Sinau Suwuk dan Arus Energi dari Allah
Mbah Nun menorehkan pemahaman tentang kelompok-kelompok ini, “Suwuk, rajah, mantra, dan hizib adalah satuan-satuan mujahadah kepada Allah.” Kemudian mengaitkan ke kesadaran tentang peran Allah seperti terformulasi dalam sifat rububiyah, mulukiyah, dan ilahiyah, Mbah Nun mengatakan bahwa suwuk, rajah, mantra, dan hizib ada kaitannya dengan cara Allah hadir dalam kehidupan manusia. Dan yang paling dominan adalah sifat rahman dan rahim-Nya. Maka, keterkabulan doa melalui beberapa jenis permohonan kepada Allah itu merupakan wujud rahman dan rahim-Nya.
Gus Ghufron sendiri yang mengenakan baju hitam, sarung batik, dan peci lancip berikat surban menerangkan empat dimensi suwuk. Pertama, suwuk sebagai jeritan keronto-ronto hati manusia atas problem kehidupan sehari-hari. Lewat suwuk inilah hati manusia menjerit dan mengadu serta meminta tolong kepada Allah. Kedua, suwuk dalam dimensinya sebagai doa dan wirid dan itu berfungsi untuk membangun kedekatan Allah. Ketiga, suwuk dalam konteks keyakinan yang kuat dan musalsal (kepada guru-guru di atasnya/terdahulu) meskipun kadangkala redaksi kalimatnya kadang tak lazimnya doa. Namun, di sini Gus Ghufron menerangkan kekuatan sebuah keyakinan, termasuk keyakinan kepada guru secara turun-temurun. Gus Ghufron di depan jamaah dan masyarakat memberi contoh suwuk jenis ini yaitu suwuk agar bayi tidak menangis atau rewel terus. Keempat, suwuk dalam bentuk pengobatan yang menggunakan tanaman. Di sini, orang-orang yang saban hari rajin merawat tanaman biasanya kelembutan hatinya terasah. Dan kelembutan hati punya peran dalam memberikan atmosfer positif pada tanaman yang akan dijadikan obat.
Hablum Minallah alias Arus Energi dari Allah
Berbicara suwuk membuat Mbah Nun teringat pada satu istilah dalam al-Qur’an yaitu hablum minallah yang selama ini diartikan sebagai hubungan dengan Allah sebagai pasangan dari hablum minannas (hubungan sesama manusia). Dalam sense Mbah Nun kata habl mengingatkannya pada kata kabel. Di situ berarti bisa muncul makna kabel dari Allah. Isinya apa? Isinya adalah arus energi. Pada konteks suwuk, gambaran adanya arus energi pertolongan dari Allah tampak nyata. Jadi suwuk hendaknya membawa akan kesadaran bahwa Allah sangat nyata mengaruskan energi pertolongan dan lain-lain bagi kebutuhan manusia.
Seorang santri yang bertugas di Suwuk Nusantata membuat lukisan wajah Mbah Nun yang sedang merokok dan kepulan asap rokoknya membentuk rajah huruf-huruf Arab dan di situ tertulis Suwuk Nusantara. Rasanya pas juga karena kemana-mana Mbah Nun juga sering dimintai suwuk alias diminta mendoakan banyak orang untuk tercapainya hajat mereka. Di Sinau Bareng pun demikian sebagaimana kita tahu. Entah sudah berapa puluh ribu botol-botol air mineral yang menghampiri Mbah Nun untuk didoakan dan disebul.
Tadi malam, untuk kali pertama, Mbah Nun mengajak semua berdoa dan mengangkat botol air mineral terutama bagi mereka yang punya hajat-hajat khusus yang biasanya nanti akan satu per satu menyodorkan botol itu kepada Mbah Nun. Semalam diubah jadi bersama-sama. Semuanya mengangkat botol itu ke atas. Bersiap menadahi cahaya pertolongan dari Allah. Mbah Nun melantunkan surat an-Nur ayat 35. Dalam hal wirid dan doa, Mbah Nun cenderung mencari jalan yang ringan dan memudahkan. Bapak-bapak yang di panggung dari Pak Polisi, Bapak dari Koramil, sampai kiai-kiai yang lain pun ikut mengangkat botol-botol dan usai itu ada yang langsung meminumnya. Mbah Nun tak pernah berhenti memohon arus energi dari Allah untuk semua jamaah, hadirin, dan anak-cucunya.
***
Tanpa terasa waktu telah sampai lebih dari jam satu dinihari. Jamaah tetap anteng dan khusyuk mengikuti Sinau Bareng. Mereka duduk lesehan di atas lapangan tegalan yang kering dan pecah-pecah dan itu tidak jadi masalah bagi mereka. Keikhlasan untuk mengikuti Sinau Bareng membuat mereka siap berada dalam kondisi dan cuaca apapun.
Ilmu telah mereka serap, musik KiaiKanjeng telah mereka nikmati dan ilmui, kebersamaan telah mereka rasakan. Mbah Nun memuncaki Sinau Bareng dengan melantunkan surat ar-Rahman dengan tekanan pada fabiayyi-alai robbikuma tukadzdziban. Sebelum membacanya, Mbah Nun berpesan dua hal. Bahwa untuk supaya badan dan hidup kita sehat, kita harus terus-menerus menjaga kebersihan hati dan jujur kepada diri sendiri sehingga juga tidak membohongi orang lain, dan pada akhirnya tidak mendustai nikmat Allah.