CakNun.com

Komunikasi Musikal Transendental Masyarakat Maiyah

Catatan Majelis Maiyah Suluk Surakartan, 28 Desember 2018
Suluk Surakartan
Waktu baca ± 8 menit

Komunikasi Musikal dan Kesadaran Transendental

Kesadaran akan bebunyian atau audio –dalam hal ini musik- yang dapat memberikan efek terhadap manusia setidaknya memang dapat dilihat dari bentuk respon bayi terhadap musik. Bayi memiliki respon mendasar terhadap bebunyian termasuk musik yang muncul di sekitarnya. Bayi merupakan pendengar yang baik. Mereka misalnya sensitif terhadap alunan nada yang konstan dan kemudian meresponnya secara aktif melalui tawa atau gerakan-gerakan motorik. Respon proto musikal ini kemudian berkembang seiring usia dan juga semakin melibatkan rasa atau emosi dalam respon yang muncul.

Respon-respon ini muncul dari pengalaman mendengarkan. Jika seseorang berada dalam tingkat kapasitas sebagai pendengar, respon musikal yang muncul akan berupa ekspresi-ekspresi komunikasi nonverbal seperti mengangguk-anggukkan kepala, menggerak-gerakkan kaki atau tangan mengikuti irama, atau bahkan menari-nari. Dalam kultur musik metal misalnya, gerakan-gerakan seperti headbang merupakan sebuah ekspresi proto musikal yang seringkali secara spontan dilakukan saat musik dimainkan. Demikian juga saat kita bertepuk tangan dengan antusias saat mendapati sebuah bagian komposisi yang dimainkan secara menawan oleh seorang trumpetis jazz.

Dari sana dapat dikatakan bahwa musik merupakan sebuah sarana berkomunikasi. Respon motorik seperti menganggukkan kepala atau bertepuk tangan saat sebuah komposisi musik dimainkan bisa dibilang merupakan respon yang muncul dalam tingkat mendasar. Di sana terdapat dialog antara musisi dengan pendengarnya dalam bentuk yang sederhana.

Dalam teori komunikasi dasar dikenal adanya elemen komunikator (penyampai informasi), pesan atau informasi itu sendiri, medium (sarana pembawa informasi) dan komunikan (penerima informasi). Laswell (1948) menyebutkan bahwa pasca komunikan menerima informasi, akan muncul efek yang bersifat subyektif dalam diri sang komunikan sebagai hasil pengaruh serapan informasi yang diperolehnya. Artinya seseorang akan bergerak untuk melakukan aksi atau tindakan setelah memperoleh sebuah informasi. Sebuah komunikasi efektif pun terjalin, di mana tahapan kognitif, afektif dan psikomotorik mendapatkan jatahnya untuk dieksekusi dalam diri seseorang.

Dalam konteks musik, jika seseorang bisa sampai bergerak melakukan sesuatu setelah mendengarkan musik baik dalam tingkat mendasar seperti menganggukkan kepala atau sampai pada tingkat terinspirasi oleh alunan nada dan untaian lirik sehingga mampu melakukan sesuatu, maka itu boleh disebut sebagai keberhasilan komunikasi musikal. Komunikasi musikal yang baik akan terjalin dengan adanya (1) intensitas dan kreativitas sang seniman musik dalam berkarya, (2) medium penyampai musik yang memenuhi syarat (misalnya lewat pertunjukan yang dikemas dengan baik) dan (3) kesediaan mendengarkan musik secara jujur dan terbuka dari si pendengar musik.

Semua itu akan memunculkan sebuah jalinan komunikasi rasa atau emosi yang membawa kepada pengalaman mendengarkan, sehingga sangat mungkin akan mampu memicu individual bergerak melakukan sesuatu. Maka dapat ditambahkan di sini bahwa keberadaan lirik dalam musik merupakan sesuatu yang dipandang sangat punya kekuatan untuk mempengaruhi. Lirik dapat mempengaruhi seseorang untuk melakukan sesuatu atau membuat perubahan.

“Saya menganggap bahwa musisi yang sukses adalah musisi yang mampu memberikan kemanfaatan postitif bagi para pendengarnya. Artinya mampu membuat pendengarnya saling bergerak menyebarkan kemanfaatan bagi sekelilingnya. Dan itulah yang bisa dibilang sebagai sebuah skena musik, kalau menurut saya.” Demikian diungkapkan Ariwan Perdana, seorang hadirin yang ikut merespon diskusi dalam forum, sembari menambahkan bahwa konsistensi juga dibutuhkan bagi seniman musik untuk terus membuat karya yang inspiratif.

Musik sebagai sarana berkomunikasi pada akhirnya memang tidak lepas dari awal mula dan efek dari keterjalinan komunikasi itu sendiri. Pada ujungnya, dalam konteks musik sebagai sarana komunikasi rasa antar manusia, kekuatan dan kenikmatan yang didapatkan dalam kubangan proses kreatif bermusik maupun dari pengalaman mendengarkan musik pada dasarnya adalah sebuah pengakuan atas adanya tujuan tunggal dalam hidup, yaitu Tuhan.

Karena proses kreatif bermusik dan pengalaman mendengarkan musik juga tidak akan terasa indah tanpa sarana yang diberikan Tuhan kepada makhluk ciptaanya. Contoh faktual paling mendasar dari tesis ini adalah bahwa bebunyian (termasuk musik) tak akan bisa terdengar di telinga manusia jika tidak ada udara yang berperan sebagai medium penghantarnya.

Perenungan terkait hal ini saja seharusnya sudah sanggup memberikan pemahaman dan kesadaran bahwa setiap komposisi musik memang tak pernah bisa lepas dari Tuhan, apapun genre musik dan alat musik yang digunakan untuk memainkannya. Terlebih karena sarena setiap komposisi musik pada dasarnya berawal dari Tuhan. Seorang musisi tidak bisa menciptakan musik jika tidak memiliki ide dan ide datangnya dari Tuhan. Dan jalan menuju kepada kesadaran-kesadaran tersebut yang berusaha dibangun dalam forum Suluk Surakartan malam itu.

Akhirnya bersama alunan Ruang Rindu karya Letto yang dinyanyikan bersama-sama oleh seluruh yang hadir lalu kemudian ‘indal qiyam dengan memutar komposisi magis Shohibul Baiti pada pukul 01.00 WIB untuk memuncaki edisi ke-35 Majelis Masyarakat Maiyah Suluk Surakartan yang penuh dengan energi positif serta kegembiraan dan sekaligus menjadi penutup tahun 2018 yang indah. (WS/AP)

Lainnya

Exit mobile version