CakNun.com

Menyatukan Perpecahan Dengan Cinta

Catatan Majelis Maiyah Kenduri Cinta ke-199, 15 Maret 2019
Kenduri Cinta
Waktu baca ± 7 menit

Kesalutan dan Kemesraan dari Jamaah

Setelah pementasan 3 tarian itu, Mbah Nun kembali naik ke panggung dan memberikan kesempatan kepada jamaah untuk memberikan respons atas 3 tarian yang baru saja mereka saksikan. Salah satu jamaah menyampaikan kegembiraannya, bahwa dengan adanya pementasan Tari Topeng di Kenduri Cinta ini Ia merasakan suasana Bhinnekka Tunggal Ika yang sebenar-benarnya. Jamaah yang lain memiliki rasa penasaran. Ia bertanya tentang apa yang dirasakan oleh para penari ketika mengenakan topeng saat menari. Mbak Nanik menjawab bahwa ketika menari, seorang penari topeng itu melepaskan dirinya, jangan sampai ada perasaan dalam hatinya tentang seberapa banyak penonton yang melihat. Ketika mengenakan topeng, apa yang dirasakan tentu tidak bisa didefinisikan, namun yang bisa diceritakan adalah bahwa kesungguhan penari dalam menari itu adalah salah satu bekal yang sangat penting bagi seorang penari itu sendiri.

Mbah Nun mengambil satu pijakan dari pementasan Tari Topeng di sesi awal. Bahwa kesungguhan para penari itulah yang paling utama. Kenduri Cinta ini sudah berlangsung selama 19 tahun, dan sepanjang 19 tahun perjalanan itu bekal utamanya adalah kesungguhan. Para penggiat yang silih berganti mengalami perjalanan dinamika yang tidak mudah untuk menjaga keistiqamahan ini. Begitu juga dengan generasi hari ini di Sanggar Nanik Topeng Losari yang mementaskan tari-tarian tadi malam. “Maka, audiens utama kita adalah Allah”, jelas Mbah Nun.

Mbah Nun mengingatkan jangan sekali-kali menaruh harapan yang tinggi kepada dunia. 19 tahun perjalanan Kenduri Cinta bahkan tidak lebih dari 5% yang pernah diberitakan media massa. Mbak Nanik sebelumnya bercerita bahwa dirinya berjuang secara mandiri untuk melestarikan Tari Topeng Losari, tanpa sepeser pun mendapat bantuan dari pemerintah setempat. Mbah Nun menyampaikan secara khusus kepada Mba Nanik bahwa salah satu janji Allah adalah apabila kita sungguh-sungguh mengabdi kepada Allah, jaminannya adalah tidak akan kelaparan dan tidak akan merasa takut.

Perjuangan menjaga kelestarian Tari Topeng Losari bukanlah sebuah perjuangan yang mudah. “TIdak semua orang bisa melakukan sesuatu yang ikhlas seperti yang dilakukan oleh para penari Topeng Losari ini,” Mbah Nun menyampaikan. Titik beratnya adalah keikhlasan dalam melakukan sesuatu. Dan Mbah Nun juga mengingatkan bahwa bekal untuk ikhlas adalah kesabaran dan taqwa.

Mbak Nanik kemudian menceritakan perjalanan hidup pribadinya, dan ternyata bukan perjalanan yang mudah. Dalam merespons hal ini, Mbah Nun mengingatkan semua jamaah bahwa tidak satupun dari kita berhak menentukan benar atau salah yang dilakukan orang lain. Rasulullah Saw sendiri mengingatkan kepada kita bahwa Allah memberikan kesempatan kita untuk masuk surga itu bukan berdasarkan ibadah yang kita lakukan, melainkan atas dasar rahmat Allah kepada kita. Jadi, kita sama sekali tidak berhak menilai, menghakimi bahkan menentukan apakah orang lain masuk surga atau masuk neraka.

Sebagai contoh, Mbah Nun mengajak jamaah melakukan simulasi sederhana. Berbicara tentang aurat misalnya, bagaimana nasib para ulama-ulama kita terdahulu di Indonesia yang istri-istrinya tidak menutup aurat dengan rapat? Bukankah istri-istri para ulama zaman dahulu hanya menutup kepala dengan kerudung, dan tidak seluruh kepala tertutup. Apakah kondisi itu kemudian akan menyebabkan ia masuk neraka karena tidak menutup aurat? Anggaplah tidak menutup aurat itu perbuatan yang salah, lantas apakah kemudian perbuatan baik yang dilakukan olehnya tidak dihisab oleh Allah?

Mbah Nun mengingatkan kepada jamaah bahwa perhitungan Allah itu tidak sama dengan konsep hitungan manusia. Allah sangat mungkin bahkan memasukkan ke surga orang yang kita anggap kelak akan masuk neraka. Juga sebaliknya. Maka, yang Mbah Nun tekankan adalah bagaimana kita semua menikmati perbuatan baik dari setiap kebaikan yang kita lakukan.

Setelah mendengar beberapa respons, Sanggar Nanik Topeng Losari ini kemudian memainkan sebuah nomor instrumen musik kontemporer, yang kemudian disambung dengan 2 tarian; Tari Rampak Kelana dan Tari Kelana Bandapati Pajang dengan variasi Bodoran.

Di tengah-tengah pementasan tari terakhir, Mbak Nanik mengajak 2 Nayaga sepuh untuk Bodoran. Bodoran ini semacam sebuah jeda, di mana salah satu atau beberapa Nayaga menginterupsi pementasan, kemudian terjadi dialog-dialog ringan dengan penuh canda. Secara spontan Mbah Nun juga berinteraksi dengan 2 Nayaga sepuh ini. Mbah Nun kemudian secara spontan mengajak jamaah untuk mengumpulkan uang, berapapun yang hendak mereka kumpulkan, bahkan Mbah Nun sendiri ikut memberikan uang yang ada di dalam tas beliau. Pengumpulan uang ini bukan dalam rangka saweran atas pementasan Tari Topeng tadi, namun Mbah Nun menegaskan bahwa peristiwa keindahan Tari Topeng di Kenduri Cinta ini adalah pementasan yang penuh kemesraan. Uang-uang yang dikumpulkan itu tidak lain adalah dalam rangka kemesraan. Setelah dihitung, terkumpul uang sejumlah Rp. 32.093.600,- yang kesemuanya diserahkan kepada anggota Sanggar Nanik Topeng Losari Secara simbolis, Sigit Hariyanto mewakili Kenduri Cinta menyampaikan seluruh uang yang terkumpul kepada Adin, perwakilan dari Sanggar Nanik Topeng Losari.

Di sesi akhir, Mbah Nun merespons beberapa pertanyaan dari jamaah. Di antaranya pertanyaan tentang bagaimana cara mendayagunakan pikiran sehingga kita mampu menghilangkan ego ke-aku-an dalam diri kita. “Jangan sesuatu diukur dengan akal”, Mbah Nun merespons. Apa yang kita tangkap dari Al-Qur`an adalah sebuah media pengembaraan yang sangat luar biasa untuk memahami kehidupan. Akal tidak bisa hanya menjadi satu-satunya alat untuk menjalani kehidupan ini, ia harus dikolaborasikan dengan iman. Bahkan proporsi akal sendiri jika dibandingkan dengan iman sangat jauh bedanya. Mbah Nun mengibaratkan bahwa akal itu hanya 1% saja bekerja sementara Iman bisa sampai 99%. Sehingga bukan akal yang menjadi pemimpin dalam diri manusia, melainkan iman.

Tidak terasa, waktu sudah menunjukkan pukul 4 pagi. Mbah Nun pun memuncaki Kenduri Cinta edisi Maret 2019 ini dengan doa bersama. (Fahmi Agustian dan Tim KC)

Kenduri Cinta
Kenduri Cinta, majelis ilmu, sumur spiritual, laboratorium sosial, basis gerakan politik bahkan universitas jalanan yang tidak pernah habis pembahasan SKS nya, kurikulum dan mata kuliahnya selalu bertambah, dosennya adalah alam semesta.
Bagikan:

Lainnya

Exit mobile version