Opèn-Opèn
Apa kiranya yang pertama kali muncul di benak Saudara, saat Saudara diperdengarkan dengan kata opèn-opèn? Tak jarang, dalam percakapan sehari-hari kita mendengar obrolan bapak-bapak kala sedang asyik ngobrol ngalor-ngidul bersama ‘teman sepermainannya’, “Opèn-opènmu sak’iki opo?” Membicarakan apa yang saat ini sedang dirawat dan dipelihara, bagaimana keadaan yang tengah dirawat, bagaimana cara merawatnya, rupanya masih menjadi deretan topik menarik dalam obrolan mereka. Atau mungkin juga termasuk Anda?
Bukan cuma bapak-bapak sebenarnya. Ibu-ibu, kakak-kakak, adik-adik, juga tak menutup kemungkinan doyan membahasakan opèn-opèn dalam topik perbincangan mereka. Opèn-opèn, tak melulu soal binatang peliharaan. Opèn-opèn bisa menyangkut hal apapun. Baik open-open dalam arti sempit, maupun dalam arti yang lebih luas. Baik opèn-opèn di wilayah lingkaran kecil, maupun dalam lingkaran yang lebih luas.
Tak pernah sepinya bahasan opèn-opèn, sebagai tanda bahwa ilmu merawat memang tak pernah cukup. Keadaan yang terus dinamis, menuntut kita untuk terus belajar mengikuti perubahan, terus mencoba mencari cara yang paling tepat untuk memperlakukan opèn-opènan kita. Sekaligus, ini sebagai tanda, bahwa tak mudahnya menjalankan ‘tugas’ opèn-opèn itu sebenarnya.
Tak pelak lagi para malaikat dulu pernah mempertanyakan kepada Tuhan kita, saat mereka tahu Tuhan akan mengutus kita para manusia untuk menjadi khalifah, menjadi pengelola, perawat, menjalankan tugas opèn-opèn di muka bumi sebaik sebagaimana mestinya. “Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada para malaikat: ‘Sesungguhnya Aku (Allah) hendak menjadikan seorang khalifah di muka bumi.’ Mereka berkata: ‘Mengapa Engkau hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji Engkau dan mensucikan Engkau?’ Tuhan berfirman: ‘Sesungguhnya Aku (Allah) mengetahui apa yang tidak kamu ketahui’.” (QS. Al-Baqarah: 30).
Apakah maksud di balik bantahan Tuhan, “Sesungguhnya Aku mengetahui apa yang tidak kamu ketahui”? Sementara itu, Tuhan juga pernah memberikan kata kunci, bahwa Dia tidak akan membebani hamba-Nya di luar batas mampu kita.
Apakah ini berarti sebenarnya kita mampu menjadi khalifah? Kita mampu untuk menjalani seperangkat proses opèn-opèn(?). Lantas, apa sebenarnya yang menjadi hal-hal ‘wajib’ untuk kita opèni? Apa hal-hal ‘sunnah’ yang sebaiknya kita opèni? Apa yang harus kita persiapkan agar kita benar-benar mampu mengemban ‘tugas’ ini?
Jika memang semua manusia mempunyai potensi individu sebagai khalifah fil ardl maka kenapa kesadaran akan hal tersebut terasa masih kurang? Sehingga hampir setiap hari kita banyak melihat perebutan kekuasaan baik dari skala terkecil sampai yang terbesar, mulai dari selevel ketua yasinan sampai presiden.
Sebelum berbicara lebih jauh, kiranya menyimak firman Tuhan pada QS. Al-Qashash ayat 77 ini juga dapat dijadikan pandangan. “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.”
Untuk sedikit-sedikit belajar ngopeni rasa penasaran dan keingintahuan, tidak ada salahnya kita sama-sama belajar “Opèn-Opèn” bersama Majelis Maiyah Balitar, 30 Maret 2019. Saling belajar dalam kebersamaan, barangkali ini juga menjadi bagian perantara kita untuk sedikit-sedikit belajar laku opèn-opèn.