CakNun.com
Maiyahan Cak Nun dan KiaiKanjeng ke-4122

Pemuda Campurejo Sinau Riyadhoh Hati

Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng, Lapangan Singosari Campurejo Panceng Gresik, Senin, 14 Oktober 2019
Fahmi Agustian
Waktu baca ± 4 menit

Lapangan Singosari Desa Campuerjo tadi malam dipenuhi jamaah Maiyah dari Gresik dan sekitarnya. Setelah malam sebelumnya di Padhangmbulan mensyukuri perjalanan 26 tahun Padhangmbulan, tadi malam Cak Nun dan KiaiKanjeng memenuhi undangan pemuda desa Campurejo untuk sinau bareng. Tagline yang diangkat “Menuju Iman Yang Berkualitas”.

Setelah jamaah diajak bersholawat bersama, Cak Nun kemudian meminta Mbak Nia KiaiKanjeng untuk membaca Surat Ali Imron ayat 186 untuk dijadikan pijakan sinau bareng bersama tadi malam. Mas Saiful dari panitia penyelenggara menyampaikan bahwa diadakannya sinau bareng bersama Cak Nun dan KiaiKanjeng ini adalah atas inisiatif pemuda desa Campurejo yang tergabung dalam komunitas GRDM (Gresik Death Metal), semacam komunitas pemuda pecinta musik metal.

Gayung bersambut, Cak Nun kemudian meminta perwakilan beberapa pemuda GRDM untuk naik ke panggung, kemudian KiaiKanjeng membawakan sebuah nomor yang menghentak “Terbit Rembulan”. Pemuda yang naik ke panggung diminta untuk jejingkrakan, merespons musik yang dibawakan oleh KiaiKanjeng itu. Mereka pun berjoget seperti ketika sedang menonton konser musik metal.

Respons dalam menyimak musik metal sudah jelas mereka kuasai. Cak Nun kemudian melantunkan sholawat tarhim, dan para pemuda itu diminta oleh Cak Nun untuk merespons sholawat tarhim itu dengan gaya bebas, terserah sesuai dengan apa yang terbesit dalam hati mereka. Untunglah tidak ada yang jejingkrakan. Para pemuda itu justru sangat khusyuk dan tenang ketika mendengarkan Cak Nun melantunkan sholawat tarhim. Bahkan ketika salah satu dari mereka ditanya oleh Cak Nun tentang apa yang mereka rasakan, ia menjawab bahwa ketika sholawat tarhim dilantunkan ia ingat perjuangan Rasulullah Saw.

Pada sesi awal saja jamaah sudah diajak sinau oleh Cak Nun agar mampu melakukan switching. Dari yang sebelumnya mendengarkan musik metal yang menghentak, berpindah ke alunan sholawat tarhim yang syahdu. Sinau Bareng di Maiyahan adalah laboratorium pembelajaran yang aplikatif. Mungkin terkesan remeh, bagaimana melatih switching dalam diri ketika harus menghadapi dua situasi yang sangat kontras, tetapi kita diharuskan mengkondisikan suasana hati kita agar tidak mudah terbawa arus. Bagaimana bersikap dalam satu momentum, ketepatan untuk menempatkan diri agar tidak salah menyikapi keadaan adalah hal yang harus dibiasakan. Dan alhamdulillah, kita di Maiyahan seringkali dilatih untuk dapat mengaplikasikan hal ini.

Tema sinau bareng kali ini titik beratnya adalah tentang iman. Iman adalah keyakinan dalam hati, perkataan di lisan, amalan dan anggota badan, bertambah dengan melakukan ketaatan dan berkurang jika melakukan maksiat. Kira-kira itulah pengertian iman berdasarkan teori ilmu pengetahuan yang ada saat ini. Mainstream.

Cak Nun menjelaskan bahwa iman dalam diri manusia harus terkait dengan seluruh hidupnya. Seorang yang beriman harus selalu melibatkan Allah dalam setiap laku hidupya. Maka sebenarnya tidak mungkin ada pemisahan antara agama dengan yang bukan agama seperti yang terjadi dalam fenomena masyarakat dunia hari ini. Melibatkan peran Allah dalam kehidupan sehari-hari sangat jarang dilakukan oleh manusia saat ini, kebanyakan hanya melibatkan Allah hanya ketika mengalami kesusahan dan kesulitan hidup. Tuhan hanya diposisikan sebagai pelengkap penderita.

Kembali ke ayat yang dibacakan oleh Mbak Nia di awal acara, Cak Nun menekankan bahwa terdapat kalimat wa in tashbiruu wa tattquu fa inna dzaalika min ‘azmi-l-umuur. Kalimat tersebut merupakan penutup dari Surat Ali Imron ayat 186 itu. Dari penggalan ayat itu, Cak Nun menjelaskan bahwa sabar dan taqwa adalah dua hal yang harus selalu kita pernikahkan dalam diri kita setiap waktu.

Berbicara tentang sabar dan taqwa, Cak Nun menambahkan bahwa kedua hal itu bisa menjadi metode riyadhloh kita agar kita semakin teguh hatinya untuk selalu dekat dengan Allah. Dijelaskan oleh Cak Nun, bahwa ada banyak penyusunan kata di Al Qur`an yang menyimpan banyak rahasia dan ilmu.

Misalnya, seperti yang tersurat dalam An Naas di 3 ayat pertama, kenapa Allah menyusun dialektika robbun, ilaahun dan maalikun? Susunan ini tidak mungkin sembarangan disusun oleh Allah. Dalam metode sinau bareng di Maiyah, Cak Nun memiliki pandangan bahwa yang diutamakan oleh Allah adalah sifat rububiyah, pengayoman. Meskipun Allah adalah Tuhan Yang Maha Berkuasa, tetapi sifat yang paling ditonjokan adalah sifat yang mengayomi. Itulah mengapa Ar rohman dan Ar rohiim adalah ikon utama Allah, sehingga kita sejak awal dibiasakan untuk membaca bismillahirrohmaanirrohiim.

Bahkan, dalam konsep kepemimpinan sekalipun metode 3 dialektika Allah di 3 ayat pertama An Naas itu sangat efektif untuk diaplikasikan. Seorang pemimpin sudah seharusnya lebih menonjokan sifat pengayomannya kepada rakyat yang ia pimpin. Jangan justru lebih mengedepankan sifat kekuasaannya apalagi kekuatannya. Sebagai seorang pemimpin harus memiliki sifat kepengayoman yang lebih luas dan mendalam dalam menemani rakyatnya. Meskipun pada tahap tertentu seorang pemimpin boleh memperlihatkan kekuasaan dan kekuatannya, tetapi diusahakan untuk lebih mengutamakan sikap pengayomannya.

Tadi malam, Cak Nun mencontohkan komposisi susnan kata pada ayat yang lain. Misalnya, di beberapa ayat termaktub samii’an bashiron. Kenapa kata samii’ terlebih dahulu disebut sebelum kata bashir. Cak Nun menjelaskan bahwa fungsi mendengarkan adalah lebih utama dari fungsi melihat. Seorang bayi yang tidak bisa melihat akan lebih mudah berkembang daripada bayi yang tidak bisa mendengarkan.

Dan juga, mendengarkan adalah salah satu metode untuk melatih kesabaran. Dewasa ini, menemukan orang yang mau mendengarkan orang lain adalah hal yang sangat langka. Lebih banyak orang yang ingin didengar oleh orang lain daripada orang yang mendengarkan orang lain. Dan Maiyahan menyediakan arena pembelajaran bagi kita semua untuk melatih diri kita menjadi manusia yang mampu mendengarkan siapa saja. Terlalu banyak orang yang sudah menarasikan tentang toleransi, untuk menerima semua pihak, tetapi pada faktanya tidak banyak orang yang mampu mengaplikasikan apa yang disebut dengan toleransi itu.

Lainnya

Exit mobile version