Prasangka Sebagai Tingkatan Ilmu
Dalam surat Al-Hujurat ayat 12, Allah memperingatkan kita. Pertama, jauhi prasangka. Kedua, jangan memata-matai orang. Ketiga, jangan menggunjing. Menggunjing di sini oleh Allah diibaratkan seperti makan daging saudara yang sudah mati.
Mengapa diibaratkan seperti memakan daging saudara yang telah mati adalah karena orang yang digunjing itu tidak tahu. Tidak bisa bagaimana-bagaimana, karena dirasani. Ini sebenarnya saling terkait.
Orang kalau sudah punya prasangka biasanya akan terus mencari-cari berita. Kalau sudah diketahui apa beritanya, apa kelanjutannya? Ngrasani. Kita akan perdalam pengertian dhann atau prasangka. Prasangka itu baik apa buruk? Ada yang baik, ada yang buruk. Tapi, kecenderungannya prasangka itu buruk. Perintahnya, “Jauhilah sebagian besar dari prasangka.” Berarti ada prasangka yang boleh. Memprasangkai Allah itu boleh apa tidak? Kalau ber-husnudh dhann, itu harus.
Kalau kita tidak punya prasangka kepada orang lain, bisa-bisa kita yang jadi korban. Itu namanya waspada. Kita berprasangka baik kepada orang lain, tapi tetap waspada. Jangan percaya seratus persen pada orang lain. Ada ungkapan, prasangka itu sebagian dari ilmu. Ilmu itu ada tiga tingkatan, dari yang paling meragukan, sampai yang paling meyakinkan. Dimulai dari syak, keraguan.
Maka, prasangka itu adalah bagian dari tingkatan ilmu, di atas ragu-ragu dan di bawah yakin. Dhann itu adalah ilmu atau pengetahuan yang punya dasar yang kuat, tapi tetap mengandung kemungkinan salah, meskipun kemungkinannya kecil.