Sisi Lain Otentik Pak Nevi
Sebagai Jamaah Maiyah, kebanyakan kita mengetahui sosok Pak Nevi adalah salah satu personel KiaiKanjeng pada posisi Saron. Kepiawaiannya dalam memukul bilah demi bilah Saron tidak terbantahkan lagi. Sudah tak terhitung genre musik yang dikreasikan oleh Pak Nevi sehingga mampu diakomodir oleh Saron yang ia mainkan. Dan kita juga mengetahui, sosok Pak Nevi adalah sang kreator Gamelan KiaiKanjeng.
Beberapa dari kita sebagai Jamaah Maiyah juga mungkin mencatat, Pak Nevi piawai dalam memerankan tokoh di sebuah pementasan teater. Pak Nevi adalah seorang aktor yang hebat. Pementasan terakhir Pak Nevi tentu saja Sengkuni 2019 yang kita menyaksikannya di awal tahun ini. Di film “Rayya-Cahaya di Atas Cahaya”, kita juga menyaksikan bagaimana Pak Nevi muncul dalam sebuah scene di film yang skenarionya ditulis Cak Nun tersebut. Cak Nun bahkan pernah mengajak Pak Nevi memberikan Workshop Teater di Mandar kepada anggota Teater Flamboyant di akhir tahun 80-an.
Kisah jenaka Pak Nevi yang sering kita dengar adalah kemampuannya dalam memplesetkan istilah-istilah yang sering tidak terduga. Sudah tidak terhitung juga plesetan-plesetan yang diucapkan Pak Nevi. Nama-nama personel KiaiKanjeng sendiri pun tak luput dari kreativitas plesetan Pak Nevi seperti yang pernah dituliskan oleh Mas Jamal.
Spontanitas Pak Nevi yang sangat mengagumkan adalah bukti nyata dari naluri musikalnya yang sangat murni. Nomor-nomor KiaiKanjeng, terutama yang bukan cover dari sebuah lagu adalah bukti nyata ke-maestro-an seorang Novi Budianto dalam bermusik. Pukulan bilah demi bilah Saron yang ia mainkan, dengan tempo yang beragam, dari yang lambat hingga yang sangat cepat merupakan salah satu keindahan utama Gamelan KiaiKanjeng. Kemampuan bernyanyi Pak Nevi juga sangat baik. Beberapa nomor di KiaiKanjeng memerlukan vokal khas Pak Nevi. Pak Nevi juga mahir memainkan alat musik keyboard. “Takbir Akbar” adalah salah satu nomor dimana Pak Nevi memainkan keyboard.
Hari-hari ini, di Rumah Maiyah sedang berlangsung Pameran Visual Hitam-Putih karya Pak Nevi. Pameran yang awalnya diselenggarakan dari tanggal 24-27 November 2019, diperpanjang hingga tanggal 5 Desember 2019. Alhamdulillah, saya sendiri berkesempatan untuk mengikuti acara pembukaan pameran karya Pak Nevi ini hari minggu lalu di Rumah Maiyah Kadipiro.
Sepertinya, tidak banyak yang mencatat bahwa Pak Nevi adalah seorang PNS Guru Seni Rupa di sebuah SMP di Yogyakarta. Salah satu kisahnya kemarin ditulis oleh Anggarista di website ini. Pada pameran ini, Pak Nevi menampilkan sisi lain dari kreativitas seni yang ia miliki. Lukisan-lukisan yang dijejer di Pendopo Rumah Maiyah ini adalah karya seni yang otentik dari seorang Pak Nevi Budianto.
Menurut Mas Helmi Mustofa, lukisan-lukisan itu menghabiskan lebih dari seribu ballpoint. Memang, lukisan-lukisan itu tidak dilukis dengan cat seperti lukisan pada umumnya, tapi Pak Nevi memilih menggunakan media ballpoint untuk menumpahkan kreativitasnya pada kanvas. Di sela-sela kesibukannya mengajar, di tengah padatnya jadwal Sinau Bareng, dan juga harus tetap meluangkan waktu bersama keluarga, Pak Nevi masih bisa menghasilkan karya seni yang luar biasa.
Kesan pertama saya ketika melihat karya-karya Pak Nevi ini tidak jauh berbeda dengan apa yang diungkapkan Pak Simon Hate: Horor. Mungkin karena secara alam bawah sadar, warna hitam sudah terlalu identik dengan suasana yang seram dan menakutkan.
Saya sendiri orang yang awam tentang lukisan, sehingga tidak bisa memahami termasuk kategori apa karya-karya Pak Nevi tersebut. Tetapi, yang seharusnya menjadi perhatian kita adalah bahwa ternyata Pak Nevi memiliki sisi lain yang juga tak kalah otentik dari kreatifitasnya dalam menciptakan Gamelan KiaiKanjeng.
Jadi, Pameran Visual Hitam Putih ini adalah Another authentic side of Nevi Budianto.