Sinau Bareng SMK Kepahlawanan Kebahagiaan
Kiranya kita setuju bahwa manusia perlu senang hatinya, justru supaya hidayah gampang masuk. Perlu gembira dan lega, agar ilmu dan pemahaman bisa nylesep ke dalam diri dengan mudah. Jadi kalau begitu, para siswa yang notabene adalah pencari ilmu sangat berkepentingan kepada kegembiraan, rasa senang hati, dan kelegaan.
Adanya hubungan antara rasa senang dan hidayah itulah yang dipahami Mbah Nun, dan hal itu pula yang beliau kemukakan kepada para guru dan siswa SMK Negeri 2 Surabaya siang tadi sesudah beliau sendiri kehadirannya menjadi sumber terbitnya kegembiraan dan kesegaran. Lewat gaya santai dan sehari-hari saat berbicara, lewat senyumnya, lewat goda-goda asosiasinya setiap kali sampai pada kata atau momen yang memang sayang jika dilewatkan begitu saja tanpa dikembangkan menjadi sesuatu yang bikin seger dan membuat urat muka mengendur rileks. Mari kita lihat ekspresi senyum dan tawa para siswa tersebut lewat foto Mas Adin.
Pagi hingga siang ini, 26 Juni 2019, SMK Negeri 2 Surabaya menggembirakan para siswa dan segenap sivitas akademikanya dengan menggelar Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng dalam rangka Dies Natalisnya yang ke-107 sekaligus menandai masuknya siswa baru yang berjumlah 860 orang.
Suatu kali saya pernah berbincang dengan Syaikh Kamba, dan beliau berbicara tentang kurang paradigmatiknya filsafat ilmu kita dalam memahami atau mendefinisikan ilmu. Menurut Syaikh Kamba, ilmu adalah bekal, yaitu bekal untuk bagaimana kita mampu hidup atau memenuhi kebutuhan hidup dengan baik. Karena kita hidup tidak hanya nanti di alam akhirat kelak, melainkan juga hidup di dunia ini, maka mestinya kita harus berani merumuskan ilmu sebagai apa saja yang dapat menjadi bekal bagi kita untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan hidup kita di dunia ini.
Syaikh Kamba lalu menguraikan bagaimana kita tak punya pemahaman yang pas dan berkembang tentang dunia dalam kaitannya dengan bagaimana mendefinisikan ilmu, sejak kapan ada kategori ilmu-ilmu agama, dan lain-lain yang terkait.
Namun, yang mau saya ceritakan adalah saat Syaikh Kamba menjelaskan pengertian ilmu itu, dengan kurang sopan saya tiba-tiba dalam hati merasa paham, dan langsung terbayang lembaga pendidikan seperti SMK. Sekolah kejuruan atau vokasi. Sekolah yang melatih berbagai keterampilan dan skill kepada para siswanya. Barangkali bisa dikatakan bahwa SMK adalah lembaga pendidikan yang mengajarkan sekian ilmu yang masuk dalam kategori ilmu sebagaimana pengertian Syaikh Kamba tadi.
SMK Negeri 2 Surabaya ini memiliki sembilan jurusan: Desain Pemodelan dan Informasi Bangunan, Teknik Audio Visual, Teknik Instalasi Tenaga Listrik, Teknik Permesinan, Teknik Kendaraan Ringan Otomotif, Teknik dan Bisnis Sepeda Motor, Teknik Pemrograman/Rekayasa Perangkat Lunak, Teknik Komputer dan Jaringan, dan Animasi.
Beruntunglah anak-anak SMK Negeri 2 Surabaya ini karena selain sedang belajar disiplin ilmu yang akan memberinya bekal, hari ini mereka diberi rangkapan ilmu oleh Mbah Nun, yaitu ilmu kegembiraan, yang khususnya dalam proses mereka saat ini menimba ilmu mudah-mudahan dapat melancarkan penyerapan mereka atas ilmu yang tengah mereka pelajari.
Di situlah, Mbah Nun bilang, “Letak ilmu ada di kegembiraan. Kalau senang, hidayah akan segera datang. Jangan kaku. Ibarat orang nyetir mobil, kalau memegang setir terlalu kaku dan spaneng, malah bahaya nantinya. Kalau masuk ke sekolah tidak dengan hati yang tidak senang, nanti ilmunya tidak tinggi. Meskipun, kegembiraan tetap harus diukur, harus diletakkan pada ruang dan waktu yang tepat.” Para guru pun dipesan agar jangan terlalu banyak menyuruh anak-anak, tetapi memperbanyak memberi rasa gembira, nanti anak-anak justru akan melakukan lebih dari yang guru minta.
Demikianlah, Mbah Nun dan KiaiKanjeng menghadirkan sesuatu yang menggembirakan anak-anak. Ada persembahan kolaborasi Mas Doni dan Mbak Jojo yang menyanyikan Ruang Rindu Letto. Ada workhsop melalui musik, yang biarpun mungkin agak butuh waktu untuk memahami dimensi yang dikandung, para kelompok menunjukkan progresi yang baik, dan yang terpenting adalah hati bisa bergembira.
Tak hanya itu, mengetahui bahwa anak-anak SMK Negeri 2 ini punya semangat untuk tampil beda, mereka diajak belajar langsung kepada KiaiKanjeng, yaitu dalam hal kreativitas. Mereka diajak mengenali “jurusan musikal” KiaiKanjeng itu apa dan yang ternyata tak bisa dirumuskan secara jurusan karena ya sekaligus mengandung jurusan-jurusan yang ada. Anak-anak diajak untuk saban hari harus sregep, sebab mereka adalah generasi milenial yang hidup dalam skala mondial atau global. Sekalipun berpijak pada satu skill, namun mereka juga perlu tahu banyak hal yang memang perlu mereka ketahui, dan tidak perlu tahu apa yang tak perlu diketahui.
Karena itu mereka juga diingatkan, jurusan apapun yang mereka tekuni, hendaknya jangan egois. Jika ingin kreatif, hargailah masyarakat. Jika ingin khusyuk, dekatilah alam. Hendaknya anak-anak sejak awal sudah belajar keterkaitan. Lewat game musikal KiaiKanjeng tadi, mereka diajak pula belajar empati.
Mbah Nun juga sempat menerangkan sebenarnya bagaimana sejatinya kreativitas atau penciptaan itu mengacu kepada tiga sifat Allah yaitu al-Khaliq al-Bari’ al-Mushawwir. Kreatif itu sejajar maknanya dengan khaliq yaitu mencipta sesuatu yang baru dari belum ada menjadi ada, sedangkan inovatif adalah dari bahan yang ada, manusia mencipta sesuatu yang beda-beda atau macam-macam hasil, sedangkan invensi adalah menemukan apa yang orang kebanyakan belum menemukan. “Jadi sejatinya, wilayah kita bukan kreatif, melainkan inovatif,” simpul Mbah Nun dari perspektif ini.
Waktu yang tersedia tidak banyak yaitu hanya sampai pukul 12.00 lebih dikit. Lewat Sinau Bareng yang barusan ini, Mbah Nun mengajak anak-anak untuk meningkatkan motorik psikologis, intelektual, dan rohaniah mereka. Dan juga, Mbah Nun membakar jiwa mereka untuk, “Ayo bangkitkan kepahlawanan kebahagiaan dari Surabaya ini.”
Usai Sinau Bareng ini, Mbah Nun diminta oleh kepala sekolah untuk meletakkan batu pertama yang menandai pembangunan Masjid Miftahul Ulum SMK Negeri 2 Surabaya dan membubuhkan tanda tangan yang di bawah tempat tanda tangan itu sudah tertera nama beliau: KH. Emha Ainun Nadjib. (Helmi Mustofa)