SAR DIY Bershalawat Gembira Di Rumah Maiyah
Kamis tanggal 19 Desember 2019. Sejak pukul 19.00 WIB, Rumah Maiyah di Jl Barokah, Kadipiro dipadati oleh pasukan berseragam oranye. Pada seragam kebanggaan pasukan ini tertulis SAR DIY dengan tulisan yang tampak dalam kesederhanaan.
Mereka memang pasukan SAR DIY yang sedang mengadakan wirid dan shalawat bersama. Tidak ada prasayarat kostum untuk orang yang ingin bershalawat dan wiridan, karena ini persoalan hati. Di Rumah berhati Maiyah, semua manusia merdeka menjadi dirinya sendiri.
Pada satu kesempatan malam ini, Ndan BS alias Komandan Brotoseno sebagai pimpinan tertinggi pasukan SAR DIY mengatakan, “Maiyah ini di atasnya ma’rifat sitik.” Tentu konteksnya bercanda. Tapi entah sinyal ilahiah macam apa yang membimbing Ndan BS untuk mengatakan hal semacam itu.
Sejak ba’da Isya lantunan shalawat terdengar dari pendopo Rumah Maiyah. Dan kemudian dilanjutkan dengan wirid dan doa bersama. Segala keperluan acara dipersiapkan dengan mandiri oleh teman-teman SAR. Mbah Nun adalah sosok yang mereka anggap guru, sesepuh, dan orang tua. Maka wirid dan shalawat ini dimaksudkan sebagai bentuk doa bagi para anak cucu kepada orang tua yang mereka tresnani.
Mas Sabrang hadir malam hari ini dan sempat membabarkan poin-poin yang berharga mengenai perbedaan altruis dan selfis. Menurut Mas Sabrang, manusia yang berkarakter altruis cenderung mampu bertahan lebih baik pada berbagai keadaan. Pekerjaan SAR DIY ini jelas bukan pekerjaan selfis, bukan pekerjaan yang mementingkan diri sendiri. Dia sangat bersifat altruis karena selalu siaga untuk keselamatan orang lain.
Mbah Nun kemudian melanjutkan babaran Mas Sabrang dengan permainan kata, yang melatih logika dan kehati-hatian berpikir. Sebagai sesepuh, Mbah Nun juga memberikan percikan-percikan yang menyemangati para anak-cucu berseragam oranye ini. Mbah Nun sempat sampaikan “Menurut saya Allah itu melihat hatimu. Bukan pintarmu, bukan kayamu, bukan kuasamu.”
Kiai Fuad, seorang yang juga dituakan oleh laskar SAR DIY, juga diberi kesempatan membabarkan sudut pandangnya. Cukup mengharukan ketika Kiai Fuad sempat menyatakan bahwa kita semua perlu mendoakan agar Mbah Nun selalu sehat, terhindar dari hal-hal yang tidak baik serta agar lebih panjang usianya. “Sebab negeri ini butuh guru berpikir. Bukan hanya negeri ini, tapi saya rasa seluruh dunia butuh guru berpikir seperti Cak Nun,” kata beliau.
Pada penghujung acara, Mbah Nun masih menambahkan tebaran-tebaran keilmuan, kegembiraan serta hikmah-hikmah keilmuan. Di antaranya ada kisah seorang yang kata-katanya kasar tapi doanya sangat didengar oleh Allah Swt pada masa Nabi Musa As hidup. Kisah ini menjadi ajang kegembiraan karena Mbah Nun membandingkannya dengan sosok Ndan BS. Malam pun berakhir kembali dengan lantunan shalawat.