CakNun.com

Rindu Rentenir

Toto Rahardjo
Waktu baca ± 1 menit

Tak ada pihak yang paling dirindukan sekaligus dibenci kaum miskin selain rentenir. Demikian populernya mereka, di setiap daerah selalu ada istilah lokal yang menunjukkan betapa populernya mereka. ‘Bank Plechit’, ‘Bank Subuh’, ‘Bank Ngingkring’ (karena transaksi dilakukan sambil Ngingkring/Jongkok), ‘Lintah Darat’, ‘Bank Tithil’, dan tentu saja istilah yang sudah ngetop sejak dari Zaman Belanda yakni Mindring atau Rentenir.

Meminjam uang dari rentenir nampaknya telah menjadi bagian dari mekanisme pertahanan akrobatik (gali lobang-tutup lobang) yang dilakukan oleh kaum miskin. Meski dibenci rentenir adalah bagian penting dari kehidupan mereka. Bagi masyarakat miskin, tidak ada sumber lain untuk memenuhi kebutuhan keuangan—secara cepat tak berthele-thele selain rentenir.

Mereka tak bisa pergi ke Bank, karena tak memiliki agunan/jaminan, identitas yang jelas, atau karena pinjaman yang diajukan terlalu kecil. Mereka juga tidak pergi ke Pegadaian dengan alasan serupa.

Namun ada kenyataan lain, bahwa yang rindu rentenir tidak hanya masyarakat miskin! Negara ternyata melakukan akrobat gali lobang tutup lobang—yang beda dirindukan yakni Bank Plechit tingkat Internasional.

Toto Rahardjo
Pendiri Komunitas KiaiKanjeng, Pendiri Akademi Kebudayaan Yogyakarta. Bersama Ibu Wahya, istrinya, mendirikan dan sekaligus mengelola Laboratorium Pendidikan Dasar “Sanggar Anak Alam” di Nitiprayan, Yogyakarta
Bagikan:

Lainnya

Utang Itu Utang

Dulu di kampung saya ada kesepakatan tidak tertulis bahwa untuk memahami keluarga yang bahagia jika keluarga tersebut tidak memiliki utang—datanglah Program BIMAS (Bimbingan Massal) sebuah program modernisasi Pertanian Pemerintah Orde Baru yang didalamnya terkait dengan urusan kredit dengan bank.

Toto Rahardjo
Toto Rahardjo

Topik