CakNun.com
Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng ke-4118

Sinau Ngegas Persatuan Ngerim Perpecahan

Liputan Sinau Bareng Ulang Tahun CB Nganjuk ke-31, Stadion Warujayeng Nganjuk, Jumat, 4 Oktober 2019
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 6 menit

Jika kita semua sudah tahu apa-apa yang kita harus ngegas dan apa yang kita harus ngerim, lantas pertanyaannya adalah mengapa kita tidak mampu melakukannya. Demikian Mbah Nun melontarkan pertanyaan lanjutan. Menurut Mbah Nun, jawabannya adalah karena lingkungan, globalisasi, kapitalisme, dan gaya hidup membuat kita melakukan ngegas terus pada hal-hal yang kita harusnya ngerim. “Mugo-mugo GustiAllah nyepuro awak ndewe, rek,” doa Mbah Nun atas ketidakberdayaan kita dalam menghadapi lingkungan yang menggenjot kita untuk ngegas hal-hal yang tak seharusnya.

Perspektif ngegas dan ngerim juga Mbah Nun kaitkan dengan konsepsi hidup abadi manusia yaitu hidup di akhirat. Maka jika kita sadar bahwa tujuan hidup kita adalah keabadian akhirat, maka kita ngegas kepada akhirat dan ngerim kepada dunia. Akhirat adalah kampung keabadian yang untuk ke sana kita perlu menyiapkan bekal sebaik-baiknya karena itu kita perlu ngegas meningkatkan bekal tersebut. Sedang dunia yang di dalamnya banyak godaan maka perlu banyak hal harus kita ngerim atau mengendalikan diri. Jika kita mengerti hulu-hilir hidup dunia-akhirat ini maka ilmu ngegas ngerim ini cukup jelas menurut Mbah Nun.

Kebahagiaan CB Nganjuk

Sinau Bareng tadi malam merupakan kebahagiaan tersendiri bagi keluarga CB Nganjuk karena sebenarnya mereka telah mencita-citakan Sinau Bareng ini sejak 2016. Maka ketika Mbah Nun hadir di tengah-tengah mereka, di ruko transit yang merupakan markas mereka, kebahagiaan itu tak bisa disembunyikan.

Seperti di banyak tempat, mereka menempatkan Mbah Nun sebagai seorang Mbah yang benar-benar dicintai karena ilmunya yang membekali dan aplikatif bagi mereka. Mereka ta’dhim, cinta, gembira, nyuwun berkah doa, dan semua ekspresi lain tentang kehadiran seorang orangtua dan guru. Tatkala acara usai, beberapa di antara mereka matanya sembab karena haru dan gembira atas kehadiran Mbah Nun dan bahwa Sinau Bareng telah berhasil mereka selenggarakan dan persembahkan buat masyarakat. “Bagaimana tidak akan tuman kalau seperti ini?,” kata salah seorang di antara mereka mengekspresikan rasa syukur atas nikmat dan indahnya Sinau Bareng yang mereka rasakan.

Ada satu ayat lagi dari Mbah Nun yang Beliau pakai untuk mengapresiasi dan meluaskan pengilmuan atas CB Nganjuk ini, namun akan kami sajikan dalam tulisan terpisah. Mbah Nun mengatakan banyak ayat sebenarnya telah Beliau siapkan, namun hanya beberapa saja yang sempat disampaikan. Sesungguhnya dalam setiap Sinau Bareng Mbah Nun selalu menjadikannya jalan untuk memetik ilmu dari al-Qur’an termasuk melalui Sinau Bareng CB Nganjuk ini.

***

Ini baru sedikit yang dapat kita petik dari komprehensi Sinau Bareng di Stadion Warujayeng tadi malam. Berbagai detail ekspresi banyak terjumpai, dari sikap hormat dan cinta Pak Wakapolres dan Bapak perwakilan Kodim kepada Mbah Nun hingga antuasisme para generasi muda untuk njoget di atas panggung saat One More Night Maroon 5 dihadirkan di mana seketika di tengah-tengah lagu ini Doni meminta bapak-bapak KiaiKanjeng mengeksposisikan ragam jenis bunyi dari nada Jawa, pop, reggae, rock, dan lain-lain sehingga memantik jogetan mereka disesuaikan dengan nuansa lagu yang mereka dengar sehingga tercipta pemandangan yang unik di panggung Sinau Bareng tadi malam.

Di ruang transit, Pak Suryanto dewan Kasepuhan CB Nganjuk dengan rendah hati me-request agar nanti KiaiKanjeng membawakan lagu Ya Rabbi Bil Mustofa. Mbah Nun dengan ringan hati memenuhinya, dan bahkan menghadirkannya di bagian awal Sinau Bareng. Dua jenis lagu yang mengantarkan Ya Rabbi Bil Mustofa ini menyerap ke dalam suasana yang khusyuk tapi penuh kegembiraan.

Pak Suryanto tidak tahu bahwa sebenarnya KiaiKanjeng sendiri dalam latihan sebelum berangkat ke Nganjuk memang sedang mengolah dan menyiapkan Ya Rabbi Bil Mustofa ini. Seandainya dia tidak request pun, nomor yang populer sebagai pepujian dari Qasidah Burdah Imam al-Bushiri ini akan tetap dibawakan.

Saat Mbah Nun naik mobil mulai meninggalkan lapangan, orang-orang masih mengerubungi, mencoba untuk salaman, atau sekadar memandang wajah beliau hingga mobil beliau benar-benar lepas dari pandangan mareka. Anak-anak cucu itu mencintai Mbah Nun dan telah belajar banyak dari beliau. Malam itu mereka telah sinau ngegas ngerim bersama CB Nganjuk bersatu.

Lainnya

Rahmatan lil ‘Alamin-nya Mannna?

Rahmatan lil ‘Alamin-nya Mannna?

Setelah diawali dengan pembacaan ayat suci Al Qur’an dan lantunan beberapa sholawat, Cak Nun langsung naik ke panggung bersama dengan beberapa sahabat-sahabat lama yang aktif di Persada Studi Klub (PSK) yang dua hari sebelumnya mengadakan acara peringatan 47 tahun PSK di Rumah Maiyah Kadipiro.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta