Urun Kemesraan untuk Masa Depan Pascanegara
Seperti Rasulullah, Jadilah Sahabat Bagi Semua Orang
Tentu banyak sekali bahasan yang disambar malam ini, berbagai elaborasi dan beberapa kejadian tak terduga seperti kemunculan Pak Nuriadi yang sudah lebih dulu terbit laporan singkatnya juga air mata Pak Tanto Mendut semua terjadi pada malam yang menyenangkan ini.
Mumpung teringat, ada pintu ilmu sendiri ketika Pak Tanto baru saja tiba di panggung dan dipersilakan oleh Mbah Nun. Ini masih cukup lama sebelum Pak Tanto kemudian berbicara dengan haru, Mbah Nun memanggil Pak Tanto dengan “ini kiai dan ulama”. Ketika para jamaah dan hadirin tertawa, Mbah Nun membagikan sebungkus benih ilmu lagi dengan menyatakan, “Setiap orang yang menggunakan naluri dan akal budinya dengan maksimal adalah ulama. Syaratnya hanya satu yaitu takut kepada Allah.”
Maka cukup aneh kalau banyak beredar orang-orang yang disematkan kata ulama tapi takut pada banyak hal selain Allah. Takut tidak bisa merebut panggung, takut tidak menduduki KUA sampai Kementerian Agama, takut pengaruh Wahabi, takut dikriminalisasi, takut tidak diakui heroisme golongannya dan takut segala-gala macam hal lain dan tetap mendaku ulama. Dunia sedang berjalan kurang logis, memang. Satu demi satu pemitosan itu runtuh dengan sendirinya.
Kemandekan kita sebagai penduduk peradaban ini menurut Mbah Nun adalah akibat karena selama berabad-abad kaum muslimin tidak meniru masyarakat Madaniyah yang dibangun oleh Rasulullah Saw. Ada empat poin yang menurut Mbah Nun bisa kita garis bawahi mengenai peran Rasulullah yakni:
- Mentransformasikan kesadaran masyarakat, di mana justru kaum muslimin (sebagai identitas) adalah minoritas.
- Mempersaudarakan manusia di dalamnya atas kesadaran al mutahabbina fillah.
- Rasulullah Saw sendiri tidak datang sebagai penceramah, pemerintah, kiai atau agamawan tetap sebagai peletak master plan kota dan peradaban.
- Rasulullah Saw menjadi pengayom, bukan menduduki posisi politik praktis sehingga masayarakat yang tercipta bukan tumpeng hierarkhis namun bersifat egaliter ala Ka’bah.
Mbah Nun memberi tekanan, kalau kita ingin bisa menjadi manusia ruang yang menampung segala macam golongan, “Jangan terlalu berdiri sebagai pemerintah. Jangan terlalu berdiri sebagai pemimpin, jadilah sahabat bagi semua orang.” Dan tampaknya, memang itulah yang dilakukan oleh Rasulullah Saw selama hidup beliau. Sayangnya, ketika sejarah hidup beliau dipenggal-penggal dalam trend quote kitab-kitab hadits, imajinasi sejarah kita terdistorsi sehingga dalam khayalan kita seolah Rasul sangat suka ngomong dan mengomentari berbagai hal yang beliau tidak ikut terlibat dalam pembimbingan prosesnya. Ada perbedaan drastis ketika trend kitab sirah bergeser jadi trend kitab hadits, semua perlu kita hargai sebagai proses sejarah sekaligus juga perlu kita sadari kekurangan di baliknya.