CakNun.com

Meneguhkan Lima Prinsip Jalan Kenabian

Catatan Majelis Ilmu Kenduri Cinta, Jakarta, Jum'at 11 Oktober 2019
Fahmi Agustian
Waktu baca ± 6 menit

Malam penuh keindahan dan kebahagiaan. Ribuan orang memadati Plaza Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jum’at malam (11/10). Semenjak sore, mereka berdatangan. Tidak hanya yang tinggal di sekitaran Jakarta saja, banyak juga yang datang dari luar Jakarta, bahkan luar pulau Jawa.

Kenduri Cinta benar-benar sudah menjadi oase bagi mereka. Tidak ada alasan untuk tidak menuntaskan kerinduan di majelis ilmu ini. Datang atas kesadaran pribadi, sendirian atau rombongan, ada juga yang janjian ketemu di lokasi. Ikatan persaudaraan terjalin kuat. Bahkan yang baru kenal di media sosial pun sudah langsung akrab, seolah sudah saling mengenal sejak lama. Keamanan harta, martabat dan nyawa adalah hal yang saling dijaga satu sama lain, hingga tak ada kekhawatiran ketika datang untuk duduk melingkar di majelis ilmu ini.

Kenduri Cinta bukanlah forum yang terselenggara hanya satu-dua kali di Taman Ismail Marzuki. Hingga bulan Oktober 2019 ini sudah 206 gelaran berlangsung. Tentu saja, ketika 2 bulan lalu Kenduri Cinta harus angkat kaki dari Taman Ismail Marzuki, semua pihak yang terlibat selama ini duduk bersama. Kolaborasi, koordinasi, komunikasi menjadi poin penting di Kenduri Cinta. Penggiat Kenduri Cinta duduk bersama dengan Pimpinan UP PKJ Taman Ismail Marzuki, dengan Kepala Staf urusan acara, Dinas Perhubungan, bahkan petugas Keamanan dan Kebersihan juga diajak untuk runding bersama. Begitu juga dengan penyewa sound system dan tenda, tak ketinggalan juga pedagang yang rutin menggelar lapaknya ketika Kenduri Cinta berlangsung.

Pada akhirnya, Taman Ismail Marzuki pun berat hati untuk melepaskan Kenduri Cinta. Begitulah indahnya Kenduri Cinta, bahkan urusan teknis di belakang layar pun penuh dinamika, gesekan, dan problem yang tidak ringan. Namun, karena semua yang terlibat dalam gelaran ini sudah sepakat bahwa Kenduri Cinta ini adalah kebaikan yang harus dikolaborasikan dengan keindahan, semua itu dapat dilewati dengan baik.

Dan memang beginilah Maiyah seharusnya, hidup sesrawungan dengan semua pihak di sekitar kita. Ketika menghadapi masalah, dicari solusi untuk kebaikan bersama.

Tentu saja para penggiat Kenduri Cinta, motor utama terselenggaranya majelis ilmu ini. Sejak beberapa hari yang lalu sudah mempersiapkan segala sesuatunya. Mulai dari pembuatan poster, penyusunan naskah mukadimah, hingga rapat technical meeting dengan pihak pengelola Taman Ismail Marzuki dilakukan. Kesemuanya itu dilakukan ditengah kesibukan mereka yang sehari-hari adalah pekerja di Jakarta. Tidak mudah tentunya, mengingat Jakarta adalah kota metropolitan dengan segala dinamika dan problematika yang ada. Para penggiat Kenduri Cinta adalah jamaah yang kemudian memiliki kesadaran bahwa memang harus ada pengorbanan agar Maiyahan di Jakarta ini terselenggara dengan baik.

Syeikh Nursamad Kamba secara khusus menyiapkan Tajuk yang dirilis di caknun.com. Malam itu pun, Tajuk tersebut diulas lebih mendalam oleh Syeikh Kamba di Kenduri Cinta. Melalui penjelasan yang rinci, Syeikh Kamba menitikberatkan agar jamaah Maiyah secara luas harus segera memahami dimana seharusnya ia berpijak. Orang Maiyah hendaknya juga memahami lima prinsip jalan kenabian yang dijabarkan oleh Syeikh Kamba.

“Setiap hari, setiap saat, setiap waktu kita membicarakan agama, tetapi jika tidak berdampak terhadap perilaku kita itu artinya ada yang salah dengan cara kita memahami agama”, Syeikh Kamba mengawali paparannya dengan pijakan pembahasan tauhid. Memang, jika kita menelaah lebih dalam, Tajuk yang ditulis oleh Syeikh Kamba memiliki muatan nilai agar kita meneguhkan kembali pijakan tauhid kita. Sejalan dengan tema Kenduri Cinta bulan ini; Negara Ta’lih.

Ta’lih adalah perilaku menuhankan sesuatu yang tidak pantas dituhankan. Fenomena yang kita lihat dan mungkin juga kita alami hari ini, baik secara global maupun Indonesia, semakin terang benderang perilaku menuhankan sesuatu yang tidak seharusnya dituhankan. Dan jalan satu-satunya untuk memperbaiki itu semua adalah kembali kepada tauhid.

Syeikh Kamba menjelaskan, bahwa manusia yang memiliki kecerdasan yang tinggi seharusnya semakin dewasa dalam berpikir dan bertindak. Teladan yang paling nyata adalah keteladanan Rasulullah Saw bersama para sahabat ketika tinggal di Madinah. Rasulullah Saw membangun karakter masyarakat di Madinah dengan kedewasaan berpikir dan kematangan sikap mental yang baik yang kemudian memghasilkan peradaban manusia yang mampu merealisasikan penyatuan dimensi ilahiah dan manusiawi. Penyatuan dua dimensi inilah yang menjadi makna tauhid itu sebenarnya.

Ditambahkan oleh Syeikh Kamba, Tauhid itu sama sekali bukan sebuah konsepsi teologi tentang keesaan Allah. Sebab, Allah adalah dzat yang tidak bisa dikonsepsikan apalagi dipersepsikan. Laisa kamitslihi syai’un. Dzat Allah hanya bisa direfleksikan dalam laku kebaikan dan cinta kasih. Maka seharusnya semakin mudah kita memahami fungsi utama agama sesungguhnya ketika Rasulullah Saw bersabda; innama bu’itstu liutammima makarima-l-akhlaq.

Maka, agama tidak menjadi sebuah sistem yang mengatur tentang iman dan ibadah melainkan situasi keilahian yang menuntun kepada kebaikan. Syeikh Kamba kemudian mengulas poin demi poin secara rinci dari lima prinsip jalan kenabian; 1. Independensi, 2. Penyucian Jiwa, 3. Kearifan dan kebijaksanaan, 4. Amanah, kejujuran dan tanggung jawab, 5. Cinta kasih.

Lainnya

Topik