CakNun.com

Merajut Fadlilah Otentisitas dalam Kesatuan Budaya Dunia

Catatan Majelis Maiyah Mocopat Syafaat, 17 Juli 2019
Muhammad Zuriat Fadil
Waktu baca ± 8 menit

Awalnya adalah purnama. Malam ini bulan penuh sekali dan sangat cerah. Ada berita bahwa akan ada gerhana bulan tapi saya rasa itu tidak akan terlalu berhubungan dengan materi kita. Setelah Mas Ramli mengajak Jamaah dan para hadirin khusyuk membaca doa serta nderes Al-Qur`an, Mas Islami tampil untuk kemudian lantunan-lantunan sholawat dibawakan bersama-sama. Entah apakah karena bulan sedang purnama atau entah apa sebab lainnya, tapi rasanya lantunan sholawat malam hari ini terasa sangat syahdu dan khusyuk. Ingin rasanya sesi ini diperpanjang hingga beberapa jam sendiri. Sesekali kita perlu latihan khusyuk juga kan? Tapi keasyikan itu kemudian berganti dengan keasyikan yang lebih kognitif. Ketika Mas Helmi dengan tiga orang dari NM (Nahdlatul Muhammadiyin) menempati posisi panggung. Tiga NM tersebut adalah Mas Fauzi, Mas Agus dan Mas Heri. Kesemuanya Mas-Mas.

Mas Helmi menyapa dengan salam-salam dan mendoakan yang terbaik bagi para jamaah, “Semoga yang masih kuliah lekas lulus dan yang jomblo… awet.” Sungguh doa yang membuat sang purnama terharu. Ternyata di antara para jamaah masih banyak yang belum mengetahui ihwal apakah NM ini. Mang Moelyana kawan saya yang dulu berkenalan di Kadipiro, beliau sedang merajut duduk di sebelah saya di warung, meresapi dan mengalami Maiyah sambil merajut. Otentik sekali bukan?

Nah, NM. Seperti yang dijelaskan oleh para penduduk panggung malam ini sesungguhnya adalah lembaga yang lahir atas gagasan Mbah Nun. Walau menamakan diri NM dengan berlandaskan pada dua nama yang dulu agak populer di masyarakat, tapi sebenarnya tugasnya adalah meresapi fenomena kemasyarakatan, bukan untuk menandingi dua ormas yang populer pada kalangannya masing-masing tersebut.

Karena itu bahasan mengenai otentisitas dan fadlilah malam hari ini, NM terlibat dengan harapan agar peresapan mereka selama di masyarakat bisa menjadi bahan diskusi yang asik dan menarik. Setelah perkenalan yang cukup padat mengenai apa dan bagaimana NM, beberapa babaran pun dibahas secara bergantian oleh trio NM tadi plus Mas Helmi sendiri tentunya. Kemudian difasilitasilah terbentuknya tiga kelompok dari jamaah untuk menjadi peserta workshop malam hari ini. Tiga kelompok tersebut kemudian bernama Tempe Goreng, Onde-Onde, dan Pohon. Entahlah.

Tiga kelompok tersebut diberi pertanyaan-pertanyaan yang kemudian akan mereka bahas. Di antara pertanyaannya adalah mengenai produk apa saja yang diapakai untuk merawat tubuh? Kemudian merk dan bagaimana mengambil keputusan merk yang akan dipakai, serta pertanyaan terakhir yang menarik adalah apa pengaruh Maiyah pada otentisitas diri masing-masing.

Sambil menunggu tiga kelompk tersebut, Mas Helmi kemudian mempersilahkan kita menyambut kedatangan Mbah Nun yang langsung menempati panggung bersama Pak Eko Tunas dan Pak Iman Budhi Santosa. Pak Iman kita tahu baru saja beberapa hari lalu mendapat penghormatan cinta Ijazah Maiyah bersama Pak Taufik Ismail dan Pak Sutardji Calzoum Bachri. Laporan hal tersebut bisa pembaca budiman baca di web kita ini. Sedangkan kita tahu bahwa Ijazah Maiyah sendiri diberikan pada manusia-manusia dengan otentisitas dan keistiqomahannya pada bidang yang digeluti.

Lainnya

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit

Setelah Wirid Wabal yang dipandu Hendra dan Ibrahim, Kenduri Cinta edisi Maret 2016 yang mengangkat “Fiqih Tanpa Aqidah, Bumi Tanpa Langit” kemudian dimulai dengan sesi prolog.

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta
Exit mobile version