CakNun.com

Maiyah dan Jalan Peradaban Islam

Muhammad Nursamad Kamba
Waktu baca ± 3 menit

Jika ilmu pengetahuan konsisten dan istiqomah dalam perkembangannya maka dipastikan akan tiba suatu masa di mana umat manusia mencapai taraf kedewasaan berpikir untuk betul-betul berperan sebagai khalifah, asisten Allah di bumi. Fakta ilmiah menunjukkan bahwa sepanjang otak manusia berpikir keras dan kencang maka sel-selnya akan bertambah banyak dan jaringan-jaringan sarafnya menjadi bertambah luas pula, yang pada gilirannya meningkatkan kecerdasan.

Semakin tinggi kecerdasan makin mendewasakan berpikir dan bertindak. Baginda Nabi Muhammad Saw sudah memberikan contoh bersama para sahabatnya di Madinah bagaimana kedewasaan berpikir tersebut menjadikan manusia paripurna merealisasikan kebersatuan dua dimensi dalam diri manusia yakni dimensi ilahiah dan dimensi manusiawi. Penyatuan dua dimensi itulah sesungguhnya yang merupakan makna tauhid yang sering kita dengungkan sebagai intisari ajaran agama yang dibawa oleh Nabi Muhammad Saw. Tauhid sama sekali bukan konsepsi teologi tentang keesaan Allah sebab Allah tidak bisa dikonsepsikan apalagi dipersepsikan. Baginda Nabi amat jelas dalam hal ini. “Apapun yang terbetik dalam benakmu bukan Tuhan, justru Tuhan menciptakannya,” sabdanya.

Ketika baginda Nabi menegaskan bahwa agama adalah akhlak bukanlah sekadar pernyataan moralitas belaka melainkan penegasan atas gagasan Tuhan adalah sang Mutlak yang tak dapat dipersepsikan maupun dikonsepsikan. Tuhan hanya bisa direfleksikan dalam laku kebaikan dan cinta kasih. Menyatu dengan Tuhan adalah menyatu dengan kebaikan dan cinta kasih. Artinya seseorang yang merealisasikan tauhid akan menjadi personifikasi kebaikan dan cinta kasih; apapun yang dilakukan dan diperbuatnya semata-mata hanya kebaikan, semata-mata hanya cinta kasih. Manusia paripurna. Maka agama bukanlah sistem aturan keimanan dan peribadatan melainkan situasi keilahian yang menuntun kepada kebaikan. Agama menuntun kepada Allah, Tuhan yang bertajalli dalam kebaikan dan cinta kasih.

Sejarah otentik Nabi Muhammad Saw memberikan gambaran umum atau pelajaran dasar mengenai Jalan Kenabian untuk Peradaban Tauhid atau Peradaban Manusia Paripurna dengan merumuskan lima prinsip.

Pertama, independensi: kedaulatan diri melalui pengembangan potensi-potensi intelektual, psikis (kejiwaan), dan spiritual. Dalam Al-Qur`an Allah tak henti-hentinya mengajak umat menusia menggunakan seluruh potensi yang dianugerahkan kepadanya agar mampu berpikir bebas dan merdeka demi mewujudkan tanggung jawab personalnya. Ini mengantarkan kepada peningkatan keyakinan dari taraf informatif ilmul yaqin menjadi keyakinan faktual, haqqul yaqin.

Kedua, penyucian jiwa: setiap orang yang hendak mengikuti ajaran Nabi Muhammad Saw harus membebaskan dirinya dari setidaknya hasad, dengki, iri, benci dan curang. Allah mengajarkan jalan itu melalui operasi bedah dada Muhammad saat berusia belasan tahun. Mengapa penyucian jiwa penting karena agama adalah ketulusan sedangkan seseorang tidak akan mungkin tulus sepanjang sifat-sifat tersebut bercokol dalam dirinya.

Ketiga, kearifan dan kebijaksanaan: seseorang yang telah menacpai taraf keyakinan faktual dan telah melakukan penyucian jiwa akan memiliki sikap arif dan bijaksana dalam segala hal. Seseorang yang arif dan bijaksana memiliki kekayaan dalam memaknai kehidupan. Sebaliknya seseorang yang keyakinannya baru pada taraf informatif akan selalu bertindak secara reakisonal dan emosional.

Keempat, amanah, kejujuran dan tanggung jawab: baginda Nabi Muhammad Saw sudah dikenal sebagai manusia yang paling dipercaya, al-amin bahkan sebelum diangkat menjadi Nabi. Seseorang akan menjadi al-amin jika memiliki kemampuan bersikap dan bertindak arif dan bijaksana.

Kelima, cinta kasih: Dalam Al-Qur`an Allah menggambarkan dua golongan yang sama sekali berbeda, yang satu “tahsabuhum jami’an wa qulubuhum syatta” terlihat bersatu tapi hatinya tercerai berai oleh kepentingan masing-masing. Yang satunya lagi adalah “wa rabathna ala qulubihim”, Kami (Allah) yang mengikat hati mereka. Kepada para sahabat Nabi Allah mengingatkan kalian hampir saja terjebak kedalam jurang siksaan tatkala ada kecenderungan saling membenci di antara kalian namun Allah menjadikan hatimu bersahabat lantas kalian merasa bersaudara (QS.3:103).

Baca kembali Sejarah Otentik Nabi Muhammad Saw dan Piagam Madinah maka kelima prinsip ini muncul sebagai sunnah Nabi yang paling murni. Dinamika sosial politik umat Islam telah menjadikannya terabaikan lantaran perlombaan dalam memburu kekuasaan dan harta semenjak dinasi Umawiyah (661-750 M) hingga kini.

Selanjutnya baca segenap gagasan, pemikran, sikap dan prilaku Emha Ainun Nadjib maka kelima prinsip tersebut menjadi klop sebagai real sunnah Nabi, sunnah Nabi yang sesungguhnya. Menyadari dan belajar dari pengalaman sejarah bahwa faktor utama penyebab terabaikannya sunnah Nabi yang sesungguhnya adalah hasrat-hasrat yang tak terbendung untuk mengejar kekuasaan dan harta kekayaan, sehingga sunnah Nabi yang sesungguhnya digantikan dengan sunnah-sunnah yang memenuhi hasrat-hasrat kekuasaan dan harta tersebut, maka Maiyah hanya fokus kepada menanamkan, menyemai, dan menyuburkan prinsip-prinsip jalan kenabian sebagai jalan peradaban. Terserah kepada Indonesia apakah benar-benar ikhlas hendak menjadikan bangsa Indonesia sebagai manusia yang paripurna maka bisa bergabung melingkar bersama di Maiyah. Adapun Maiyah harus ditarik-tarik masuk ke kancah perebutan dan perburuan kekuasaan dan harta maka Maiyah akan berusaha selalu menghindar agar kesalahan fatal yang selalu terjadi dalam sejarah tak perlu terulang lagi.

Semoga manfaat. Amin.

Kampung Dukuh, Oktober 2019

Lainnya

Khalifah Islam dan Khilafah Silmi

Khalifah Islam dan Khilafah Silmi

Konsep Silmi membukakan jalan agar seorang tukang jahit di pinggir jalan bisa diterima oleh Allah tanpa menjadi warga negara sebuah Negara Khilafah.

Emha Ainun Nadjib
Emha Ainun Nadjib

Topik