OMA(H)IYAH
OMA(H)IYAH adalah ambiguitas tipografi dari “Omah Maiyah” atau dalam Bahasa Indonesia “Rumah Maiyah” sebagai rumah singgah belajar bersama “Sinau Bareng” dengan pondasi prinsip-prinsip dasar maiyah oleh tetes-tetes marja’ sebagai sumber atau sumur kita untuk meng-elaborasi apapun menjadi perilaku manusia yang rahmatan lil alamin.
Dalam arti umum, kata “rumah” adalah salah satu bangunan yang dijadikan tempat tinggal selama jangka waktu tertentu. Rumah bisa menjadi tempat tinggal manusia maupun hewan, tetapi untuk istilah tempat tinggal yang khusus bagi hewan adalah sangkar, sarang, atau kandang. Di sini terlihat ada jarak makna antara rumah, sangkar, sarang, dan kandang, bahwa “rumah” juga sebagai atau lebih kepada tempat pembelajaran penghuninya (manusia) untuk beradaptasi ketika keluar dari pagar rumah dan membuat suatu peradaban.
Paradoks-nya sebuah rumah selain sebagai tempat sebagaimana di atas, juga bisa sebagai tempat bersembunyi, mengasingkan diri dari dunia luar. Bahkan era millenial saat ini, “rumah” juga sebagai eksistensi identitas pribadi. Pernahkan anda mendengar bahwa melihat karakter seseorang itu cukup dilihat dari rumahnya? Ironisnya yang dilihat bukan artistik bangunan rumah sebagai visualisasi yang mencerminkan kepribadian pemilik rumah, melainkan melihat dari unsur materialistik-nya saja untuk mengukur kehormatan sebagai manusia. Sebut saja “Rumah Mewah” bagi penghuni yang istimewa, atau “Gubuk Derita” sebagai hunian kaum bawah (rakyat) yang menderita. Sungguh sebuah “symbolic status” yang tidak fair bukan? Bagaimana jika kita ubah kata diatas menjadi “Gubuk Istimewa” dan “Rumah Penderitaan”, apa asumsi pikiran jernih anda?
Padahal substansi sebuah rumah itu bukan hanya sebuah bangunan untuk ditempati. Rumah mempunyai makna yang lebih dalam. Mereka mengartikan rumah sebagai suatu hal yang bisa menciptakan ruang-ruang pembelajaran untuk saling bertukar pengalaman dengan metode kenyamanan, kehangatan, dan kebahagiaan dalam hati sebagai metode paling efektif membangun peradaban antar manusia.
Jika demikian, bangunan semegah dan semewah apapun tak bisa disebut dengan “rumah” bila hati ini tidak merasa nyaman saat berada di sana. Sebaliknya, sebuah gubuk mungil yang apa adanya bisa menjadi “rumah” asalkan perasaan ini tersampaikan dengan bahagia ketika di sana.
Jadi, hakekat sebuah rumah adalah orang yang ada di dalamnya.
Dengan definisi diatas kita mungkin sedikit atau sudah memahami apa yang dimaksud “OMA(H)IYAH” atau “Rumah Maiyah”
Dalam bahasa lugas Rumah Maiyah adalah “Bangunan yang kita dirikan bersama-sama untuk suatu tujuan kebaikan bersama pula”
Lantas apa tujuan itu?
Karena maiyah adalah kebersamaan, dan rumah maiyah adalah bangunan untuk singgah belajar dan mengaplikasikan tujuan bersama.
Mari kita rumuskan bersama, untuk hadir berbagi pengalaman dan berbagi ide untuk sebuah bangunan yang mungkin bisa kita sebut sebagai “Rumah Maiyah”.