Indonesyariah
SYARIAH. Ma hiya Syariah? Wa maa adroka maa Syariah? Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) kata syariat(h) adalah hukum agama yang menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah Swt. Dapat juga dipahami sebagai hubungan manusia dengan manusia dan alam sekitar berdasarkan Al-Qur`an dan Hadits. Begitulah KBBI mendefinisikan syariat. Anehnya, ketika kita mencari kata syariah, maka pengertian yang dimaksudkan adalah bahwa kata syariah baru bisa dipahami dengan menyesuaikan kata yang mendahuluinya.
Misalnya, Bank Syariah. Maka akan dipahami bahwa bank syariah adalah bank yang didasarkan atas hukum Islam. Dengan kata lain, dalam pengertian ini syariah diartikan sebagai hukum Islam. Mengapa rumit sekali kata ini dijelaskan dalam bahasa Indonesia? Bukankah dalam bahasa Arab akhiran sebuah kata yang menggunakan huruf “t” akan dibaca dengan huruf “h”?
Sebelum kita berbicara lebih jauh, simaklah nukilan salah satu tulisan Cak Nun berikut ini:
Negaramu semakin hancur oleh satu kata dibantu oleh beberapa kata. Masyarakatmu ambruk oleh sejumlah kata. Harga dirimu dan semuanya luntur dan berproses untuk menjadi musnah oleh tidak dipertahankannya sejumlah kata. Engkau dan kalian semua diperdaya oleh kata, oleh pejabat-pejabat pemerintahan dan para pengklaim otoritas Negara yang cukup menggunakan sekumpulan kata. Martabat dan hartamu digerogoti, digangsir, dirongrong, dikikis semakin habis oleh saudara-saudaramu sendiri yang memperbudak dirinya menjadi petugas-petugas kata, kalimat, idiom, ungkapan dan aransemen pemahaman.”–Daur I-11 – Simpul-simpul Masyarakat Jin
Juga, simak pula nukilan berikut ini;
Kata adalah salah satu instrumen andalan untuk menyelenggarakan bebrayan dan membangun silaturahmi. Dan terbukti kata itu pulalah yang potensinya sangat tinggi untuk merusaknya.”–Daur I-14 – Perang Terhadap Kata
Dari dua nukilan tersebut, jelas sudah bahwa memang bangsa kita ini memiliki masalah dengan kata. Satu kata dipahami, dimanipulasi, dipelintir, disalahgunakan, disalahartikan, pada akhirnya menyebabkan pemahaman makna yang tidak sesuai dengan yang seharusnya dipahami.
Seperti halnya kata Syariah ini. Dalam khazanah bahasa Arab, kata Syariah berakar dari kata Syari’. Sebuah kata yang juga memilki arti kata yang sama dengan kata; Sabiil, Thoriq, dan juga Shiroth. Namun, meskipun semua kata itu memiliki makna yang sama, namun dalam bahasa Arab setiap kata digunakan sesuai dengan peruntukannya. Tentu kita pernah mendengar ayat; Ud’u ilaa sabiili rabbika bi-l-hikmah wa jaadilhum billatii hiya ahsan. Dalam ayat tersebut, Allah tidak menggunakan kata Syari’, apalagi Thoriq, lebih-lebih Shiroth, tetapi yang digunakan adalah kata Sabiil.
Namun dalam ayat yang lain misalnya; Ihdinash-shiroto-l-mustaqiim. Allah menggunakan kata Shiroth dalam ayat tersebut, bukan menggunakan kata Sabiil. Tentu saja ada rahasia yang terkandung dalam penggunaan kata-kata tersebut. Mengapa empat kata yang jika diterjemahkan memiliki makna yang sama, namun tidak serta-merta kata-kata tersebut bisa digunakan secara bebas.
Likulli maqoomin, maqoolun. Walikulli maqoolin, maqoomun. Setiap perkataan itu ada tempatnya, dan setiap tempat ada juga perkataan yang tepat. Dalam khazanah Jawa, kita mengenal Empan Papan. Wah, ternyata persoalan kita tentang kata saja sudah menyita waktu jika kita hendak membahasnya lebih dalam. Dan baru kata Syariah yang sedang kita bahas kali ini.
Ketika Anda mendengar kata Syariah, apa sebenarnya yang terlintas dalam pikiran Anda? Islam? Bank? Atau apa? Sementara itu, ketika kata Syariah juga diucapkan di Indonesia akhir-akhir ini, sepertinya selalu saja diidentikkan dengan Islam. Apakah memang kata Syariah ini hanya milik Islam saja? Sebut saja, ketika kata Syariah disampaikan bersamaan dengan kata Perda; Perda Syariah. Maka, dua kata ini akan menjadi sebuah kesatuan yang sangat mungkin disalahpahami, baik bagi mereka yang menggagasnya juga bagi mereka yang mendengarnya. Maka kemudian yang bergulir di masyarakat adalah beberapa kelompok, ormas, partai dan lain sebagainya yang dengan tegas menolak Perda Syariah. Siapapun saja yang mendukung Perda Syariah, maka mereka akan berhadapan dengan kelompok-kelompok yang menolak Perda Syariah itu.
Hal yang sama ketika juga istilah atau kata Syariah dan yang berhubungan dengan istilah yang sama diperdengarkan; Jilbab Syar’i, Hotel Syariah, Rumah Sakit Syariah, Asuransi Syariah, dan kata istilah lain yang digabungkan dengan kata Syariah, justru semakin memperjelas fakta bahwa ada yang salah dalam pemahaman kata Syariah. Jelas dimaksudkan bahwa ada bagian dalam kehidupan kita hari ini yang termasuk dalam wilayah Syariah dan ada yang bukan atau bahkan tidak termasuk dalam wilayah Syariah.
Begitu juga ketika kata Syariah dihubungkan dengan kata yang dianggap lebih besar maknanya, seperti NKRI bersyariah, misalnya. Ketika ada yang menyampaikan gagasan NKRI bersyariah, yang dilakukan bukan justru mendalami, mempelajari, memaknai apalagi mengkaji lebih detail tentang apa yang dimaksud dengan kata Syariah, dan kemudian mengapa juga ada yang menggagas bahwa NKRI hari ini belum bersyariah, sehingga perlu adanya ide dan gagasan untuk melahirkan NKRI bersyariah.
Yang terjadi kemudian adalah, adanya dua kelompok yang memiliki pemahaman terhadap kata syariah yang salah, yang kemudian berseteru, ditambah lagi perseteruan mereka terbingkai dalam suasana politik di tahun politik 2019 yang semakin panas ini. Hasilnya sudah dipastikan adalah semakin memperuncing perpecahan yang ada. Pertanyaan yang mendasar sebenarnya adalah bukan tentang boleh atau tidaknya NKRI ini bersyariah atau tidak. Justru pertanyanannya adalah NKRI ini bagian dari Syariah atau bukan? Jika kita kembali pada pemahaman yang dijelaskan oleh KBBI dalam kata Syariah itu, maka pertanyaannya adalah apakah NKRI ini adalah bagian dari Syariah atau bukan?
Bagian mana yang kita alami ini yang bukan merupakan Syariah? Jika memang Syariah dipahami sebagai hukum agama yang menetapkan peraturan hidup manusia, hubungan manusia dengan Allah Swt, bagian mana yang bukan merupakan Syariah? Angin berhembus, bumi berputar, hujan turun, matahari terbit dan tenggelam, daun berguguran, pohon-pohon tumbuh, apakah itu bukan Syariah? So, what’s your problem with Syariah?