CakNun.com

Padhangmbulan: Kangen, Krasan dan Otentik

Catatan Pengajian Padhangmbulan, Mentoro, Sabtu, 14 September 2019
Achmad Saifullah Syahid
Waktu baca ± 4 menit

Dari apa yang disampaikan jamaah, kita bisa memetakannya ke dalam tiga poin. Pertama, jamaah hadir di Padhangmbulan karena dorongan kangen. Ada apa ini? Kangen menikmati kegembiraan.

“Gembira dulu, nanti pori-pori kesadaran akan terbuka, sehingga kesadaran kita akan mudah menangkap ilmu serta merasakan kehadiran cahaya,” ujar Jakfar dari Malang.

Kedua, menanggapi passion sebagai kata kunci mengenal diri sendiri, jamaah memiliki pandangan dan pengalaman yang beragam. Salah satunya disampaikan oleh Dino dari Mojokerto.

“Kita sulit mengenali passion karena pendidikan di lingkup keluarga belum beranjak dari pola lama yang mainstream,” ujarnya. “Selain itu, kurikulum pendidikan formal diterapkan secara sama rata untuk semua siswa.”

Ketiga, adalah tanggapan jamaah mengenai situasi kekinian. Beberapa pertanyaan telah disikapi pada pengajian Padhangmbulan bulan yang lalu, serta di majelis Maiyahan yang lain. Diantaranya, bagaimana menyikapi ritual atau tradisi di bulan Muharram? Beberapa kalangan menyatakan adat tradisi tersebut sebagai bid’ah.

Ada pula jamaah bertanya, apakah model pendidikan di Padhangmbulan pernah diadopsi oleh Kementerian Agama atau Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan? Hal ini, menurut Rifai jamaah dari Sumedang, pendidikan di Padhangmbulan memiliki karakter yang khas.

Menanggapi itu semua Cak Dil menyodorkan akronim yang uni. KKO: Kangen, Krasan dan Otentik. Padhangmbulan menerbitkan perasaan kangen, sehingga kita rindu lalu terdorong hadir setiap malam bulan purnama.

Setelah menuntaskan rasa kangen, kita rela duduk delapan jam, hingga menjelang shubuh, karena kita merasa krasan. Aman dan damai dalam rajutan kegembiraan dan kebersamaan.

Lalu otentik, apakah ini? Adalah kemurnian pengalaman yang diwedar di pengajian Padhangmbulan. Pengalaman keseharian bukan sekadar ditimbun di alam bawah sadar, lantas hilang dan dilupakan. Jamaah diajak mencermati, meneliti, mewaspadai, menghikmahi pengalaman hidupnya.

Untuk itu, Mbah Nun menawarkan metodologi, perspektif, terminologi. Bukan semata untuk mendekonstruksi pemaknaan terhadap pengalaman, melainkan menemukan titik akurasi keseimbangan. Pada poin ini satu kalimat dari Mbah Nun sering menjadi kunci yang membuka kesadaran jamaah.

Terkait dengan passion, Cak Dil menggambarkannya secara sederhana dan gamblang. “Kita bergairah memberikan sesuatu kepada orang lain. Ketika hal itu membuat orang lain puas, bahagia dan gembira, kita pun turut merasakan hal yang sama. Sesuatu yang kita berikan itu bisa jadi adalah passion kita,” ungkap Cak Dil.

Tentu saja, passion tersebut berada dalam ruang dialektika yang berkomposisi langsung dengan tiga ragam manusia.

Di sela diskusi singkat sebelum pengajian dimulai, Cak Fuad pun menegaskan, bukan berarti manusia nilai, seperti seorang guru, tidak boleh melakukan jual beli di pasar.

“Kalau berniat menjadi guru, jangan melakukan transaksi berapa besar gajinya? Karena rezeki manusia nilai ditangani langsung oleh Allah,” kata Cak Fuad.

Cak Dil menambahkan, Padhangmbulan ibarat pohon yang rindang di tengah gurun yang terik. Para pejalan yang mendamba tempat ngiyup, atau sejenak bisa istirah, mendatangi pohon tersebut. Mereka merasakan keteduhan yang nyaman sekaligus mengamankan.

Bukan hanya itu, akar pohon yang rindang menyimpan air hujan dalam tanah. Dia lantas keluar menjadi mata air yang jernih.

Malam melewati tengah malam. Kyai Muzamil menandaskan lagi pentingnya mengenal diri. Kali ini, beliau menggunakan cara pandang dari Mbah Nun.

“Cobalah mulai merasakan sifat Allah Yang Maha Lembut, yaitu Al-Lathif,” saran Kyai Muzamil. Simulasi disertai contoh keseharian terkait sifat Al Lathif membuka cakrawala kesadaran. Dengan merasakan kelembutan ini kita bukan hanya akan mengenal diri. Allah hadir dalam situasi hati yang penuh dengan kelembutan.

Lainnya

Sinau Hayaty Khidmaty dari Cak Fuad

Sinau Hayaty Khidmaty dari Cak Fuad

Bangbang Wetan edisi Juli telah menayangkan Sinau Bareng Cak Fuad pada Sabtu malam (31/7) di kanal ofisial Youtube Bangbang Wetan.

Amin Ungsaka
Amin Ungsaka
Tidak

Tidak

Setiap malam Rebo legi, serambi Masjid An-Nur Politeknik Negeri Malang seolah tidak pernah sepi dari sekumpulan orang-orang yang merasa kesepian dan haus akan pencerahan.

Hilwin Nisa
Hilwin Nisa