai Al-Qur’an. Rajin dan rutin membacanya. Satu ayat, dua ayat, satu surat, dua surat, dan seterusnya. Kemudian, nilai, pencerahan, dan manfaat ayat yang ditadabburi membawa kita lebih cinta kepada Allah, Rasululullah, dan kepada Al-Qur’an itu sendiri. Selanjutnya terimplementasi dalam akhlaqul karimah pada sesama, sekitar, dan semesta.

Kecintaan kita pada ayat atau surat tertentu hingga keseluruhan Al-Qur’an juga akan mengundang nikmat dan keberkahan dari Tuhan Semesta Alam. Apapun bentuknya, dunia-akhirat.

Gemolong, 16 September 2020

Exit mobile version