Nandur Katresnan
Ini baru cek sound, tapi shaf pertama depan panggung sudah diduduki remaja-remaja itu. Duduk rapi seakan Sinau Bareng sudah dimulai. Atau sebenarnya, memang mereka hendak menikmati apa saja dari KiaiKanjeng, dan ini mungkin yang tidak terjumpai dalam persiapan acara apapun. Suatu senyawa tersendiri antara mereka dengan Mbah Nun dan KiaiKanjeng. Juga, mereka barangkali sudah tak bisa menahan untuk segera ber-Sinau Bareng, dan atmosfernya harus sudah mereka hirup seawal mungkin.
Waktu masih baru akan merambat ke senja, saat semua personel telah memulai menjajal masing-masing alat mereka. Lokasi acara Sinau Bareng di Dusun Setro Ketambul Palang Tuban ini adalah area sawah yang luas. Tanahnya kering dan pecah-pecah. Di sawah yang lain di luar area ini, panen padi sudah berlalu, dan kini akan masuk tanam jagung. Namun, kabarnya, tanam tersebut belum dimulai, karena menunggu Sinau Bareng ini. Biar dapat berkah. Demikian cerita salah seorang panitia.
Terpal-terpal biru sudah pula digelar, agar jamaah bisa duduk dengan nyaman. Khususnya warga masyarakat dusun Setro dan dusun-dusun lain malam nanti akan Sinau Bareng dengan tema “Nandur Katresnan Ngerajut Paseduluran”. Dusun di sini tampaknya sangat luas wilayahnya. Wilayah ini sebenarnya hanya sekian kilometer dari laut Tuban. Dari pinggir laut, bergerak ke selatan melalui tambak-tambak dan kemudian sampai di desa dan dusun ini yang sudah mulai dijumpai tanah persawahan.
Angin berhembus agak kencang di tanah yang sangat lapang ini. Tanah yang menanti benih-benih katresnan itu ditanam di atasnya, lewat Sinau Bareng Mbah Nun dan KiaiKanjeng malam ini. Katresnan yang tidak hanya kepada sesama manusia, namun juga kepada bumi, kepada alam. Memang juga malam ini hajat Dusun Setro ini adalah Sedekah Bumi. Sedekah Bumi, Katresnan, dan Paseduluran. Rumpun kata yang sangat mulia yang selayaknya menjadi kosakata bersama