Manggih Bungah Kupanggih
Madza Aradallah Ilayya? Apa yang Allah kehendaki kepada (lahirnya) saya?—Emha Ainun Nadjib
Hidup memang permainan. Di zaman serba ‘tipis’ ini, bagaimana kita mampu memainkan peran sebagai manusia karet, yang bisa lentur terhadap segala cuaca di luar dan teguh hati pikirannya dalam mengelola udara dari dalam.
Kita tidak bisa mendeteksi secara komplit sebab adanya pertemuan kita terhadap apapun dan siapapun saja di sekitar kita, seberapa tepatkah kita mengambil langkah manfaat dari setiap pertemuan. Manusia hanya bisa mencoba berlatih dan berusaha di ruang kemungkinan. Kelahiran, kehadiran, kematian dan ketiadaan bagian dari perjumpaan kemungkinan dan hikmah.
Disetiap perjalanan kehidupan manusia dengan berbagai komunitas perkumpulan di masyarakat, dalam menjalankan roda kehidupannya tentu tidak lepas dari penentuan arah tujuan, tata tertib, tata krama, tata cara dan komitmen kesungguhannya.
Lahirnya lingkaran ini juga bagian dari perjumpaan kemungkinan dan hikmah yang mudah mudahan konsisten sebagai laboratorium kecil kehidupan bagi siapapun saja, sarana latihan pengendalian dan penertawaan diri sendiri. Karena memang benar manusia tidak punya kepastiaan apapun, termasuk buah pikirannya sendiri. Kita hanya belajar Berdiri atas dasar komitmen ‘persaudaraan’. Slogan “manggih bungah kupanggih”, sebagai kewaspadaan diri, bahwa sebisa mungkin manusia Nusantara berkomitmen secara terus menerus dan turun temurun sebagaimana leluhurnya, untuk senantiasa bersyukur, bahagia dan membahagiakan siapapun saja dan dalam pertemuan apapun saja saling menawarkan cinta persaudaaraan.
Perjalanan 3 tahun ini bisa jadi rahmat atau laknat, terserah masing masing menyikapinya.
Jika lingkaran ini dianggap sebagai rumah kesekian dari keluarga inti-mu, mudah mudahan kita semua semakin sukarela, tangguh dan siap sedia menerima pendidikan dari Allah yang membahagiakan. Sebab:
ٱللَّهُ نُورُ ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ مَثَلُ نُورِهِۦ كَمِشۡكَوٰةٖ فِيهَا مِصۡبَاحٌۖ ٱلۡمِصۡبَاحُ فِي زُجَاجَةٍۖ ٱلزُّجَاجَةُ كَأَنَّهَا كَوۡكَبٞ دُرِّيّٞ يُوقَدُ مِن شَجَرَةٖ مُّبَٰرَكَةٖ زَيۡتُونَةٖ لَّا شَرۡقِيَّةٖ وَلَا غَرۡبِيَّةٖ يَكَادُ زَيۡتُهَا يُضِيٓءُ وَلَوۡ لَمۡ تَمۡسَسۡهُ نَارٞۚ نُّورٌ عَلَىٰ نُورٖۚ يَهۡدِي ٱللَّهُ لِنُورِهِۦ مَن يَشَآءُۚ وَيَضۡرِبُ ٱللَّهُ ٱلۡأَمۡثَٰلَ لِلنَّاسِۗ وَٱللَّهُ بِكُلِّ شَيۡءٍ عَلِيمٞ٣٥ فِي بُيُوتٍ أَذِنَ ٱللَّهُ أَن تُرۡفَعَ وَيُذۡكَرَ فِيهَا ٱسۡمُهُۥ يُسَبِّحُ لَهُۥ فِيهَا بِٱلۡغُدُوِّ وَٱلۡأٓصَالِ