CakNun.com
Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng ke-4126

Sinau Suwuk dan Arus Energi dari Allah

Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng di Ponpes Darul Falah Ki Ageng Mbodo, Tambirejo Toroh Grobogan, Jum'at, 18 Oktober 2019
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 5 menit

Beragam komunitas spesifik mengundang Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Dua contoh sebelumnya adalah klub Honda CB Nganjuk dan Jamaah Manaqib Syaikh Abdul Qadir Jailani Kalinyamatan Jepara. Dan, tadi malam adalah sebuah pondok pesantren yang punya visi khusus yaitu menghidupkan suwuk sebagai bagian dari khasanah leluhur. Itulah Pondok Pesantren Darul Falah Ki Ageng Mbodo yang didirikan oleh Gus Ghufron. Pesantren ini terletak di desa Tambirejo Toroh Grobogan Jawa Tengah.

Sebelum Sinau Bareng bersama jamaah dan masyarakat, Mbah Nun diminta untuk meresmikan dan memberikan doa untuk pusat kegiatan yang bernama Suwuk Nusantara. Di tempat inilah suwuk sebagai warisan leluhur diuri-uri dan dihidupkan. Suwuk di sini tidak terbatas pada mantra namun berbagai jenis pengobatan. Di antaranya adalah dikembangkannya tanaman herbal, tosan aji, bahkan juga terapi panas besi untuk sakit stroke atau lumpuh.

Saat peresmian tersebut, di depan Mbah Nun dan para tamu undangan dipaparkan sekilas contoh tanaman dan manfaatnya bagi pengobatan, juga terapi panas besi. Gus Ghufron sendiri yang memandu sesi paparan ini, dan salah satu poinnya adalah setiap tanaman di sini didoakan oleh para santri setiap hari, lalu Gus Ghufron mengatakan, “Kalau tidak karena tanamannya ya karena doanya, jika tidak lantaran doanya ya karena tanamannya, kalau tidak berhasil dua-dua, ya kita minta suwuk/doa Mbah Nun.”

Selain dalam rangka milad ke-14 Ponpes Darul Falah ini, Sinau Bareng ini juga sekaligus untuk memeringati milad ke-5 Pusat Pencak Silat Pagar Nusa NU Padepokan Satrio Mbodo yang dipimpin oleh Gus Gandung, adiknya Gus Ghufron. Maka semua pesilat Pagar Nusa di kecamatan Toroh juga tampak terlibat dalam acara Sinau Bareng ini. Pada bagian musik, sebagian dari mereka diminta untuk naik ke panggung buat memperagakan gerakan-gerakan pencak untuk merespons beberapa nada musik KiaiKanjeng lewat satu dua lagu yang dihadirkan.

Satuan Mujahadah dan Cara Hadirnya Allah

Mbah Nun mengapresiasi langkah dan visi Ponpes Darul Falah ini yaitu seperti dikatakan Gus Ghufron ingin agar suwuk muncul lagi sebagai kosakata nusantara sebagai bagian dari kearifan lokal. Orang harus mengingat dan mengerti suwuk lagi. Bagi Mbah Nun, niat tersebut bukan saja cukup strategis di tengah makin banyaknya sebagian umat Islam yang akan menganggap syirik hal-hal yang berkaitan dengan suwuk. Selain itu, Mbah Nun juga memandang apa yang dilakukan pondok Darul Falah ini sebagai salah satu jawaban yang dapat dilakukan dalam masa-masa peralihan bangsa Indonesia ini.

Panggung Sinau Bareng tadi cukup ramai. Para sesepuh dan kiyai serta perwakilan Muspika menemani Mbah Nun dan Gus Ghufron. Bahkan datang juga seorang sepuh yang naik panggung dan ganti pakaian di atas panggung dengan memakai jubah warna biru dan kepalanya dibalut kain surban. Di panggung ini pula, beberapa pesilat Pagar Nusa diminta memeragakan tarung seraya kemudian Mbah Nun menerangkan posisi silat dalam perspektif karakter manusia Jawa dan sejarah bangsa nusantara.

Meskipun atmosfer utamanya adalah suwuk dan pencak silat, namun tema yang diangkat oleh penyelanggar adalah Kebenaran di antara Kebenaran yang lain. Tentang hal ini, Mbah Nun mengingatkan tiga jenis kebenaran: benere dhwe, benere wong akeh, dan bener kang sejati. Jenis kebenaran ketiga ini tidak bisa dicapai seratus persen. Mungkin hanya 80 persen, mungkin hanya 50 persen, atau lebih sedikit, sehingga di sinilah diperlukan sikap toleransi. Selain itu, kata Mbah Nun, kebenaran itu beda-beda maka terapannya harus adil dan empan papan.

Seperti biasanya, interaksi Sinau Bareng berjalan asik, menyenangkan, dan penuh kedekatan. Gus Ghufron sangat bergembira dan tawadhu’ kepada Mbah Nun. Terminologi dalam dunia suwuk dipakai Mbah Nun untuk nama-nama kelompok yang diajak riyadhoh tauhid. Kelompok Suwuk, kelompok Rajah, Kelompok Mantra, dan Kelompok Hizib. Empat kelompok ini ber-workshop la robba illallah, la malika illallah, la ilaha illallah, muhammadur rasulullah. Menarik bahwa tatkala KiaiKanjeng manaikkan tempo, mereka tanpa dikomando juga langsung menaikkan tempo suara mereka, dan sesaat tercipta suara dan suasana magis dari suara mereka.

Lainnya

Topik