CakNun.com

Sentuhan Bulatan Sinau Bareng Untuk Generasi Berencana BKKBN

Reportase Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng di Lapangan Gapuk, Genukwatu Ngoro Jombang, Jumat 24 Mei 2019
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 4 menit

Sebenarnya setiap diri insan manusia sudah punya naluri dan ilmu tentang bagaimana berkeluarga, dan ini satu turunan dari keyakinan bahwa manusia sebenarnya punya mata intrinsik di dalam dirinya untuk dapat mengerti apa-apa yang baik dan buruk, serta apa-apa yang sebaiknya dilakukan atau ditinggalkan.

Itulah salah satu kesimpulan paradigmatik yang dapat saya peroleh dari Sinau Bareng yang diselenggarakan BKKBN (Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional) bekerja sama dengan Ponpes Segoro Agung bertempat di Lapangan Gapuk desa Genukwatu Ngoro Jombang tadi malam, 24 Mei 2019. Maka yang perlu dilakukan bukanlah mengajari atau apalagi menggurui, melainkan menggali dari mereka, supaya satu sama lain dapat mendapatkan kekayaan ilmu, pengalaman, dan persepsi dari satu sama lain itu sendiri.

Jika BKKBN menggelar Sinau Bareng bersama Mbah Nun dan KiaiKanjeng, maka demikianlah paradigma yang ditawarkan Mbah Nun. Dan paradigma ini diafirmasi sebagai yang ternyata paling tepat, enak, dan nikmat di dalam perhubungan antar manusia. Bapak dari BKKBN menyampaikan sejumlah program telah dilaksanakan, namun Sinau Bareng ini punya kekhususan yaitu mampu menjangkau apa-apa yang belum terjangkau oleh pelaksanaan program dengan cara yang lain.

Beliau mengemukakan delapan asas atau fungsi keluarga berencana, yaitu fungsi agama, fungsi budaya, fungsi pendidikan, fungsi cinta kasih, fungsi perlindungan, fungsi reproduksi, dan fungsi ekonomi. Oleh Mbah Nun dua workshop yang diberikan kepada jamaah, satu lewat perwakilan yang diberi tugas menjawab pertanyaan dari Mbah Nun, dan satu lagi lewat workshop lagu yang melibatkan tiga atau empat kelompok jamaah.

Workshop lagu yang gayeng dan bagus secara langsung mengantarkan jamaah contoh tentang harmoni, kekompakan, saling pengertian, dan nilai-nilai lain yang dibutuhkan di dalam keluarga. Sedangkan workshop menjawab pertanyaan, dari cara Mbah Nun menentukan siapa yang maju dan apa pertanyaan yang diberikan segera menyuguhkan satu pekerjaan penting yang harus kerap dilakukan setiap anggota keluarga: introspeksi diri.

Misalnya, siapa yang punya anak, dan berarti dia adalah orangtua, lantas dia maju ke panggung untuk ikut workshop ini, dia akan dapat pertanyaan seperti ini: apa saja kira-kira yang membikin anak tidak kondusif atau tidak kompak terhadap orangtua. Demikian juga dengan yang mewakili punya orangtua (ayah dan ibu), punya kakak, punya adik, dan punya kakek dan nenek. Kira-kira tiga hingga lima jawaban diharapkan muncul dari mereka.

Alhamdulillah, terasakan bersama bagaimana jawaban-jawaban jujur dan otentik. Tak segan di antara mereka, misalnya, mengakui bagaimana perasaan sebagai orangtua terhadap anak. Ingin memanjakan, tapi juga harus mendidik. Antara tidak tega dan harus berani mempraktikkan pendidikan. Juga ada dia cerita bagaimana dia dikritik anaknya, kok ayah cari uang terus, kapan waktu buat dia. Si ayah juga mengalami dilema, karena sesungguhnya dia mencari uang juga buat menghidupi anggota keluarga termasuk si anak.

Egoisme, komunikasi yang kurang baik, dan tuntuntan yang kadang berlebih kepada anggota lain di dalam keluarga itulah beberapa kondisi yang tercetus sebagai sebab dari situasi yang kurang harmonis di dalam keluarga. Menariknya, dengan metode Mbah Nun ini, semua itu tidak muncul sebagai statement menggugat atau menuntut, melainkan refleksi introspektif yang berangkat dari kemauan berimajinasi atau berempati kepada sesama anggota keluarga.

Dengan dua metode di atas, Mbah Nun menyampaikan, sejatinya pendekatan Sinau Bareng seperti tadi malam mampu menyentuh semua nilai atau fungsi yang diharapkan oleh BKKBN untuk terdapat dalam setiap keluarga. Dengan catatan, sebagaimana ilmu Maiyah sering tegaskan, sebelum apa-apa jadilah dulu manusia manusia. Setelah itu baru merambah ke memperspektifi ragam persoalan dan sudut pandang dalam kehidupan. Dasar posisinya adalah sebagai manusia.

Dengan posisi dasar sebagai manusia, akan lebih mudah berbicara mengenai misalnya tajuk acara semalam “Kalau Terencana Jadi Lebih Mudah”, atau yang dalam konteks salah satu program BKKBN untuk remaja yakni menciptakan Genre (Generasi Berencana), serta ajakan BKKBN kepada generasi muda untuk tidak melakukan Nikah terlalu dini, tidak melakukan seks pranikah, dan tidak mengkonsumsi narkotika dan obat-obatan terlarang. Kandungan menyangkut Genre bisa kita dapatkan dari workshop pertanyaan Mbah Nun yang di atas sudah kita singgung. InsyaAllah sudah tersentuh semua.

***

Acara Sinau Bareng semalam dibersamai juga oleh Bupati Jombang, Ibu Munjidah, Wakil Bupati, Forkompinda Kabupaten Jombang, Bapak-Bapak dari BKKBN pusat (di antara Bapak M. Yani, Deputi Advokasi, Penggerakan, dan Informasi), serta Pak Lurah Genukwatu sebagai tuan rumah yang ketempatan. Semua beliau-beliau ikut menikmati Sinau Bareng, dan bahkan tak tersembunyikan rasa gembira Pak Lurah atau kehadiran Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Berusaha sebaik-baiknya beliau ikramudl dluyuf. Sajian buka bersama dan sahur bersama untuk KiaiKanjeng beliau siapkan dengan baik di rumahnya.

Acara mengalir dengan enak, kental nuansa kultural Jombangan, dan tanpa terasa baru diakhiri pada pukul 01.30 dengan terlebih dahulu Mbah Nun melantunkan doa dengan serangkaian dzikir dan shalawat bersama KiaiKanjeng. Usai berasyik masyuk dalam khusyuk doa, para jamaah kembali ke rumah masing-masing untuk sahur.

Mereka pulang membawa pengalaman ilmu dan kegembiraan melalui tema menyiapkan generasi yang siap ketika mereka akan berkeluarga, dan yang terpenting bukan hanya kespesifikan yang dibawa, namun juga lingkaran-lingkaran kesadaran yang lebih besar. Sebagai contoh sejak awal pembukaan, Mbah Nun memberikan view bahwa bicara soal keluarga, tak boleh lupa bahwa kita berada dalam satuan-satuan keluarga yang lebih besar.

Keluarga yang pertama adalah Allah beserta makhluk-makhluk yang diciptakan-Nya. Keluarga kedua adalah keluarga sesama umat manusia. Kemudian ketiga adalah keluarga dalam konteks bangsa atau nasionalisme. Baru kemudian kelurga inti, yang merupakan satuan terkecil di dalam masyarakat. Bahkan diingatkan Mbah Nun, dirimu dengan tubuhmu itu juga sebuah keluarga.

Tentu saja masih terdapat banyak butir-butir pesan dan wawasan dari Mbah Nun di luar topik keluarga, namun satu yang perlu saya sebut di sini adalah saat ini kita sedang berada dalam situasi penuh kedengkian, di mana tingkatnya adalah kebencian itu datang tanpa alasan yang lazimnya melatari munculnya rasa dengki.

Ibaratnya, tidak melakukan apa-apa pun bisa tertimpa kedengkian. Bukan sekadar karena kita siapa, atau punya apa, tapi tidak keduanya dan tidak melakukan apa bisa terkena kedengkian. Di situlah kemudian Mbah Nun mengajak jamaah untuk memperbanyak membaca tiga surat Qul agar Allah memberikan perlindungan dari haasidin idza hasad.

Lainnya

Exit mobile version