CakNun.com

A Letter For You, Cak

Ian L. Betts
Waktu baca ± 4 menit
Kebencian-kebencian itu muncul karena orang takut kalah, saking rendahnya tauhid, sehingga tidak ada keyakinan kepada Yang mengatur hidup.

INDONESIA VERSION

Cak,

I’d like to wish you a very happy birthday. I always remember that day because the first time we met it was your birthday in 1998 and it was a very busy time that May in Jakarta!

That day was very special for me because you gave me two very special gifts on your birthday that evening.

The first gift was the knowledge that we are on a path, and that it’s a silent one. I had glimpsed the path in your writings. I had seen its edges and caught sight of its boundaries but I could not comprehend its dimensions or meaning before encountering you in person.

This is a path with many aspects. It is a religious path which shows us the relationship between Allah, the Prophet (p.b.u.h) and us, human beings.

It is a spiritual path with a beginning and, in time for each of us, an end, during which we can engage with Allah, the Qur’an and our community, Maiyah. We can learn and grow from the teachings we find on that path.

And it’s a deeply personal path. When we put together Jalan Sunyi Emha I had assumed we were telling the story of your silent path – but you corrected me. It was just as much my path and there is a path for each of us.

So thank you, Cak, for the gift of the path.

The second gift was the gift of the light. We can’t see our way on the path unless we have light. And you are the one who guides us to the light. Your writings tell us much about the symbols of our faith, the Qur’an, the Prophet (p.b.u.h) and the stories of all the prophets, and the silent path we walk, and they are filled with references to the light. Very early in your career you gave us Cahaya Diatas Cahaya, the light above all lights. And your later work demonstrates the application of the light in Rayya: Cahaya Di Atas Cahaya. In Syair-Syair Asmaul Husna you write about “…tinggal menjadi samar cahaya, Merindukan cahaya yang sebernarnya.” For many of us, you are the one who guides us to that light and shows us its strength and intensity.

So thank you Cak, for the gift of the light.

You have given us many gifts, but these are the ones I will share today.

Twenty-two years after I first met you, the Maiyah movement has grown in size and depth with regular gatherings in so many places. Now we are even online and can gather virtually on the internet. Maiyah has become a core part of the lives of thousands of people who engage in its social and spiritual activities and benefit from its teachings with you as its leading mentor and guide. These are gifts beyond measure.

So finally I would like to thank you personally for the gift of your friendship over this time which is something I treasure and which has enriched me in my heart in ways you cannot know.

I wish you a very happy birthday, and I look forward to the time we can meet again.

Ian L. Betts
Bangkok Thailand, 27.05.2020

Sepucuk Surat Untukmu, Cak

Cak,

Saya mengucapkan selamat ulang tahun kepada Anda. Saya selalu ingat hari/tanggal ini karena pertama kali kita bertemu adalah saat hari ulang tahun Anda pada 1998 dan ketika itu waktu yang sangat sibuk-sibuknya pada bulan Mei di Jakarta!

Hari itu sangat istimewa buat saya karena Anda memberi saya dua hadiah yang sangat istimewa pada hari ulang tahun Anda malam itu.

Hadiah pertama adalah ilmu bahwa kita sedang berada di sebuah jalan, dan jalan itu adalah jalan yang sunyi. Saya telah melihat sekilas jalan itu dalam tulisan-tulisan Anda. Saya telah melihat ujung-ujungnya dan melihat batasan-batasannya tetapi saya tidak bisa memahami dimensi atau maknanya sebelum bertemu dengan Anda secara pribadi.

Ia adalah jalan yang memiliki banyak aspek. Ia adalah jalan keagamaan yang menunjukkan kepada kita hubungan antara Allah, Nabi Muhammad Saw, dan kita yaitu umat manusia.

Ia adalah jalan spiritual yang memiliki sebuah awal/keberangkatan, dalam bentangan waktu yang kita miliki masing-masing, dan sebuah ujung/akhir, yang di dalamnya kita dapat tersambung dengan Allah, Al-Quran, dan komunitas kita, Maiyah. Kita dapat belajar dan tumbuh dari ajaran-ajaran yang kita temukan di jalan itu.

Dan ia adalah jalan yang sangat personal. Ketika kita menyusun buku Jalan Sunyi Emha, saya berasumsi bahwa kita sedang menceritakan kisah jalan sunyi Anda – tetapi Anda mengoreksi saya. Bahwa jalan itu adalah juga jalan saya, dan terdapat satu jalan bagi setiap kita.

Jadi terima kasih, Cak, untuk hadiah jalan.

Hadiah yang kedua adalah hadiah berupa cahaya. Kita tidak bisa melihat jalur kita di jalan itu kecuali jika kita memiliki cahaya. Dan Anda adalah orang yang menuntun kami ke cahaya itu. Tulisan-tulisan Anda banyak memberi tahu kami tentang lambang-lambang iman kita, Al-Qur’an, Nabi Saw, dan kisah-kisah semua nabi, serta jalan sunyi yang kita tapaki, dan tulisan-tulisan itu dipenuhi referensi-referensi mengenai cahaya. Di awal “karier” Anda, Anda memberi kami Cahaya Di Atas Cahaya, cahaya di atas semua cahaya. Dan karya Anda selanjutnya menunjukkan penerapan cahaya itu pada film Rayya: Cahaya Di Atas Cahaya. Dalam Syair-Syair Asmaul Husna Anda menulis tentang “… tinggal menjadi samar cahaya, Merindukan cahaya yang sebernarnya.” Bagi banyak dari kami, Anda adalah orang yang menuntun kami kepada cahaya itu dan menunjukkan kepada kami kekuatan dan intensitasnya.

Jadi terima kasih Cak, untuk hadiah cahayanya.

Anda telah memberi kami banyak hadiah, tetapi inilah yang akan saya bagikan hari ini.

Dua puluh dua tahun setelah saya pertama kali bertemu dengan Anda, gerakan Maiyah telah berkembang secara ukuran dan kedalaman dengan adanya pertemuan rutin di berbagai tempat. Bahkan sekarang ini kita bisa online dan dapat berkumpul secara virtual di internet. Maiyah telah menjadi bagian inti dari kehidupan ribuan orang yang berperan aktif dalam kegiatan sosial dan spiritualnya dan mendapat manfaat dari ajaran Maiyah itu bersama Anda sebagai pembimbing dan pembina utamanya. Ini adalah hadiah yang tak terkira.

Terakhir saya ingin mengucapkan terima kasih secara pribadi atas hadiah persahabatan dengan Anda selama ini yang menurut saya adalah sesuatu yang berharga dan yang telah memperkaya dalam hati saya dengan cara-cara yang tidak dapat Anda ketahui.

Selamat ulang tahun Cak, dan saya berharap kita bisa bertemu lagi.

Ian L. Betts
Bangkok Thailand, 27.05.2020

Ian L. Betts
Ian Leonard Betts, lahir di London April 1964. Lulusan Exeter University, Master International Studies, 2003. 1994 belajar Pokok-Pokok Al Qur’an dan Filsafat Islam di Institut Paramadina. Author of Jalan Sunyi Emha.
Bagikan:

Lainnya

Afdlaliyah Maiyah

Afdlaliyah Maiyah

It’s natural to expect that jammah Maiyah should use the gatherings they attend to ask questions about the state of Indonesia, its socio-political progress and place in the world.

Ian L. Betts
Ian L. Betts
20th Anniversary Padhang mBulan

20th Anniversary Padhang mBulan

Dear Jamaah Maiyah,

These are my notes from Padhang mBulan on Saturday, 19 October 2013, which marked the gathering’s twenty year anniversary as well as a year since the passing of Ibu Halimah, the mother of Cak Nun and Cak Fuad.

Ian L. Betts
Ian L. Betts