CakNun.com

Panggilan Pulang KemBali

Mukadimah MasuISaNi Maret 2019
MaSuISaNi
Waktu baca ± 1 menit

Serupa debu terbawa angin, entah dari mana, menuju entah ke mana. Terlalu ringan untuk menghempas, terlalu berat untuk melayang. Lugu, gamang dan absurd.

Hingga suatu pagi, hawa dingin merangkul dan menyeret ke bawah. Jatuh, lama dan curam. Terhempas menghujam tanah, tak dalam tetapi cukup untuk menguburnya sedikit. Lembab dan hangat.

Muasal debu adalah debu. Kendati tak mudah untuk mengatakan: perjalanan dari debu menjadi debu itu ibarat pergi-pulang. Menuju-kembali. Akan halnya ritus hidup. Dari mana kita berasal. Sampai di mana kita kini, dan akan ke mana nanti. Datang-pergi-pulang.

Konon, ada yang berkata bahwa hidup adalah perjalanan yang tidak menawarkan pilihan lain kecuali dijalani. Hidup adalah perkara kesanggupan menerima dan menjalaninya. Nerimo ing pandum.

Perjalanan pulang bisa saja ketemu jalan berliku, berkelok, bergerunjal, bercabang. Tetapi tempat menuju, hanya Ia sebaik-baik tempat kembali. Ia yang tidak ke mana – mana, membersamai, bermukim di diri.

Lalu, bagaimana kita memaknai panggilan pulang kemBali? Ke muasal: Bali marang sangkan paraning dumadi? Mari kita mengupas lapis demi lapis sembari ngopi tipis-tipis…

Lainnya

Mosok Dijajah Terus Ker?

Mosok Dijajah Terus Ker?

21 April 2015, dinginnya kota Malang tak mengurungkan niat dulur-dulur Maiyah Rebo legi untuk tetap berkumpul di beranda masjid An-Nur Politeknik Negeri Malang.

Nafisatul Wakhidah
Nafisatul W.
Menabung Kesucian

Menabung Kesucian

Migunani Tumraping Liyan

Setiap pagi adalah hari kelahiran dan setiap malam menjelang adalah malam kematian.

Nafisatul Wakhidah
Nafisatul W.