CakNun.com

Perspektivisme Ragam Alir Bashiron

(Liputan Sinau Bareng RS Sakina Idaman, Sleman, Yogyakarta, 31 Agustus 2019)
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 3 menit
Mbah Nun menanyakan pada Yai Muzammil, tentang apa pemaknaan kata “abshor” atau “bashiron” dalam penggalan ayat “La tudrikuhul absaru….” dalam QS. Al An’am 103. Menurut Yai Muzammil, selama ini kebanyakan kata tersebut memang diartikan sebagai sifat Allah Yang Maha Melihat. Tapi Mbah Nun memberi opsi pemaknaan. “Kalau saya coba memberi pengartian abshor itu metodologi,” ujar Mbah Nun. Yai Muzammil tampak tercenung sebentar dan kemudian manggut-manggut ala Madura. Baiklah, manggut-manggut saja tidak perlu embel-embel Maduranya. Karena nampaknya orang manggut-manggut di mana-mana ya seperti itu. Kalau dijelaskan secara observatif begini: manggut-manggut adalah gerakan mengayunkan kepala dari atas ke bawah dengan mengaktifkan otot leher. Gerakan ini untuk sementara disepakati di banyak budaya dunia sebagai tanda kesetujuan.

Maaf kalau bagian Yai Muzammil manggut-manggut sedikit berkepanjangan. Saya sedikit tergoda untuk melatih diri sendiri, bahwa dalam satu fenomena ada banyak metodologi yang bisa kita pilih untuk meresapi, memahami dan menggalinya. Yai Muzammil manggut-manggut bisa kita lihat dari kacamata pandang budaya, fisiologis, kebatinan, relasi sosial, narasi mistis, teori evolusi (dan) psikologi atau apapun. Sedang menurut Mbah Nun, bashiron atau sifat al-abshor adalah Allah Maha Memahami semua metodologi yang dipakai manusia dalam memahami berbagai fenomena. Bahwa Allah Maha Melihat Dari berbagai sudut, jarak dan sisi, hingga lingkar dan bulatan pandang. Utuh. Holistik.

Tentu kita manusia yang punya limitasi pandang, maka itu kita Sinau Bareng untuk saling mempertemukan puzzle keping-keping pandang kita yang pasti tidak utuh. Sinau dan bebarengan, mencoba menggapai keutuhan. Hampir pasti tidak mungkin sampai betul-betul jangkep, tapi apa salahnya diperjuangkan? Karena yang asik itu berjuang. Memang. Karenanya mendekati lebih mengasyikkan daripada memiliki.

Tampaknya sifat bashiron sebagai metodologi pandang yang coba dilengkapi terus-menerus ini juga yang coba digapai dalam berbagai majelis Sinau Bareng dan pentauhidan realitas di Maiyah. Sejak pada sangat mula acara berlangsung, Mbah Nun juga paparkan mengenai ragam-ragam aliran pandang dalam melihat fenomena. Mbah Nun menyampaikan “Setiap yang kita lakukan, kita ucapkan, kita sikapkan mengandung dimensi yang berbeda-beda.”

Pada titik Sinau Bareng yang ke-4100 di Rumah Sakit Sakina Idaman, hari ini tepat malam satu Suro yang romantis, bertarikh Masehi menunjukkan hari Sabtu malam tanggal 31 Agustus 2019M. Atau pembaca yang budiman kalau fans Star Trek mungkin lebih cocok dengan penanda waktu berdasarkan stardate. Tuh kan dalam satuan waktu saja manusia punya banyak sekali pilihan metodologi, bashiron. Di sini, kita diajak melihat ragamnya aliran-aliran pandang itu. Dan saya koq jadi teringat bahasan yang disajikan Mbah Nun ketika sarasehan di PENS kemarin, reportasenya juga sudah bisa dibaca di web kita ini. Saat itu Mbah Nun sempat mengambil pemaknaan mengenai surga yang di bawahnya mengalir berbagai macam sungai, diartikan bahwa penghuni surga adalah orang yang mampu mengkhalifahi berbagai alir. Alir-aliran pandang, ragam metodologi pemahaman manusia dari yang paling mistik sufistik, kultural, estetis sampai metode ilmiah pasti punya fadhilah kelebihan dan juga keterbatasannya masing-masing. Tidak satu lebih baik dari lainnya, hanya ada panggonan yang pasnya. Maka Sinau Bareng agar saling berendah hati melengkapi.

Ketika Ibu Wakil Bupati Sleman selesai memberi kata-kata sambutan, yang di antaranya Bu Wabup menyatakan bahwa dirinya menjabat tidak bertujuan mencari uang, Mbah Nun kemudian menjembatani ini untuk bahasan tentang manusia nilai, manusia pasar, dan manusia istana.

Dalam memandang aliran keuangan atau peristiwa pasar yang dibabarkan Mbah Nun, tampak lagi ragam pilihan jamuan bashiron itu. Ada Mbah Nun tekankan bahwa uang harus selalu mengalir tapi sifatnya bisa berbeda-beda. Ada yang sifatnya transaksi, ada yang sifatnya akhlaq dan berbagai jenis ruh sifat lainnya.

Sangat banyak dan tak berhingga metodologi yang bisa dilahirkan manusia, banyak perspektif. Salah satu tujuan kita belajar, adalah agar kita tidak ge-er bahwa hanya kita yang pernah berpikir tentang suatu hal dengan cara pandang tertentu. Dan juga tujuan lainnya adalah agar kita mengerti jangkauan jarak pandang kita. Malam ini kita khusyuk sinau bahwa metode manusia, bisa sejumlah helai napas manusia.

Lainnya

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Setelah Wirid Wabal yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat “Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit” kemudian dimulai dengan sesi prolog.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta

Topik