CakNun.com
Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng ke-4110

Semangat Sungon Sinau Bareng

Liputan Sinau Bareng Cak Nun dan KiaiKanjeng di Komplek Perum Ruko Graha Kota, Sidoarjo Jawa Timur, Rabu 18 September 2019
Helmi Mustofa
Waktu baca ± 4 menit

Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng tadi malam diselenggarakan oleh Karangtaruna Dusun Sungon, Suko, Sidoarjo, Kabupaten Sidoarjo Jawa Timur. Acara mengambil tempat di depan komplek perum ruko Graha Kota. Dua ruas jalan di depan panggung itu memanjang sampai jauh dipenuhi oleh para jamaah yang rata-rata usia remaja dan tak lain adalah arek-arek Sidoarjo. Juga yang datang dari kota-kota sekitar, dan banyak pula tentunya yang mengalir dari kota-kota yang jauh. Karangtaruna “COPAS” Sungon dalam Sinau Bareng kali ini mengambil tema “Menyemai Generasi Unggul”.

Di panggung, hadir Bu Camat Agustin, Pak Kapolres, Pak Danramil, Pak Kesbang Kesra, Gus Peyek, Gus Heri, Dokter Pur, Kepala Desa, Ketua Pelaksana Kegiatan, perwakilan Karangtaruna, dan tokoh-tokoh lain menemani Mbah Nun dan turut menyemarakkan Sinau Bareng. Sebelum ke panggung, Mbah Nun bersama KiaiKanjeng sudah beramah tamah dengan para panitia dan tokoh masyarakat di rumah makan Sedap Sedep.

Formasi Terbaik

Audiens generasi muda pada setiap Sinau Bareng sangat dominan namun masing-masing daerah mungkin menampilkan corak yang khas, dan di Sinau Bareng di Sungon ini, mereka sangat bergairah, penuh semangat dan afektif kepada Mbah Nun. Mereka kompak, cuwawakan juga, tapi ekspresif partisipatif. Gairah muda mereka terwadahi di Sinau Bareng ini. Bisa disaksikan saat mereka dihidang lagu Gelandangan oleh mas Imam Fatawi. 19 orang naik ke panggung, berjoget, bahkan kemudian berbaur nyanyi njoget bareng pak Danramil dan Pak Kapolres. Mbah Nun memanjakan mereka. Ditambah lagi lagu Suket Teki. Sudah begitu masih ditambahi dapat duit masing-masing 100 ribu yang dihimpun dari para bapak-bapak yang ada di panggung termasuk terutama Bu camat dan siapa saja yang mau urun tahaddusts binni’mah.

Tetapi mereka tidak hanya siap berjoget dan berteriak. Semua jamaah tadi malam memperlihatkan kesatuan semangat saat diajak berformasi melafadlkan wirid la robba illallah la malika illalllah la ilaha illallah dan muhammadurrasulullah. Dalam semua posisi, semua kelompok menunjukkan profil yang mengesankan. Sampai-sampai Mbah Nun mengatakan, “Dari semua Sinau Bareng belakangan, Sidoarjo adalah formasi terbaik.” Ini juga terjadi saat workshop lagu atau musik lewat nomor ya thayyibah, shalawat Badar dan Lir-Ilir. Kekompakan, dan suara lantang mereka menyatu padu.

Bagaimana dengan pikiran? Mereka juga menunjukkan profil yang sangat baik. Saat dipetakan ingin sinau menjadi orang sugih, orang kuasa, orang kuat, orang pinter, atau orang baik (apik), mereka serempak menjawab: Sinau dadi wong apik. Hal yang sama juga muncul dari jajaran pemerintah yang ada di panggung, Bu camat, pak Kapolres, dll menjawab kasih sayang ketika Mbah Nun coba menanyakan kepada beliau-beliau apa prinsip utama di dalam memimpin masyarakat. Kasih sayang. Pengayoman. Itulah jawab mereka, dan untuk selanjutnya Mbah Nun memperkenalkan kepada mereka rumus pengayoman tersebut menurut tadabbur atas tiga ayat pertama surat an-Naas di mana nilai yang diutamakan adalah sifat-sifat rububiyah Allah yang perlu mereka jelmakan dalam memimpin masyarakat.

Versi wirid dari tiga ayat surat an-Naas ini sudah dilantunkan bersama dalam workshop yang dipandu mas Jijid dan Mas Doni. Tentang wirid ini Mbah Nun mengatakan, “Wirid La robba ini berguna untuk keperluan sehari-hari maupun untuk menjaga hubungan dengan Allah.” Mbah Nun memasukkan pesan-pesan keilmuan secara sangat halus dengan mencari momen-momen yang pas di sela-sela deras aliran nyala semangat arek-arek Sidoarjo ini. Di antara pesan Mbah Nun ialah agar semua bersikap waspada dan hati-hati karena Indonesia bisa saja dalam keadaan yang kurang aman di mana bencana politik bergantian datang dengan bencana alam. Jika terjadi apa-apa, Mbah Nun berharap Sidoarjo aman, karena sudah belajar dari sejarahnya. Harapan Mbah Nun, Sidoarjo menjadi percontohan bagi Indonesia. “Dengan pelajaran lumpur yang dahsyat, Sidoarjo lebih dahsyat dan lebih matang dibanding tempat lainnya,” kata Mbah Nun.

Karangtaruna dan Remaja Masjid, Bersatulah

Khusus anak-anak karangtaruna dan remaja masjid, Mbah Nun meminta dua komunitas remaja dan muda-mudi ini harus selalu kompak dan bersatu, dan itu berlaku untuk di mana saja. Jangan sampai remaja-remaja Indonesia lebih terseret ke aktivitas berantem atau gelut. Jika karangtaruna dan remaja masjid bersatu berkolaborasi niscaya mereka bisa memberi contoh tentang kegiatan-kegiatan yang positif. Para remaja yang berjoget di panggung diberi contoh mengenai batas baik dan buruk dan bagaimana me-manage gairah. Mbah Nun mengingatkan mengenai basyiran wa nadziiran, bahwa kegembiraan dan peringatan itu satu kesatuan.

Artinya, jika sudah bergembira, jangan bergembira terus, ingatlah ada saatnya untuk merenung, belajar, dzikir, dan aktivitas lainnya yang terus berputar silih berganti. Semua perlu diletakkan pada ruang dan waktu yang pas, tanpa menegasikan salah satu dari semuanya itu. Maka, saat asik berjoget, setelah itu Mbah Nun ingatkkan anak-cucunya ini untuk tidak boleh berhenti berpikir. Beberapa contoh Mbah Nun berikan. Setelah bersenang-senang dalam tiga lagu berurutan itu, mereka diajak duduk dan mulai masuk ke kekhusyukan melalui nomor Qudsen Mbah Nun dan KiaiKanjeng. “Ya Allah berilah anak-anakku ini rizki, berilah mereka ketenangan…,” doa Mbah Nun.

Tentang generasi unggul, Mbah menerangkan kepada anak-cucu bahwa unggul itu baik, namun mengungguli itu yang kurang baik. Keunggulan itu harus lahir dari dalam (bukan karena mengalahkan orang lain), dan unggul juga harus merupakan wujud dari mengalah nafsu yang tidak baik di dalam setiap diri. Demikian pula dalam konteks Sidoarjo, Mbah Nun mengingatkan Sidoarjo harus unggul namun bukan dengan cara mengungguli orang lain. Jadi unggul dan mengungguli itu dua hal yang berbeda. Barangkali selama ini keduanya belum terpilahkan dengan baik. Mbah Nun semalam mengingatkan beda antara keduanya, dan mana yang selayaknya dipilih oleh anak-cucunya.

***

Sepanjang acara, semangat yang memancar dari jamaah dan arek-arek Sidoarjo ini grafiknya makin mengental menguat, dan Mbah Nun juga melayani mereka semua dengan perhatian dan cinta yang sedikit pun tak ada kendornya. Selalu konstan pula semangat beliau terutama karena beliau punya harapan kepada anak-anak remaja muda ini agar menjadi formasi terbaik dalam hidup mereka, dan untuk bangsa Indonesia ini. Saat sesi tanya tanya jawab pun, semua soal atau pertanyaan dijawab dengan jelas dan lugas dan tetap bersifat membakar semangat mereka.

Saat acara sudah diakhiri, para jamaah alias anak-anak muda itu berupaya keras meraih Mbah Nun. Panggung KiaiKanjeng menjadi magnet yang menyedot anak-anak cucu itu untuk lengket dalam ketenangan yang bergembira dan kegembiraan yang diimbangi oleh sublimitas. Anak-anak cucu itu ingin mencium, menyentuh, sekadar memandang lebih dekat, atau minta doa kepada Mbah Nun. Siapakah Mbah Nun? “Mbah kita bersama, Mbah kita semua,” kata mas Rian, dalam sambutan panitia di awal.

Lainnya

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

KiaiKanjeng of the Unhidden Hand

Sejak jum’at siang (8/5) KiaiKanjeng sudah berada di Jakarta untuk malamnya menghadiri Kenduri Cinta, setelah menjalani rangkaian Maiyahan di Jawa Timur, mulai tanggal 4 Mei 2015 di Universitas Airlangga Surabaya, kemudian 5 Mei 2015 di Universitas PGRI Adibuana Surabaya, dilanjutkan tanggal 6 Mei-nya di Sidoarjo.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta

Topik